Al-Baqoroh 35-36
Minggu, 13 Mei 2018
Add Comment
{وَقُلْنَا
يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ
شِئْتُمَا وَلا تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ (35)
فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ عَنْهَا فَأَخْرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيهِ
وَقُلْنَا اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الأرْضِ مُسْتَقَرٌّ
وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ (36) }
Dan Kami berfirman, "Hai Adam, diamilah oleh
kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi
baik di mana saja yang kalian sukai, tetapi janganlah kamu dekati pohon ini,
yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim. Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan
dikeluarkan dari keadaan semula, dan Kami berfirman, "Turunlah kamu! Sebagian
kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi dan
kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan."
Allah Swt. berfirman memberitakan kehormatan yang dianugerahkan-Nya kepada
Adam, sesudah memerintahkan kepada para malaikat agar bersujud kepadanya, lalu
mereka sujud kepadanya kecuali iblis; bahwa Dia memperbolehkan baginya surga
untuk tempat tinggalnya di mana pun yang dikehendakinya. Adam boleh memakan
makanan yang dia sukai dengan leluasa, yakni dengan senang hati, berlimpah, dan
penuh dengan kenikmatan.
وَرَوَى
الْحَافِظُ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُوَيه، مِنْ حَدِيثِ مُحَمَّدِ بْنِ عِيسَى
الدَّامَغَانِيِّ، حَدَّثَنَا سَلَمَةُ بْنُ الْفَضْلِ، عَنْ مِيكَائِيلَ، عَنْ
لَيْثٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي ذَرٍ: قَالَ:
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ؛ أَرَيْتَ آدَمَ، أَنَبِيًّا كَانَ؟ قَالَ: "نَعَمْ،
نَبِيًّا رَسُولًا كَلَّمَهُ اللَّهُ قِبَلا فَقَالَ: {اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ
الْجَنَّةَ} "
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan dari hadis Muhammad ibnu Isa
Ad-Damigani, telah menceritakan kepada kami Saiamah ibnul Fadl. dari Mikail,
dari Lais, dari Ibrahim At-Taimi, dari ayahnya, dari Abu Zar yang menceritakan
hadis berikut: Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurutmu Adam,
apakah dia seorang nabi?" Rasul Saw. menjawab, "Ya, dia seorang nabi lagi
rasul, Allah berbicara dengannya secara terang-terangan, dan Allah berfirman,
'Diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini'."
Surga yang ditempati oleh Adam ini masih diperselisihkan, apakah surga yang
di langit atau surga yang di bumi? Kebanyakan ulama berpendapat yang pertama,
yakni surga yang di langit. Al-Qurtubi meriwayatkan dari golongan mu'tazilah dan
Qadariyah suatu pendapat yang mengatakan bahwa surga tersebut ada di bumi.
Mengenai pembahasan masalah ini secara rinci, insya Allah akan dikemukakan dalam
tafsir surat Al-A'raf.
Konteks ayat menunjukkan bahwa Siti Hawa diciptakan sebelum Adam memasuki
surga, hal ini telah dijelaskan oleh Muhammad ibnu Ishaq dalam keterangannya:
Ketika Allah telah selesai dari urusan-Nya mencaci iblis, lalu Allah kembali
kepada Adam yang telah Dia ajari semua nama-nama itu, kemudian berfirman,
"Hai Adam, sebutkanlah nama benda-benda itu," sampai dengan firman-Nya,
"Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana" (Al-Baqarah:
31-32).
Muhammad ibnu Ishaq melanjutkan kisahnya, "Setelah itu ditimpakan rasa kantuk
kepada Adam, menurut keterangan yang sampai kepada kami dari kaum ahli kitab
yang mempunyai kitab Taurat, juga dari kalangan ahli ilmu selain mereka yang
bersumber dari Ibnu Abbas dan lain-lainnya. Kemudian Allah mengambil salah satu
dari tulang iga sebelah kirinya dan menambal tempatnya dengan daging, sedangkan
Adam masih tetap dalam keadaan tidur, belum terbangun. Lalu Allah menjadikan
tulang iganya itu istrinya —yaitu Siti Hawa— berupa seorang wanita yang sempurna
agar Adam merasa tenang hidup dengannya.
Ketika tidur dicabut darinya dan Adam terbangun, ia melihat Siti Hawa telah
berada di sampingnya, lalu ia berkata —menurut apa yang mereka dugakan, tetapi
Allah-lah Yang lebih mengetahui kebenarannya—, "Oh dagingku, darahku, dan
istriku," lalu Adam merasa tenang dan tenteram bersamanya. Setelah Allah
mengawinkannya dan menjadikan rasa tenang dan tenteram dalam diri Adam, maka
Allah berfirman kepadanya secara langsung:
{يَا
آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ
شِئْتُمَا وَلا تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ
الظَّالِمِينَ}
Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah
makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah
kamu dekati pohon ini yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.
(Al-Baqarah: 35)
Menurut pendapat lain, penciptaan Siti Hawa terjadi sesudah Adam masuk surga,
seperti yang dikatakan oleh As-Saddi dalam salah satu riwayat yang
diketengahkannya dari Abu Malik dan dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, juga dari
Murrah, dari Ibnu Mas'ud serta dari sejumlah sahabat. Disebutkan, setelah iblis
diusir dari surga dan Adam ditempatkan di dalam surga, maka Adam berjalan di
dalam surga dengan perasaan kesepian karena tiada teman hidup yang membuat dia
merasa tenang dan tenteram dengannya. Kemudian Adam tidur sejenak. Setelah
terbangun, ternyata di dekat kepalanya terdapat seorang wanita yang sedang
duduk. Allahlah yang telah menciptakannya dari tulang iga Adam. Lalu Adam
bertanya kepadanya, "Siapakah kamu ini?" Hawa menjawab, "Seorang wanita." Adam
bertanya, "Mengapa engkau diciptakan?" Hawa menjawab, "Agar kamu merasa tenang
dan tenteram bersamaku." Para malaikat bertanya kepada Adam seraya menguji
pengetahuan yang dicapai oleh Adam, "Siapakah namanya hai Adam?" Adam menjawab,
"Dia bernama Hawa." Mereka bertanya lagi, "Mengapa dinamakan Hawa?" Adam
menjawab, "Sesungguhnya dia dijadikan dari sesuatu yang hidup." Allah Swt.
berfirman: Hai Adam, diamilah olehmu dan istrimu surga ini, dan makanlah
makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai.
(Al-Baqarah: 35)
***********
Adapun firman Allah Swt.:
{وَلا
تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ}
Hal ini merupakan pilihan dari Allah Swt. dan sengaja dijadikan-Nya sebagai
ujian buat Adam. Para ulama berbeda pendapat mengenai jenis pohon ini. As-Saddi mengatakan dari orang yang mendapat kisah dari Ibnu Abbas, bahwa
pohon yang dilarang oleh Allah didekati Adam adalah pohon anggur.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Sa'id ibnu Jubair, As-Saddi, Asy-Sya'bi,
Ja'dah ibnu Hubairah, dan Muhammad ibnu Qais. As-Saddi mengatakan dalam salah satu riwayatnya dari Abu Malik dan Abu Saleh,
dari Ibnu Abbas, juga dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud serta dari sejumlah sahabat
sehubungan dengan makna firman-Nya: dan janganlah kamu berdua dekati pohon
ini. (Al-Baqarah: 35) bahwa pohon tersebut adalah pohon anggur. Tetapi
orang-orang Yahudi menduga pohon tersebut adalah pohon gandum.
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Ismail ibnu Samurah Al-Ahmasi, telah menceritakan kepada kami Abu
Yahya Al-Hammani, telah menceritakan kepada kami Abun Nadr (yaitu Abu Umar
Al-Kharraz), dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa pohon yang
dilarang bagi Adam a.s. mendekatinya ialah pohon gandum.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah dan
Ibnul Mubarak, dari Al-Hasan ibnu Imarah, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id
ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa pohon tersebut adalah pohon
gandum. Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari seorang ahlul ilmi, dari Hajjaj, dari
Mujahid, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa pohon tersebut adalah pohon
gandum.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna ibnu Ibrahim,
telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada
kami Al-Qasim, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki dari kalangan Bani
Tamim, bahwa Ibnu Abbas pernah berkirim surat kepada Abul Jalad untuk menanyakan
tentang pohon yang dimakan oleh Adam dan pohon tempat Adam bertobat. Lalu Abul
Jalad membalas surat Ibnu Abbas yang isinya mengatakan, "Engkau menanyakan
kepadaku tentang pohon yang dilarang Nabi Adam mendekatinya ialah pohon gandum,
dan engkau menanyakan kepadaku tentang pohon tempat Nabi Adam bertobat di
bawahnya ialah pohon zaitun."
Demikian pula yang dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri, Wahab ibnu Munabbih,
Atiyyah Al-Aufi, Abu Malik, Muharib ibnu Disar dan Abdur Rahman ibnu Abu Laila.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari sebagian penduduk Yaman dari Wahab ibnu
Munabbih yang pernah mengatakan bahwa pohon tersebut adalah pohon gandum. Akan
tetapi, satu biji daripadanya di dalam surga sama dengan kedua paha sapi, lebih
lembut daripada zubdah dan rasanya lebih manis daripada madu. Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Husain, dari Abu Malik, sehubungan dengan
makna firman-Nya: Dan janganlah kamu dekati pohon ini. (Al-Baqarah: 35)
Pohon tersebut adalah pohon kurma. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya:
Dan janganlah kamu dekati pohon ini. (Al-Baqarah: 35) Pohon tersebut
adalah pohon tin. Hal yang sama dikatakan pula oleh Qatadah dan Ibnu Juraij.
Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah,
bahwa pohon tersebut bila dimakan oleh seseorang, maka orang yang bersangkutan
akan mengalami hadas, sedangkan hadas tidak layak di dalam surga. Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Abdur
Rahman ibnu Mihran yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Wahab ibnu Munabbih
berkata, "Setelah Allah menempatkan Adam dan istrinya di dalam surga, lalu Dia
melarangnya memakan buah tersebut Buah tersebut berasal dari suatu pohon yang
ranting-rantingnya lebat sekali hingga sebagian darinya bersatu dengan yang
lain. Buah pohon tersebut dimakan oleh para malaikat karena mereka ditakdirkan
kekal. Pohon inilah yang dilarang Allah dimakan oleh Adam dan istrinya."
Keenam pendapat di atas merupakan tafsir dari pohon tersebut. Imam Al-Allamah
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, pendapat yang benar dalam hal ini ialah yang
mengatakan bahwa sesungguhnya Allah Swt. telah melarang Adam dan istrinya untuk
memakan buah dari suatu pohon di dalam surga, tetapi bukan seluruh pohon surga,
dan ternyata Adam dan istrinya memakan buah yang terlarang baginya itu. Kami
tidak mengetahui jenis pohon apa yang terlarang bagi Adam itu secara tertentu,
karena Allah tidak memberikan suatu dalil pun bagi hamba-hamba-Nya yang
menunjukkan hal tersebut, baik di dalam Al-Qur'an maupun di dalam sunnah yang
sahih. Ada pula yang mengatakan bahwa pohon tersebut adalah pohon gandum,
pendapat yang lain mengatakan pohon anggur, dan pendapat yang lainnya lagi
mengatakan pohon tin. Memang, mungkin saja salah satu di antaranya ada yang
benar, tetapi hal ini merupakan suatu ilmu yang tidak membawa manfaat bagi orang
yang mengetahuinya, dan jika tidak mengetahuinya tidak akan membawa mudarat.
Hal yang sama dikuatkan pula oleh Ar-Razi di dalam kitab tafsirnya dan
kitab-kitab lainnya, yakni pendapat yang memisterikan nama pohon yang terlarang
itu, dan inilah pendapat yang benar.
***********
Firman Allah Swt.:
{فَأَزَلَّهُمَا
الشَّيْطَانُ عَنْهَا}
Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu. (Al-Baqarah:
36)
Dapat diinterpretasikan bahwa damir yang terdapat di dalam firman-Nya,
"'Anha," kembali ke surga. Atas dasar i'rab ini berarti makna ayat ialah
lalu keduanya dijauhkan oleh setan dari surga, demikianlah menurut bacaan Asim
(yakni fa-azalahuma).
Dapat juga diartikan bahwa damir tersebut kembali kepada matkur yang paling
dekat dengannya, yaitu asy-syajarah. Dengan demikian, berarti makna ayat
seperti yang dikatakan oleh Al-Hasan dan Qatadah ialah 'maka setan
menggelincirkan keduanya disebabkan pohon tersebut'. Pengertiannya sama dengan
makna firman-Nya:
يُؤْفَكُ
عَنْهُ مَنْ أُفِكَ}
Dipalingkan darinya (Rasul dan Al-Qur'an) orang yang dipalingkan.
(Adz-Dzariyat: 9)
Maksudnya, dipalingkan oleh sebab Rasul dan Al-Qur'an orang yang dipalingkan.
Karena itu, dalam ayat selanjutnya Allah berfirman:
{فَأَخْرَجَهُمَا
مِمَّا كَانَا فِيهِ}
dan keduanya dikeluarkan dari keadaan semula. (Al-Baqarah: 36)
Yakni dari semua kenikmatan, seperti pakaian, tempat tinggal yang luas,
rezeki yang berlimpah, dan kehidupan yang enak.
**********
{وَقُلْنَا
اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الأرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ
إِلَى حِينٍ}
dan Kami berfirman, "Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang
lain, dan bagi kalian ada tempat kediaman di bumi dan kesenangan hidup sampai
waktu yang dilentukan. (Al-Baqarah: 36)
Yaitu tempat tinggal, rezeki, dan ajal. Yang dimaksud dengan ila hin
ialah waktu yang terbatas dan yang telah ditentukan, kemudian terjadilah
kiamat. Ulama tafsir dari kalangan ulama Salaf —seperti As-Saddi dengan
sanad-sanadnya, Abul Aliyah, Wahab ibnu Munabbih, dan lain-lainnya— dalam
pembahasan ini telah mengetengahkan kisah-kisah israiliyat yang menceritakan
tentang ular dan iblis. Dijelaskan di dalamnya bagaimana iblis dapat memasuki
surga dan menggoda Adam. Hal ini insya Allah akan dijelaskan secara rinci dalam
tafsir surat Al-A'raf; kisah yang akan disebutkan di dalam tafsir surat Al-A'raf
jauh lebih panjang daripada yang ada dalam surat ini (Al-Baqarah).
Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan hal ini mengatakan:
حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ إِشْكَابَ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَاصِمٍ، عَنْ
سَعِيدِ بْنِ أَبِي عَرُوبة، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ أُبَيِّ بْنِ
كَعْبٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ
اللَّهَ خَلَقَ آدَمَ رَجُلًا طُوَالا كَثِيرَ شَعْرِ الرَّأْسِ، كَأَنَّهُ
نَخْلَةٌ سَحُوق، فَلَمَّا ذَاقَ الشَّجَرَةَ سَقَطَ عَنْهُ لِبَاسُهُ، فَأَوَّلُ
مَا بَدَا مِنْهُ عَوْرَتُهُ، فَلَمَّا نَظَرَ إِلَى عَوْرَتِهِ جَعَلَ يَشْتَد فِي
الْجَنَّةِ، فَأَخَذَتْ شَعْرَه شجرةٌ، فَنَازَعَهَا، فَنَادَاهُ الرَّحْمَنُ: يَا
آدَمُ، مِنِّي تَفِرُّ! فَلَمَّا سَمِعَ كَلَامَ الرَّحْمَنِ قَالَ: يَا رَبِّ، لَا
وَلَكِنِ اسْتِحْيَاءً"
telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Hasan ibnu Isykab, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnu Asim, dari Sa'id ibnu Abu Arubah, dari
Qatadah, dari Al-Hasan, dari Ubay ibnu Ka'b yang menceritakan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dalam bentuk
seorang lelaki yang berperawakan sangat tinggi lagi berambut lebat, seakan-akan
sama dengan pohon kurma yang rindang. Ketika dia memakan buah (terlarang)
itu, maka semua pakaiannya tertanggalkan darinya, dan yang mula-mula kelihatan
dari bagian anggota tubuhnya adalah kemaluannya. Ketika Adam melihat aurat
tubuhnya, maka ia berlari di dalam surga dan rambutnya menyangkut pada sebuah
pohon hingga menjebolnya. Lalu Tuhan yang Maha Pemurah memanggilnya, "Hai Adam,
apakah engkau lari dari-Ku?" Ketika Adam mendengar firman Allah Yang Maha
Pemurah, lalu ia berkata, "Wahai Tuhanku, aku tidak lari, tetapi aku merasa
malu."
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula:
حَدَّثَنِي
جَعْفَرُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ الْحَكَمِ الْقُومَشِيُّ سَنَةَ أَرْبَعٍ وَخَمْسِينَ
وَمِائَتَيْنِ، حَدَّثَنَا سُلَيْمُ بْنُ مَنْصُورِ بْنِ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ عَاصِمٍ، عَنْ سَعِيدٍ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَمَّا ذَاقَ
آدَمُ مِنَ الشَّجَرَةِ فَرَّ هَارِبًا؛ فَتَعَلَّقَتْ شَجَرَةٌ بِشَعْرِهِ،
فَنُودِيَ: يَا آدَمُ، أفِرارًا مِنِّي؟ قَالَ: بَلْ حَيَاء مِنْكَ، قَالَ: يَا
آدَمُ اخْرُجْ مِنْ جِوَارِي؛ فَبِعِزَّتِي لَا يُسَاكِنُنِي فِيهَا مَنْ عَصَانِي،
وَلَوْ خَلَقْتُ مِثْلَك مِلْءَ الْأَرْضِ خَلْقًا ثُمَّ عَصَوْنِي
لَأَسْكَنْتُهُمْ دَارَ الْعَاصِينَ"
telah menceritakan kepadaku Ja'far ibnu Ahmad ibnul Hakam Al-Qurasyi pada
tahun 254, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Mansur ibnu Ammar, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnu Asim, dari Sa'id ibnu Sa'id, dari Qatadah,
dari Ubay ibnu Ka'b yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Setelah Adam memakan buah terlarang itu, maka ia lari dan ada sebuah pohon
yang terkait pada rambutnya, kemudian diseru, "Hai Adam, apakah Engkau lari
dari-Ku?" Adam menjawab, "Tidak, melainkan karena malu kepada-Mu." Allah
berfirman, "Hai Adam, keluarlah kamu dari sisi-Ku, demi keagungan-Ku, Aku tidak
akan menempatkan di dalamnya (surga) orang yang durhaka kepada-Ku. Seandainya
Aku menciptakan makhluk yang semisal denganmu sepenuh bumi, lalu mereka durhaka
kepada-Ku, niscaya Aku akan menempatkan mereka di tempat tinggal orang-orang
yang durhaka (neraka)."
Hadis ini berpredikat garib, di dalam sanadnya terdapat inqita', bahkan i'dal
antara Qatadah dan Ubay ibnu Ka'b r.a. Al-Hakim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Bakuwaih,
dari Muhammad ibnu Ahmad ibnun Nadr, dari Mu'awiyah ibnu Amr, dari Zaidah, dari
Ammar ibnu Abu Mu'awiyah Al-Bajali, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang
telah menceritakan, "Tidak sekali-kali Adam tinggal di dalam surga melainkan
hanya antara salat Asar sampai dengan tenggelamnya matahari." Kemudian Al-Hakim
mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat Syaikhain, tetapi ternyata
Syaikhain tidak mengetengahkannya.
Abdur Rahman ibnu Humaid mengatakan di dalam kitab tafsir-nya, telah menceritakan kepada kami Rauh, dari Hisyam, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa Adam tinggal di dalam surga hanya selama sesaat di siang hari. Satu saat tersebut sama lamanya dengan 130 tahun hari-hari dunia.
Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas yang mengatakan bahwa Adam keluar dari surga pada pukul sembilan atau pukul sepuluh; ketika keluar, Adam membawa serta sebuah tangkai pohon surga, sedangkan di atas kepalanya memakai mahkota dari dedaunan surga yang diuntai sedemikian rupa merupakan untaian daun-daunan surga.
As-Saddi mengatakan bahwa Allah berfirman: Turunlah kalian semua dari
surga itu. (Al-Baqarah: 38) Maka turunlah mereka, sedangkan Adam turun di
India dengan membawa Hajar Aswad dan segenggam dedaunan surga, lalu ia
menaburkannya di India, maka tumbuhlah pepohonan yang wangi baunya. Sesungguhnya
asal mula wewangian dari India itu adalah dari segenggam dedaunan surga yang
ikut dibawa turun oleh Adam. Sesungguhnya Adam menggenggamnya hanya terdorong
oleh rasa penyesalan-nya karena ia dikeluarkan dari surga. Imran ibnu Uyaynah meriwayatkan dari Ata ibnus Saib, dari Sa'id ibnu Jubair,
dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Adam diturunkan di Dahna, salah satu
wilayah negeri India. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah
menceritakan kepada kami Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami
Jarir, dari Ata, dari Sa'id, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Adam
diturunkan di suatu daerah yang dikenal dengan nama Dahna, terletak di antara
Mekah dan Taif. Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa Adam diturunkan di India, sedangkan Siti
Hawa di Jeddah; dan iblis di Dustamisan yang terletak beberapa mil dari kota
Basrah, sedangkan ular diturunkan di Asbahan. Demikianlah riwayat Abu Hatim.
Muhammad ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad
ibnu Ammar ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sa'id ibnu
Sabiq, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Abu Qais, dari Az-Zubair ibnu
Addi, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Adam diturunkan di Safa, dan Hawa
diturunkan di Marwah. Raja ibnu Salamah mengatakan bahwa Adam a.s. diturunkan, sedangkan kedua
tangannya diletakkan pada kedua lututnya seraya menundukkan kepalanya. Iblis
diturunkan, sedangkan jari jemari tangannya ia satukan dengan yang lainnya
seraya mengangkat kepalanya ke langit.
Abdur Razzaq mengatakan bahwa Ma'mar pernah mengatakan, telah menceritakan
kepadanya Auf, dari Qasamah ibnu Zuhair, dari Abu Musa, "Sesungguhnya ketika
Allah menurunkan Adam dari surga ke bumi, terlebih dahulu Dia mengajarkan
kepadanya membuat segala sesuatu dan membekalinya dengan buah-buahan surga. Maka
buah-buahan kalian ini berasal dari buah-buahan surga, hanya bedanya buah-buahan
yang ini berubah, sedangkan buah-buahan surga tidak berubah."
قَالَ
الزُّهْرِيُّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ هُرْمُزَ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى الله عليه
وسلم: "خَيْرُ
يَوْمٍ طَلَعَتْ فِيهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، فِيهِ خُلِقَ آدَمُ، وَفِيهِ
أُدْخِلَ الْجَنَّةَ، وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا"
Az-Zuhri meriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Hurmuz Al-A'raj, dari Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sebaik-baik hari yang terbit
matahari padanya adalah hari Jumat. Pada hari Jumat Adam diciptakan, pada
hari Jumat pula ia dimasukkan ke dalam surga, dan pada hari Jumat pula ia
dikeluarkan darinya. (Riwayat Imam Muslim dan Imam Nasai)
Ar-Razi mengatakan, menurut sepengetahuannya di dalam ayat ini terkandung
makna peringatan dan ancaman yang besar terhadap semua perbuatan maksiat bila
ditinjau dari berbagai segi. Antara lain ialah bahwa orang yang menggambarkan
kejadian yang dialami oleh Nabi Adam hingga ia dikeluarkan dari surga hanya
karena telah melakukan kekeliruan yang kecil, niscaya ia sangat malu terhadap
perbuatan maksiat. Seorang penyair mengatakan:
يَا
نَاظِرًا يَرْنُو بِعَيْنَيْ رَاقِدٍ وَمُشَاهِدًا لِلْأَمْرِ غَيْرَ مُشَاهِدِ
...
تَصِلُ
الذُّنُوبَ إِلَى الذُّنُوبِ وَتَرْتَجِي ...
دَرَجَ الْجِنَانِ وَنَيْلَ فَوْزِ الْعَابِدِ ...
أَنَسِيتَ
رَبَّكَ حِينَ أَخْرَجَ آدَمًا ... مِنْهَا إِلَى
الدُّنْيَا بِذَنْبٍ وَاحِدِ ...
Wahai orang bermata yang memandang
dengan pandangan terpejam seperti orang tidur; dan wahai orang yang menyaksikan
suatu perkara, padahal dia tidak menyaksikannya. Dosa-dosa dihubungkan dengan
dosa-dosa lainnya, tetapi engkau mengharapkan untuk menaiki tangga surga dan
meraih keberuntungan ahli ibadah. Apakah engkau telah lupa kepada Tuhanmu yang
mengeluarkan Adam dari surga ke dunia karena hanya melakukan satu
dosa?
ولكننا سبي العدو فهل ترى ... نعود إلى أوطاننا ونسلم
Tetapi kita adalah tawanan musuh, maka
apakah kita dapat kembali ke tanah air kita dalam keadaan selamat,
menurutmu?
Ar-Razi meriwayatkan dari Fathul Mausuli yang pernah mengatakan bahwa kita
ini pada awalnya adalah kaum penghuni surga, kemudian kita ditawan oleh iblis ke
dunia. Maka tiadalah yang kita alami selain kesusahan dan kesedihan sebelum kita
dikembalikan ke rumah tempat kita dahulu dikeluarkan.
Apabila ada yang mengatakan, "Jika surga tempat Adam dikeluarkan berada di
langit, seperti yang dikatakan oleh jumhur ulama, maka mengapa iblis dapat
memasukinya, padahal dia telah diusir darinya untuk selama-lamanya, sedangkan
pengertian untuk selama-lamanya itu apakah tidak bertentangan dengan kisah
tersebut?" Sebagai jawabannya dapat dikatakan, "Memang pemikiran seperti inilah
yang dijadikan dalil bagi orang yang mengatakan bahwa surga yang dahulunya
ditempati oleh Adam berada di bumi bukan di langit, seperti yang kami jelaskan
secara rinci dalam permulaan kitab kami Al-Bidayah Wan Nihayah.
Sehubungan dengan pertanyaan tersebut jumhur ulama mengemukakan berbagai
jawaban, antara lain: Iblis memang dilarang masuk surga bila memasukinya secara
baik-baik. Jika dia memasukinya dengan mencuri-curi dan menyusup dengan cara
yang hina, tiada yang mencegahnya. Karena itu, ada sebagian dari mereka yang
mengatakan sebagaimana apa yang disebut di dalam kitab Taurat, bahwa iblis masuk
ke dalam surga melalui mulut ular yang ia masuki terlebih dahulu (lalu ular itu
masuk ke dalam surga).
Menurut sebagian ulama, dapat pula diinterpretasikan iblis menggoda keduanya
(Adam dan Hawa) dari luar pintu surga. Sebagian yang lainnya mengatakan bahwa
iblis menggoda keduanya dari bumi, sedangkan keduanya masih berada di dalam
surga di langit. Demikian menurut Az-Zamakhsyari dan lain-lainnya.
Al-Qurtubi dalam pembahasan ini mengetengahkan banyak hadis tentang kisah
ular dan membunuhnya serta penjelasan mengenai hukumnya, dan ternyata pembahasan
yang dikemukakannya itu baik lagi berfaedah.
Tafsir Ibnu Katsir
0 Response to "Al-Baqoroh 35-36"
Posting Komentar