Deislamisasi Sejarah Indonesia



Wal tandhur nafsun ma qaddamat Li ghad
Perhatikan Sejarahmu untuk hari esok
(QS 59:18)

Sejarah sebagai satu cabang Ilmu Sosial perlu mendapatkan perhatian serius dari Ulama dan Santri serta umat Islam Indonesia. Banyak karya sejarah Indonesia dan Dunia pada umunya, yang beredar disekitar kita namun banyak pula isinya sangat bertentangan dengan apa yang diperjuangkan oleh Rasulullah SAW, Sahabat, khalifah, warausahawan, ulama, waliyullah dan santri serta umat islam. Apalagi dengan adanya upaya deislamisasi Sejarah Indonesia, Peran Ulama dan Santri serta peran umat islam didalamnya ditiadakan atau tetap ada jika dimaknai dengan pengertian yang lain.

1.    Peran Ulama yang disembunyikan
Seperti yang diangkat oleh K.R.H. Abdullah bin Nuh masalah waktu masuknya Islam ke Indonesia semestinya terjadi pada abad ke-7 M ternyata dituliskan sangat jauh berbeda waktunya dimundurkan hingga abad ke-13 M. tidak hanya masalah waktu tetapi juga dituliskan Orientalis kehadiran Islam di tenggah bangsa dan negara Indonesia dinilai mendatangkan perpecahan karena Islam dinilai menimbulkan banyak kekuasaan politik Islam atau kesultanan yang tersebar diseluruh Nusantara sehingga imprialis Barat menemui kesukaran untuk menguasai Nusantara Indonesia. Sebaliknya, walaupun kekuasaan politik atau kerajaan Hindu dan Buddha tidak terdapat di seluruh Nusantara Indonesia, tetapi di tafsirkan bangsa Indonesia saat itu mengalami zaman kejayaan dan keemasan. Interpretasi barat dan imperialis Barat selalu memuji keradjaan Hindu budha dan mendeskriditkan Islam.
Hal ini diakibatkan pelopor perlawanan terhadap penjajah Barat di Indonesia adalah Ulama dan Wali Sanga. Ketika imperialis Barat, Kerajaan Katolik Portugis 1511 M dan Kerajaan Protestan Belanda 1619 M mencoba menguasai Indonesia selalu dihadang oleh Ulama dan Santri. Menggapa tidak dilawan oleh kekuasaan politik kerjaan Buddha Sriwijaya dan Hindu Majapahit. Pada saat penjajah tiba di Nusantara Keduanya sudah tidak ada. Oleh karena itu penjajah barat dengan politik Kristenisasinya dengan agama katolik dan protestan mencoba melawan Ulama dan Santri yang berjuang mempertahankan kedaulatan bangsa, negara dan agama islam.
Jika dalam sejarah, setiap pergerakan perlawanan terhadap imprialisme disebut dengan gerakan nasionalisme. Sementara dalam sejarah Ulama dan Santri di Indonesia sebagai pelopor perlawanan terhadap imprialisme yang seharusnya ulama dan santri dituliskan dalam sejarah Indonesia sebagai pembangkit kesadaran nasional di Indonesia, ternyata tidak ditulis. Padahal, Ulama dan Santri adalah cendikiawan Muslim.

2.    Penggunaan Istilah Indonesia dan Indonesia Merdaka
Perlu diingat, istilah nasional  di masyarakatkan oleh Central Sarikat Islam dalam National Congres Central Syarikat Islam pertama – 1e Natico di Bandung, 17-24 Juni 1916. Namun, dalam Sejarah Indonesia akibat diartikan nasionalisme bukan dari gerakan organisasi Islam maka istilah nasional seperti diasosiasikan oleh Perserikatan Nasional Indonesia-PNI di Bandung, 4 Juli 1925. Istilah Indonesia dipelopori oleh Dr. Soekiman Wirjosandjojo dengan mengubah Indishce Vereniging menjadi perhimpunan Indonesia, 1925 di Belanda dan Majalah Hindia Poetra diganti menjadi Indonesia Merdeka. Akibat Dr. Soekiman Wirjosandjojo aktif dalam pimpinan Partai Serikat Islam Indonesia, Partai Islam Indonesia dan Masyumi tidak dituliskan sebagai pelopor penggunaan pertama istilah  Indonesia dan Indonesia Merdeka dalam masa Kebangkitan Kesadaraan Nasional Indonesia.

3. Budi Utomo
Demikian pula, National Congres Central Serikat Islam juga mempelopori menuntut Indonesia merdeka Zelf bustuur, 1926 M. namun dalam sejarah Indonesia, dituliskan pelopornya Bung Karno di depan Pengadilan Kolonial di Bandung pada 1929 M atau Petisi Soetardjo yang menuntut Indonesia Merdeka. Anehnya, Tanggal jadi Budi Utomo, 20 Mei 1908 diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Padahal, sampai kongres Budi Utomo di Solo, 1928 M menurut Mr. A.K. Pringgodigdo dalam Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, Budi Utomo tetap menolak pelaksanaan cita-cita persatuan Indonesia. Walaupun sampai dengan kongres tersebut, Budi Utomo sudah berusia 20 Tahun tetap mempertahankan Djawanisme. Selanjutnya, Dr. Soetomo membubarkan sendiri Budi Utomo karena tidak sejalan dengan tuntunan zaman.  Melalui medianya Djawi Hisworo, Budi Utomo berani menghina Rasulullah Saw.
Walaupun Budi Utomo dengan media cetaknya menghina Rasulullah saw sampai sekarang umat Islam sebagai mayoritas bangsa Indonesia tetap menaati keputusan kabinet Hatta, 1948 M. demikian pula kelanjutanya Budi Utomo menjadi Partai Indonesia Raya, di pimpin pula oleh Dr. Soetomo dengan medianya Majalah Bangun tidak berbeda dengan Djawi Hisworo juga menerbitkan artikel yang menghina Rasulullah Saw. Selain itu Partai Indonesia Raya adalah partai sekuler dan anti islam. 

4.    Hari Pendidikan Nasional - Hardiknas
Hari Pendidikan Nasional-Hardiknas pun diperingati setiap 2 Mei kabarnya diambil dari hari lahir Ki Hajar Dewantara, pendiri Taman Siswo, 1922 M, yang awalnya adalah perkumpulan kebatinan Seloso Kliwon. Kalau ini benar mengapa bukan hari lahir K.H Achmad Dachlan pendiri Persyarikatan Muhammadiyah, 18 November 1912 M dan pengaruhnya jauh lebih luas diseluruh kota Nusantara. Akibat deislamisasi penentuan Hardiknas, menjadikan K.H Achmad Dachlan dan Persyarikatan Muhammadiyah tidak terpilih.

d.   Perebutan kekuasaan pasar
Dalam upaya Barat dalam mempertahankan penjajahanya, dengan mematahkan potensi pasar yang dikuasai umat Islam. Tidak hanya datang dengan memakai organisasi niaga, Verenigde Oost Indische Compagnie – VOC, dari Kerajaan Protestan Belanda dan East Indian Company – EIC dari Kerajaan Protestan Anglikan Inggris, serta Compagnie des Indes Orierntales-CIO dari Kerajaan Katolik Perancis. Namun juga berusaha keras untuk mematikan kesadaran pemasaran dengan jalan mematahkan kemampuan pemasaran dengan jalan mematahkan kemampuan umat Islam dalam penguasaan pasar baik dari jalan niaga maupun maritim dengan kata lain menciptakan hilangnya kemauan umat Islam sebagai wirausahawan. Ditumbuhkan keinginanya hanya menjadi punggawa atau pegawai penjajah.
Dalam upaya menghilangkan kesadaraan pemasaran dari umat Islam yang demikian itu penjajah Barat berusaha pula menguasai sistem penulisan sejarah. Mengapa ? Karena dari hasil penulisan sejarah, akan berdampak terbentuknya citra dan opini masyarakat jajahan, tentang masa lalu yang dibacanya. Ditargetkan dari hasil bacaanya akan menumbuhkan perubahaan sistem keimanan dan tingkah laku sosial politik dan budaya selanjutnya yang memihak penjajah.
Bertolak dari pengalaman di Eropa, proses terjadinya perubahan pelaku pasar, penganut katolik tidak mau lagi menjadi wirausahawan. Hal ini akibat Gereja melarang orangnya di pasar karena Tuhan lebih menyukai orang-orangnya yang di Gereja. Dampaknya pelaku pasar menjadi kosong dari orang Nasrani kemudian pelaku pasar digantikan oleh orang yahudi. Dengan cara yang sama disebarkan “ajaran Islam” dengan mauatan isi yang sama melalui hadits nabi yang di palsukan.

e.    Wali Sanga
Wali Sanga sebagai tokoh penyebar ajaran Islam, didistorsikan atau diselewengkan sejarahnya dengan penuturan dogengnya seperti tokoh Islam yang tidak mengenal Syariat Islam. Dituturkan Wali Sanga masih menjalankan ajaran Hindu. Masih melakukan bertapa atau berpuasa patageni tanpa makan sahur dan berbuka. Bertapa di gunung dan dipinggir kali dalam waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun hingga tak sempat lagi menjalankan shalat lima waktu. Didongengkan karena Wali Sanga sebagai tokoh Islam yang ma’rifat tidak perlu menjalankan Syariat Islam. Dengan kata lain, Wali Sanga didongengkan atas nama Islam tetapi isi ajaranya tetap Hindu dan Buddha.
Dapatlah di perkirakan dampaknya terhadap masyarakat pembaca, penulisan Sejarah Wali Sanga yang demikian melahirkan aliran Kejawen di Jawa Tenggah dan Jawa Timur sedangkan di Jawa Barat, aliran kesunden. Menolak ajaran Syariat Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah lebih mengutamakan “ajaran leluhur nenek moyang”. 

3.    Masuknya Islam ke Indonesia
Beberapa penulis sejarah mengira masuknya Islam ke Indonesia itu pada abad ke-13 Masehi. Akan tetapi, R.K.H. Abdullah meyakini bahwa datangnya Islam ke Asia Tenggara jauh lebih lama dari perkiraan tersebut. Menurutnya, hubungan perdagangan atau perniagaan antara Indonesia dan negeri Arab merupakan suatu jalinan hubungan sejarah yang telah terbentuk berabad-abad, jauh sebelumnya lahirnya Nabi Muhammad Saw.
Dijelaskan lebih lanjut, berabad-abad sebelum itu, kota-kota di Yaman telah mempunyai hubungan perdagangan luas dengan negeri-negeri lain. Sejak lebih dari 2000 tahun yang lalu, Bangsa Arab terus menerus mengadakan perdagangan yang luas ke luar negeri. Bangsa Arab merupakan wirausahawan perantara antara Eropa dengan negara-negara Afrika, India, Asia Tenggara dan Timur jauh, yaitu China dan Jepang. Adapun kehadiran wirausahawan Arab di daratan China karena Bangsa Arab memiliki bahtera niaga yang mampu mengarungi Samudra Arabia dan Persia. Dalam penulisan sejarah, dinyatakan kapal-kapal dagang pada masa kejayaan Islam Berlayar sampai Samudra Persia. Pada Peta Bumi karya Al-Biruni, 973 – 1048 M, pakar geografi Muslim menuliskan nama Samudra India sebenarnya adalah Samudra Persia nama sebelumnya. Hanya setelah negara imprialis Barat berkuasa, digantikanlah namanya menjadi Samudra India. Demikian pula nol meridian semula melintasi Makkah, sebagai petunjuk arah kiblat. Kemudian oleh kerajaan Prostetan Anglikan Inggris dialihkan melewati Greenwich London. Pelayaran wirausahawan Arab Muslim menempuh jalan laut niaga. Dari pulau Nikobar, Andaman, Maldiv, berlayar ke Malaka sebagai pusat niaga muslim di Asia Tenggara. Seluruh pantai lautan tersebut di atas, dahulu di bawah pengaruh wirniagawan Muslim yang dating dari Khalifah Mu’awiyah, 661-750 ketika pusat pemerintahanya di Damaskus kemudian di pesisir Sindu India, sudah tersebar pula agama Islam.
Kambai dan Gujarat di India merupakan pusat pedagang-pedagang atau wirausahawan dari Oman, Hadramaut dan Teluk Persia sejak masa sebelum lahirnya agama Islam yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Hal ini menjadi lebih kuat jika diingatkan bahwa pada abad ke-2M perdagangan dengan sailan atau Sri Langka sudah seluruhnya di tangan Bangsa Arab. Besar kemungkinan bahwa Islam dibawa para wirausahawan Arab ke Asia Tenggara pada abad pertama tarikh Hijriah atau abad ke-7 M. hal ini menjadi lebih kuat, menurut T.w. Arnold dalam The Preaching of Islam-Sejarah da’wah Islam pada Abad ke-2H perdagangan dengan Sailan atau Srilangka seluruhnya di tangan Bangsa Arab. Kekuatan Penyebaran Islam terletak pada (1) penguasaan pasar (2) kemasjidan dan pendidikan (3) kekuasaan politik dan kesultanan (4) penguasaan maritim dengan niaga lautnya (5) kesadaran Hukum Islam. Dari kelima masalah ini, masalah maritime atau kebaharian, jarang dituliskan sejarahnya oleh sejarawan muslim sendiri.
M. Fadhli Dzil Ikram,. S,Sy.

0 Response to "Deislamisasi Sejarah Indonesia"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

pasang