Deislamisasi Sejarah Indonesia
Senin, 07 Mei 2018
Add Comment
Wal tandhur
nafsun ma qaddamat Li ghad
Perhatikan
Sejarahmu untuk hari esok
(QS 59:18)
Sejarah sebagai
satu cabang Ilmu Sosial perlu mendapatkan perhatian serius dari Ulama dan
Santri serta umat Islam Indonesia. Banyak karya sejarah Indonesia dan Dunia
pada umunya, yang beredar disekitar kita namun banyak pula isinya sangat
bertentangan dengan apa yang diperjuangkan oleh Rasulullah SAW, Sahabat,
khalifah, warausahawan, ulama, waliyullah dan santri serta umat islam. Apalagi
dengan adanya upaya deislamisasi Sejarah Indonesia, Peran Ulama dan Santri
serta peran umat islam didalamnya ditiadakan atau tetap ada jika dimaknai
dengan pengertian yang lain.
1.
Peran Ulama yang disembunyikan
Seperti yang
diangkat oleh K.R.H. Abdullah bin Nuh masalah waktu masuknya Islam ke Indonesia
semestinya terjadi pada abad ke-7 M ternyata dituliskan sangat jauh berbeda
waktunya dimundurkan hingga abad ke-13 M. tidak hanya masalah waktu tetapi juga
dituliskan Orientalis kehadiran Islam di tenggah bangsa dan negara Indonesia
dinilai mendatangkan perpecahan karena Islam dinilai menimbulkan banyak
kekuasaan politik Islam atau kesultanan yang tersebar diseluruh Nusantara
sehingga imprialis Barat menemui kesukaran untuk menguasai Nusantara Indonesia.
Sebaliknya, walaupun kekuasaan politik atau kerajaan Hindu dan Buddha tidak
terdapat di seluruh Nusantara Indonesia, tetapi di tafsirkan bangsa Indonesia
saat itu mengalami zaman kejayaan dan keemasan. Interpretasi barat dan
imperialis Barat selalu memuji keradjaan Hindu budha dan mendeskriditkan Islam.
Hal ini
diakibatkan pelopor perlawanan terhadap penjajah Barat di Indonesia adalah
Ulama dan Wali Sanga. Ketika imperialis Barat, Kerajaan Katolik Portugis 1511 M
dan Kerajaan Protestan Belanda 1619 M mencoba menguasai Indonesia selalu
dihadang oleh Ulama dan Santri. Menggapa tidak dilawan oleh kekuasaan politik
kerjaan Buddha Sriwijaya dan Hindu Majapahit. Pada saat penjajah tiba di
Nusantara Keduanya sudah tidak ada. Oleh karena itu penjajah barat dengan politik
Kristenisasinya dengan agama katolik dan protestan mencoba melawan Ulama
dan Santri yang berjuang mempertahankan kedaulatan bangsa, negara dan agama
islam.
Jika dalam
sejarah, setiap pergerakan perlawanan terhadap imprialisme disebut dengan
gerakan nasionalisme. Sementara dalam sejarah Ulama dan Santri di Indonesia
sebagai pelopor perlawanan terhadap imprialisme yang seharusnya ulama dan
santri dituliskan dalam sejarah Indonesia sebagai pembangkit kesadaran nasional
di Indonesia, ternyata tidak ditulis. Padahal, Ulama dan Santri adalah
cendikiawan Muslim.
2.
Penggunaan Istilah Indonesia dan Indonesia Merdaka
Perlu diingat,
istilah nasional di masyarakatkan oleh Central
Sarikat Islam dalam National Congres Central Syarikat Islam pertama – 1e Natico
di Bandung, 17-24 Juni 1916. Namun, dalam Sejarah Indonesia akibat diartikan
nasionalisme bukan dari gerakan organisasi Islam maka istilah nasional seperti
diasosiasikan oleh Perserikatan Nasional Indonesia-PNI di Bandung, 4 Juli 1925.
Istilah Indonesia dipelopori oleh Dr. Soekiman Wirjosandjojo dengan mengubah Indishce
Vereniging menjadi perhimpunan Indonesia, 1925 di Belanda dan Majalah
Hindia Poetra diganti menjadi Indonesia Merdeka. Akibat Dr. Soekiman
Wirjosandjojo aktif dalam pimpinan Partai Serikat Islam Indonesia, Partai
Islam Indonesia dan Masyumi tidak dituliskan sebagai pelopor
penggunaan pertama istilah Indonesia dan
Indonesia Merdeka dalam masa Kebangkitan Kesadaraan Nasional Indonesia.
Demikian pula, National
Congres Central Serikat Islam juga mempelopori menuntut Indonesia merdeka
Zelf bustuur, 1926 M. namun dalam sejarah Indonesia, dituliskan pelopornya Bung
Karno di depan Pengadilan Kolonial di Bandung pada 1929 M atau Petisi Soetardjo
yang menuntut Indonesia Merdeka. Anehnya, Tanggal jadi Budi Utomo, 20 Mei 1908
diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Padahal, sampai kongres Budi
Utomo di Solo, 1928 M menurut Mr. A.K. Pringgodigdo dalam Sejarah Pergerakan
Rakyat Indonesia, Budi Utomo tetap menolak pelaksanaan cita-cita persatuan
Indonesia. Walaupun sampai dengan kongres tersebut, Budi Utomo sudah berusia 20
Tahun tetap mempertahankan Djawanisme. Selanjutnya, Dr. Soetomo membubarkan
sendiri Budi Utomo karena tidak sejalan dengan tuntunan zaman. Melalui medianya Djawi Hisworo, Budi Utomo
berani menghina Rasulullah Saw.
Walaupun Budi
Utomo dengan media cetaknya menghina Rasulullah saw sampai sekarang umat Islam
sebagai mayoritas bangsa Indonesia tetap menaati keputusan kabinet Hatta, 1948
M. demikian pula kelanjutanya Budi Utomo menjadi Partai Indonesia Raya, di
pimpin pula oleh Dr. Soetomo dengan medianya Majalah Bangun tidak
berbeda dengan Djawi Hisworo juga menerbitkan artikel yang menghina
Rasulullah Saw. Selain itu Partai Indonesia Raya adalah partai sekuler
dan anti islam.
4.
Hari Pendidikan Nasional - Hardiknas
Hari Pendidikan
Nasional-Hardiknas pun diperingati setiap 2 Mei kabarnya diambil dari hari
lahir Ki Hajar Dewantara, pendiri Taman Siswo, 1922 M, yang awalnya adalah
perkumpulan kebatinan Seloso Kliwon. Kalau ini benar mengapa bukan hari lahir
K.H Achmad Dachlan pendiri Persyarikatan Muhammadiyah, 18 November 1912 M dan
pengaruhnya jauh lebih luas diseluruh kota Nusantara. Akibat deislamisasi
penentuan Hardiknas, menjadikan K.H Achmad Dachlan dan Persyarikatan
Muhammadiyah tidak terpilih.
d.
Perebutan kekuasaan pasar
Dalam upaya
Barat dalam mempertahankan penjajahanya, dengan mematahkan potensi pasar yang
dikuasai umat Islam. Tidak hanya datang dengan memakai organisasi niaga, Verenigde
Oost Indische Compagnie – VOC, dari Kerajaan Protestan Belanda dan East
Indian Company – EIC dari Kerajaan Protestan Anglikan Inggris, serta Compagnie
des Indes Orierntales-CIO dari Kerajaan Katolik Perancis. Namun juga
berusaha keras untuk mematikan kesadaran pemasaran dengan jalan mematahkan
kemampuan pemasaran dengan jalan mematahkan kemampuan umat Islam dalam
penguasaan pasar baik dari jalan niaga maupun maritim dengan kata lain
menciptakan hilangnya kemauan umat Islam sebagai wirausahawan. Ditumbuhkan
keinginanya hanya menjadi punggawa atau pegawai penjajah.
Dalam upaya
menghilangkan kesadaraan pemasaran dari umat Islam yang demikian itu penjajah
Barat berusaha pula menguasai sistem penulisan sejarah. Mengapa ? Karena dari
hasil penulisan sejarah, akan berdampak terbentuknya citra dan opini masyarakat
jajahan, tentang masa lalu yang dibacanya. Ditargetkan dari hasil bacaanya akan
menumbuhkan perubahaan sistem keimanan dan tingkah laku sosial politik dan
budaya selanjutnya yang memihak penjajah.
Bertolak dari
pengalaman di Eropa, proses terjadinya perubahan pelaku pasar, penganut katolik
tidak mau lagi menjadi wirausahawan. Hal ini akibat Gereja melarang orangnya di
pasar karena Tuhan lebih menyukai orang-orangnya yang di Gereja. Dampaknya
pelaku pasar menjadi kosong dari orang Nasrani kemudian pelaku pasar digantikan
oleh orang yahudi. Dengan cara yang sama disebarkan “ajaran Islam” dengan
mauatan isi yang sama melalui hadits nabi yang di palsukan.
e.
Wali Sanga
Wali Sanga
sebagai tokoh penyebar ajaran Islam, didistorsikan atau diselewengkan
sejarahnya dengan penuturan dogengnya seperti tokoh Islam yang tidak mengenal
Syariat Islam. Dituturkan Wali Sanga masih menjalankan ajaran Hindu. Masih
melakukan bertapa atau berpuasa patageni tanpa makan sahur dan berbuka. Bertapa
di gunung dan dipinggir kali dalam waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun
hingga tak sempat lagi menjalankan shalat lima waktu. Didongengkan karena Wali
Sanga sebagai tokoh Islam yang ma’rifat tidak perlu menjalankan Syariat Islam.
Dengan kata lain, Wali Sanga didongengkan atas nama Islam tetapi isi ajaranya
tetap Hindu dan Buddha.
Dapatlah di
perkirakan dampaknya terhadap masyarakat pembaca, penulisan Sejarah Wali Sanga
yang demikian melahirkan aliran Kejawen di Jawa Tenggah dan Jawa Timur
sedangkan di Jawa Barat, aliran kesunden. Menolak ajaran Syariat Islam yang
bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah lebih mengutamakan “ajaran leluhur nenek
moyang”.
3.
Masuknya Islam ke Indonesia
Beberapa
penulis sejarah mengira masuknya Islam ke Indonesia itu pada abad ke-13 Masehi.
Akan tetapi, R.K.H. Abdullah meyakini bahwa datangnya Islam ke Asia Tenggara
jauh lebih lama dari perkiraan tersebut. Menurutnya, hubungan perdagangan atau
perniagaan antara Indonesia dan negeri Arab merupakan suatu jalinan hubungan
sejarah yang telah terbentuk berabad-abad, jauh sebelumnya lahirnya Nabi
Muhammad Saw.
Dijelaskan
lebih lanjut, berabad-abad sebelum itu, kota-kota di Yaman telah mempunyai
hubungan perdagangan luas dengan negeri-negeri lain. Sejak lebih dari 2000
tahun yang lalu, Bangsa Arab terus menerus mengadakan perdagangan yang luas ke
luar negeri. Bangsa Arab merupakan wirausahawan perantara antara Eropa dengan
negara-negara Afrika, India, Asia Tenggara dan Timur jauh, yaitu China dan
Jepang. Adapun kehadiran wirausahawan Arab di daratan China karena Bangsa Arab
memiliki bahtera niaga yang mampu mengarungi Samudra Arabia dan Persia. Dalam
penulisan sejarah, dinyatakan kapal-kapal dagang pada masa kejayaan Islam
Berlayar sampai Samudra Persia. Pada Peta Bumi karya Al-Biruni, 973 – 1048 M,
pakar geografi Muslim menuliskan nama Samudra India sebenarnya adalah Samudra
Persia nama sebelumnya. Hanya setelah negara imprialis Barat berkuasa,
digantikanlah namanya menjadi Samudra India. Demikian pula nol meridian semula
melintasi Makkah, sebagai petunjuk arah kiblat. Kemudian oleh kerajaan
Prostetan Anglikan Inggris dialihkan melewati Greenwich London. Pelayaran
wirausahawan Arab Muslim menempuh jalan laut niaga. Dari pulau Nikobar,
Andaman, Maldiv, berlayar ke Malaka sebagai pusat niaga muslim di Asia
Tenggara. Seluruh pantai lautan tersebut di atas, dahulu di bawah pengaruh
wirniagawan Muslim yang dating dari Khalifah Mu’awiyah, 661-750 ketika pusat
pemerintahanya di Damaskus kemudian di pesisir Sindu India, sudah tersebar pula
agama Islam.
Kambai dan Gujarat di India merupakan pusat pedagang-pedagang atau
wirausahawan dari Oman, Hadramaut dan Teluk Persia sejak masa sebelum lahirnya
agama Islam yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Hal ini menjadi lebih kuat jika
diingatkan bahwa pada abad ke-2M perdagangan dengan sailan atau Sri Langka
sudah seluruhnya di tangan Bangsa Arab. Besar kemungkinan bahwa Islam dibawa
para wirausahawan Arab ke Asia Tenggara pada abad pertama tarikh Hijriah atau
abad ke-7 M. hal ini menjadi lebih kuat, menurut T.w. Arnold dalam The
Preaching of Islam-Sejarah da’wah Islam pada Abad ke-2H perdagangan dengan
Sailan atau Srilangka seluruhnya di tangan Bangsa Arab. Kekuatan Penyebaran Islam terletak pada (1) penguasaan pasar (2)
kemasjidan dan pendidikan (3) kekuasaan politik dan kesultanan (4) penguasaan
maritim dengan niaga lautnya (5) kesadaran Hukum Islam. Dari kelima masalah
ini, masalah maritime atau kebaharian, jarang dituliskan sejarahnya oleh
sejarawan muslim sendiri.
M. Fadhli Dzil Ikram,. S,Sy.
0 Response to "Deislamisasi Sejarah Indonesia"
Posting Komentar