Program Pemberdayaan Ekonomi



Adapun dari berbagai program dan atau proyek pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi, apakah itu Inpres Desa Tertinggal (IDT), Proyek Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), Proyek Pembangunan Kecamatan (PPK), Proyek Pengembangan Kawasan Desa-kota Terpadu (PARUL), Pengembangan Ekonomi Masyarakat Lokal (PEML/LED), dan Program Pemberdayaan Daerah Menghadapi Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE), secara umum memiliki kemiripan dimensi pendekatan, seperti misalnya: (1) Bantuan Modal Bergulir, (2) Bantuan pembangunan prasarana, (3) Pengembangan kelembagaan lokal, (4) Penguatan dan pembangunan kemitraan usaha, (5) Fasilitasi dari pendamping eksitu.

a.    Bantuan modal
Salah satu masalah yang dihapai oleh masyarakat tuna adalah permodalan. Lambannya akumulasi kapital di kalangan ekonomi mikro, kecil, dan menengah, merupakan salah satu sebab lambannya laju perkembangan usaha dan rendahnya surplus usaha di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah. Faktor modal juga menjadi salah satu sebab tidak munculnya usaha-usaha baru di luar sektor ekstraktif. Oleh sebab itu tidak salah, kalau dalam pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi, pemecahan dalam aspek modal ini penting dan memang harus dilakukan.

Ada dua hal yang perlu kita cermati bersama. Pertama, bahwa lemahnya ekonomi masyarakat tuna daya ini bukan hanya terjadi pada masyarakat yang memiliki usaha mikro, kecil, dan menengah, tetapi juga masyarakat yang tidak memiliki faktor produksi, atau masyarakat yang pendapatannya hanya dari upah/gaji. Karena tidak mungkin semua anggota masyarakat tuna daya dapat dan memiliki talenta untuk dijadikan pengusaha, maka bantuan modal tidak akan dapat menjawab permasalahan yang dihadapi masyarakat pekerja. Dalam praktik pemberdayaan ekonomi masyarakat, tampaknya pemberdayaan untuk masyarakat pekerja ini perlu dipikirkan bersama.

Kedua, yang perlu dicermati dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat di bidang ekonomi melalui aspek permodalan ini adalah: (1) Bagaimana pemberian ini tidak menimbulkan ketergantungan masyarakat; (2) Bagaimana pemecahan aspek modal ini dilakukan melalui penciptaan sistem yang kondusif baru usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah untuk mendapatkan akses di lembaga keuangan; (3) Bagaimana skema penggunaan atau pengalokasian modal ini tidak terjebak pada perekonomian subsisten atau ekonomi kere. Tiga hal ini penting untuk dipecahkan bersama, inti dari pemberdayaan adalah kemandirian masyarakat. Pemberian hibah modal kepada masyarakat, selain kurang mendidik masyarakat untuk bertanggung jawab kepada dirinya sendiri, juga akan mendistorsi pasar uang. Oleh sebab itu, cara yang cukup elegan dalam memfasilitasi pemecahan masalah permodalan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah, adalah dengan menjamin kredit mereka dilembaga keuangan yang ada, dan atau memberi subsidi bunga atas pinjaman mereka di lembaga keuangan. Cara ini selain mendidik mereka, untuk bertanggung jawab terhadap pengembalian kredit mereka, juga dapat menjadi wahana bagi mereka untuk terbiasa bekerjasama dengan lembaga keuangan yang ada, serta membuktikan kepada lembaga keuangan bahwa tidak ada alasan untuk diskriminatif dalam pemberian pinjaman.

Sistem atau kebijakan yang kondusif untuk memperluas akses usaha mikro, kecil, dan menengah ke lembaga keuangan, sebenarnya sudah cukup banyak, seperti Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Kepada Koperasi (KKOP), Kredit Modal Kerja Pengembangan Bank Perkreditan Rakyat (KMK-BPR), Kredit Kepada Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA), Kredit Trans Kawasan Timur (KKPA PIR Trans KRI), KKPA - Bagi Hasil, Kredit Pengusaha Kecil dan Mikro (KPKM), Kredit Modal Kerja Usaha Kecil dan Menengah (KMK-UKM), dan masih banyak lagi lainnya. Affirmative action untuk masyarakat dalam pengembangan ekonomi, melalui mekanisme pasar ini jauh lebih baik, bila dibanding dengan pemberian dana bergulir. Ini relevan dengan tujuan pemberdayaan ekonomi rakyat, yang akan menjadikan ekonomi rakyat sebagai ekonomi yang tangguh, mandiri, berdaya saing, dan modern.

b.    Bantuan pembangunan prasarana
Usaha mendorong produktivitas dan mendorong tumbuhnya usaha, tidak akan memiliki arti penting bagi masyarakat, kalau hasil produksinya tidak dapat dipasarkan, atau kalaupun dapat dijual tetapi dengan harga yang amat rendah. Oleh sebab itu, komponen penting dalam usaha pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi adalah membangun prasarana produksi dan pemasaran. Tersedianya prasarana pemasaran dan atau transportasi dari lokasi produksi ke pasar, akan mengurangi rantai pemasaran dan pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan petani dan pengusaha mikro, pengusaha kecil, dan pengusaha menengah.

c.    Bantuan pendampingan
Pendampingan masyarakat tuna daya memang perlu dan penting. Tugas utama pendamping ini adalah memfasilitasi proses belajar atau refleksi dan menjadi mediator untuk penguatan kemitraan baik antara usaha mikro, kecil, maupun usaha menengah dengan usaha besar. Yang perlu dipikirkan bersama adalah siapa yang paling efektif menjadi pendamping masyarakat. Pengalaman empirik dari pelaksanaan  IDT, P3DT, dan PPK, dengan adanya pendamping eksitu, ternyata menyebabkan biaya transaksi bantuan modal menjadi sangat mahal. Selain itu, pendamping eksitu yang diberi upah, ternyata masih membutuhkan biaya pelatihan yang tidak kecil. Oleh sebab itu, untuk menjamin keberlanjutan pendampingan, sudah saatnya untuk dipikirkan usaha pendamping insitu, bukan pendamping eksitu yang sifatnya sementara. Sebab proses pemberdayaan bukan proses satu dua tahun, tetapi proses puluhan tahun.

d.   Penguatan kelembagaan
Pemberdayaan ekonomi pada masyarakat lemah, pada mulanya dilakukan melalui pendekatan individual. Pendekatan individual ini tidak memberikan hasil yang memuaskan, oleh sebab itu, semenjak tahun 80-an, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kelompok. Alasannya adalah, akumulasi kapital akan sulit dicapai dikalangan orang miskin, oleh sebab itu akumulasi kapital harus dilakukan secara bersama-sama dalam wadah kelompok atau usaha bersama. Demikian pula dengan masalah distribusi, orang miskin mustahil dapat mengendalikan distribusi hasil produksi dan input produksi, secara individual. Melalui kelompok, mereka dapat membangun kekuatan untuk ikut menentukan distribusi.

Dalam beberapa hal logika ini memang benar, tetapi tidak benar untuk hal yang lain. Pengalaman empiris telah membuktikan hal ini. Pendekatan kelompok memang efektif untuk wahana belajar dan wahana refleksi. Tetapi pendekatan kelompok jarang berhasil. Pada tahun 80-an ada NGO (Non-Governmental Organization) di Jakarta yang pernah memiliki dampingan kelompok usaha ekonomi sampai lebih dari dua ribu kelompok usaha bersama. Ketika kelompok tersebut didampingi oleh fasilitator dan diberi bantuan modal bergulir, aktivitas ekonomi melalui kelompok berjalan cukup baik. Tetapi ketika ditinggalkan pendampingnya dan tidak ada lagi bantuan modal, maka kelompok-kelompok ini akhirnya bubar.

Dengan demikian, pengertian pengembangan kelembagaan ekonomi, perlu didefinisikan kembali. Kalau pendekatan kelompok dimaksudkan untuk tujuan akumulasi modal atau membangun kelembagaan keuangan tersendiri, maka itu tidak mudah untuk mencapainya. Yang paling realistis adalah bila pengelompokan atau pengorganisasian ekonomi diarahkan pada kemudahan untuk memperoleh akses modal ke lembaga keuangan yang ada, dan untuk membangun skala usaha yang ekonomis.

Aspek kelembagaan yang lain adalah dalam hal kemitraan antar skala usaha dan jenis usaha, pasar barang, dan pasar input produksi. Ketiga aspek kelembagaan ini penting untuk ditangani dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat.

e.    Penguatan kemitraan usaha
Penguatan ekonomi rakyat atau pemberdayaan masyarakat dalam ekonomi, tidak berarti mengalienasi pengusaha besar atau kelompok  ekonomi kuat. Karena pemberdayaan memang bukan menegaskan yang lain, tetapi give power everybody. Pemberdayaan masyarakat dibidang ekonomi adalah penguatan bersama, dimana yang besar akan berkembang kalau ada yang kecil dan menengah, dan yang kecil akan berkembang kalau ada yang besar dan menengah.
Daya saing yang tinggi hanya ada jika ada keterkaitan antara yang besar dan menengah dan kecil. Sebab hanya dengan keterkaitan produksi yang adil, efisiensi  akan terbangun. Oleh sebab itu, melalui kemitraan dalam bidang permodalan, kemitraan dalam proses produksi, kemitraan dalam distribusi, masing-masing pihak akan diberdayakan.

d.  Pengukuran Keberdayaan
Menurut Sarah Cook dan Steve Macaulay pengukuran keberdayaan ekonomi masyarakat, dapat dilakukan dengan menggunakan indikator kerangka ACTORS (authority, confidence and competence, trust, opportunity, responsibility, support).

a. Authority yaitu kelompok/masyarakat diberikan kewenangan untuk merubah pendirian atau semangat (etos kerja) menjadi sesuatu milik mereka sendiri.
b. Confidence and competence yaitu menimbulkan rasa percaya diri dan menyadari kemampuan mereka untuk dapat merubah keadaan.
c. Trust yaitu menimbulkan keyakinan bahwa mereka memperoleh kepercayaan untuk merubah sehingga dapat termotivasi secara maksimal.
d. Opportunity yaitu memberikan peluang kepada masyarakat untuk memilih apa yang menjadi keinginan sehingga mereka dapat mengembangkan diri sesuai potensi.
e.  Responsibility yaitu ketika melakukan proses perubahan harus melalui pengelolaan yang dapat dipertanggung jawabkan untuk berubah menjadi lebih baik.
f.     Support yaitu perlu adanya dukungan dari berbagai pihak untuk menjadi lebih baik.

0 Response to "Program Pemberdayaan Ekonomi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

pasang