Tafsir Isti'azah dan Hukum-hukumnya
Sabtu, 12 Mei 2018
Add Comment
Segolongan ulama ahli qurra dan
lain-lainnya mengatakan bahwa bacaan ta'awwuz dilakukan sesudah membaca
Al-Qur'an. Mereka mengatakan demikian berdasarkan makna lahiriah ayat, untuk
menolak rasa 'ujub sesudah melakukan ibadah. Orang yang berpendapat demikian
antara lain ialah Hamzah, berdasarkan apa yang telah ia nukil dari Ibnu Falufa
dan Abu Hatim As-Sijistani. Hal ini diriwayatkan oleh Abul Qasim Yusuf ibnu Ali
ibnu Junadah Al-Huzali Al-Magribi di dalam Kitabul 'Ibadah Al-Kamil. Ia
meriwayatkan pula melalui Abu Hurairah, tetapi riwayat ini berpredikat garib,
lalu dinukil oleh Muhammad ibnu Umar Ar-Razi di dalam kitab Tafsir-nya dari
Ibnu Sirin; dalam suatu riwayatnya ia mengatakan bahwa pendapat ini adalah
perkataan Ibrahim An-Nakha'i dan Daud ibnu Ali Al-Asbahani Az-Zahiri.
Al-Qurtubi meriwayatkan dari Abu
Bakar ibnu Arabi, dari sejumlah ulama, dari Imam Malik, bahwa si pembaca
mengucapkan ta’awwuz sesudah surat Al-Fatihah. Akan tetapi, Ibnul Arabi sendiri
menilainya garib (aneh).
Menurut pendapat ketiga, ta'awwut
dibaca pada permulaan bacaan Al-Qur'an dan pungkasannya. karena menggabungkan
kedua dalil. Demikianlah yang dinukil oleh Ar-Razi.
Akan tetapi, menurut pendapat yang
terkenal dan dijadikan pegangan oleh jumhur ulama, bacaan ta'awwuz hanya
dilakukan sebelum bacaan Al-Qur'an, untuk menolak godaan yang mengganggu
bacaan. Menurut mereka, makna ayat berikut:
فَإِذا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ
الشَّيْطانِ الرَّجِيمِ
Apabila kamu membaca Al-Qur'an, hendaklah kamu meminta
perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. (An-Nahl: 98)
ialah "apabila kamu hendak membaca
Al-Qur'an". Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman
Allah Swt. lainnya, yaitu:
إِذا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ
وَأَيْدِيَكُمْ
Apabila kalian hendak mengerjakan salat, maka basuhlah
muka dan tangan kalian. (Al-Maidah: 6)
Makna yang dimaksud ialah "bilamana kamu hendak
mengerjakan salat". Pengertian ini berdasarkan hadis yang menerangkan
tentangnya.
قَالَ الْإِمَامُ
أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ رَحِمَهُ اللَّهُ:حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ
بْنِ آتَشَ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ عَلِيٍّ
الرِّفَاعِيِّ الْيَشْكُرِيِّ، عَنْ أَبِي الْمُتَوَكِّلِ النَّاجِي، عَنْ أَبِي
سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم
إذا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَاسْتَفْتَحَ صَلَاتَهُ وكبَّر قَالَ: "
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ،
وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ ". وَيَقُولُ: " لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
" ثَلَاثًا، ثُمَّ يَقُولُ: " أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ،
مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، مِنْ هَمْزه ونَفْخِه ونَفْثه ".
Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnul Hasan ibnu Anas, telah menceritakan kepada kami
Ja'far ibnu Sulaiman, dari Ali ibnu Ali Ar-Rifa'i Al-Yasykuri, dari Abul
Muttawakil An-Naji. dari Abu Sa'id Al-Khudri yang menceritakan bahwa Rasulullah
Saw: bila mengerjakan salat di sebagian malam harinya membuka salatnya dengan
bertakbir, lalu mengucapkan: Mahasuci Engkau, ya Allah, dengan memuji kepada
Engkau, Mahasuci asma-Mu dan Maha Tinggi keagungan-Mu: tiada Tuhan selain
Engkau. Kemudian beliau mengucapkan, "Tidak ada Tuhan selain Allah," sebanyak
tiga kali, lalu membaca doa berikut: "Aku berlindung kepada Allah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari godaan setan yang terkutuk, yaitu dari
kesempitan, ketakaburan, dan embusan rayuannya."
Hadis ini diriwayatkan dalam empat kitab Sunan melalui
riwayat Ja'far ibnu Sulaiman, dari Ali ibnu Ali Ar-Rifa'i, Imam Turmuzi
mengatakan bahwa hadis ini paling masyhur dalam babnya. Imam Turmuzi
mengartikan istilah al-hamz dengan makna 'cekikan' atau 'kesempitan', an-nafakh
dengan 'takabur', dan an-nafas dengan makna 'embusan rayuan yang
mendorong seseorang mengeluarkan syairnya'.
Hadis ini sama dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam
Abu Daud dan Ibnu Majah melalui hadis Syu'bah, dari Amr ibnu Murah, dari Asim
Al-Gazzi, dari Nafi' ibnu Jabir Al-Mut'im, dari ayahnya yang menceritakan:
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ حِينَ دَخَلَ فِي الصَّلَاةِ قَالَ: «اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا
ثَلَاثًا، الْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا ثَلَاثًا، سُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً
وَأَصِيلًا ثَلَاثًا، اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الشَّيْطَانِ
الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ»
Aku melihat Rasulullah Saw. bila memulai salatnya
mengucapkan, "Allahu akbar kabiran" (Allah Mahabesar dengan
kebesaran yang sesungguhnya), "Alhamdu lillahi ka'siran"
(segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya), "Subhanallahi bukratan wa
asilan" (Mahasuci Allah di pagi dan petang hari) masing-masing tiga
kali; lalu, "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari
setan yang terkutuk, yaitu dari godaannya, sifat takaburnya, dan embusan
rayuannya."
Menurut Umar,
al-hamz artinya kesempitan,
nafakh artinya ketakaburan, dan nafas artinya syairnya yang
batil.
الَ ابْنُ مَاجَهْ:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْمُنْذِرِ، حَدَّثَنَا ابْنُ فُضيل، حَدَّثَنَا عَطَاءُ
بْنُ السَّائِبِ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ، عَنِ ابْنِ
مَسْعُودٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، وهَمْزه وَنَفْخِهِ
وَنَفْثِهِ ".
قَالَ: هَمْزُهُ: الْمَوْتَةُ، ونَفْثُه:
الشِّعْرُ، ونفخه: الكِبْر
Ibnu Majah mengatakan bahwa telah menceritakan kepada
kami Ali ibnul Munzir, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail, telah
menceritakan kepada kami Ata ibnus Sa'ib, dari Abu Abdur Rahman As-Sulami, dari
Ibnu Mas'ud, dari Nabi Saw.: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung
kepada Engkau dari setan yang terkutuk, yakni dari godaan, rayuan, dan
bisikannya.
Ibnu Majah mengatakan bahwa hamzihi artinya
cekikannya, nafkhihi artinya takaburnya, dan nafsihi adalah
syairnya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا
إِسْحَاقُ بْنُ يُوسُفَ، حَدَّثَنَا شَرِيكٌ، عَنْ يَعْلَى بْنِ عَطَاءٍ، عَنْ
رَجُلٍ حَدَّثَهُ: أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا أُمَامَةَ الْبَاهِلِيَّ يَقُولُ: كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ
كبَّر ثَلَاثًا، ثُمَّ قَالَ: " لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ " ثَلَاثَ
مَرَّاتٍ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ "، ثَلَاثَ مَرَّاتٍ. ثُمَّ
قَالَ: " أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، مِنْ هَمْزِهِ
وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Ishaq ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Syarik. dari Ya’la ibnu Ata,
dari seorang lelaki yang menceritakan kepadanya bahwa dia pernah mendengar Abu
Umamah Al-Bahili menceritakan: Apabila Rasulullah Saw. hendak mengerjakan
salatnya. terlebih dahulu membaca takbir tiga kali, lalu mengucapkan, "Tidak
ada Tuhan selain Allah" sebanyak tiga kali, dan "Mahasuci
Allah dan dengan memuji kepada-Nya"sebanyak tiga kali. Setelah itu
beliau berdoa, "Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk,
yaitu dari godaan, rayuan, dan bisikannya."
وَقَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى أَحْمَدُ
بْنُ عَلِيِّ بْنِ الْمُثَنَّى الْمَوْصِلِيُّ فِي مُسْنَدِهِ: حَدَّثَنَا عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ أَبَانَ الْكُوفِيُّ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ هِشَامِ
بْنِ الْبَرِيدِ عَنْ يَزِيدَ بْنِ زِيَادٍ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ،
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، قَالَ:
تَلَاحَى رَجُلَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَتَمزّع أَنْفُ أَحَدِهِمَا غَضَبًا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنِّي لِأَعْلَمُ شَيْئًا لَوْ قَالَهُ ذَهَبَ عَنْهُ
مَا يَجِدُ: أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ ".
Al-Hafiz Abu Ya’la Ahmad ibnu Ali ibnul Musanna
Al-Mausuli mengatakan di dalam kitab Musnad-nya bahwa telah menceritakan kepada
kami Abdullah ibnu Umar ibnu Aban Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Ali
ibnu Hisyam ibnul Barid, dari Yazid ibnu Ziad, dari Abdul Malik ibnu Umair,
dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Ubay ibnu Ka'b r.a. yang menceritakan:
Ada dua orang laki-laki beradu janggut (bertengkar) di hadapan Nabi Saw., lalu
salah seorang darinya mencabik-cabik hidung karena marah sekali. Maka
Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui
sesuatu; seandainya dia mengucapkannya, niscaya akan lenyaplah rasa emosinya
itu, yaitu, 'Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.”
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Imam Nasai di
dalam kitab Al-Yaumu wal Lailah, dari Yusuf ibnu Isa Al-Marwazi, dari
Al-Fadl ibnu Musa, dari Yazid ibnu Abul Ja'diyyah. Hadis ini diriwayatkan pula
oleh Imam Ahmad ibnu Hambal, dari Abu Sa'id, dari Zaidah dan Abu Daud, dari
Yusuf ibnu Musa, dari Jarir ibnu Abdul Hamid; juga oleh Imam Turmuzi dan Imam
Nasai di dalam kitab Al-Yaumu wal Lailah-nya, dari Bandar, dari Ibnu Mahdi,
dari As-Sauri.
Imam Nasai sendiri meriwayatkannya melalui hadis
Zaidah ibnu Qudamah, ketiga-tiganya dari Abdul ibnu Umair. dari Abdur Rahman
ibnu Abu Laila, dari Mu'az ibnu Jabal r.a. yang menceritakan, "Ada dua
orang lelaki bertengkar di hadapan Nabi Saw., lalu salah seorang dari mereka
tampak memuncak emosinya hingga terbayang olehku seakan-akan salah seorang dari
keduanya mencabik-cabik hidungnya karena tiupan amarah, lalu Rasulullah Saw.
bersabda:
اسْتَبَّ رَجُلَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَغَضِبَ أَحَدُهُمَا غضبا شديدا حتى يخيل إِلَيَّ أَنَّ
أَحَدَهُمَا يَتَمَزَّعُ أَنْفُهُ مِنْ شِدَّةِ غَضَبِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنِّي لِأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا
لَذَهَبَ عَنْهُ ما يجد من الغضب» فقال: مَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ:
يَقُولُ: «اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ» قال:
فجعل معاذ يأمره فأبى وَجَعَلَ يَزْدَادُ غَضَبًا
'Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui suatu
kalimat; seandainya dia mengucapkannya, niscaya akan lenyaplah amarah yang
menguasai dirinya'.”Mu'az ibnu
Jabal r.a. bertanya, "Apakah kalimat itu, wahai Rasulullah? 'Nabi Saw.
menjawab, "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari
godaan setan yang terkutuk." Perawi mengatakan, "Lalu Mu'az
memerintahkan orang yang meluap amarahnya itu untuk membacanya, tetapi dia
menolak, akhirnya dia makin bertambah emosi."
Demikianlah lafaz yang diketengahkan oleh Abu Daud.
Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat mursal; dengan kata lain,
Abdur Rahman ibnu Abu Laila belum pernah bersua dengan Mu'az ibnu Jabal karena Mu'az
telah meninggal dunia sebelum tahun 20 Hijriah. Menurut kami, barangkali Abdur Rahman ibnu Abu Laila
mendengar hadis ini dari Ubay ibnu Ka'b, sebagaimana keterangan yang lalu,
kemudian Ubay menyampaikan hadis ini dari Mu'az ibnu Jabal, karena sesungguhnya
kisah ini disaksikan bukan hanya oleh seorang sahabat. Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari
Al-A'masy, dari Addi ibnu Sabit yang menceritakan bahwa Sulaiman ibnu Sard r.a.
telah menceritakan:
اسْتَبَّ رَجُلَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ عِنْدَهُ جُلُوسٌ فَأَحَدُهُمَا يَسُبُّ صَاحِبَهُ
مُغْضَبًا قَدِ احْمَرَّ وَجْهُهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ «إِنِّي لِأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ
لَوْ قَالَ: «أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ» فَقَالُوا
لِلرَّجُلِ أَلَا تَسْمَعُ مَا يَقُولُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: إِنِّي لَسْتُ بِمَجْنُونٍ
Ada dua orang laki-laki bertengkar di hadapan Nabi
Saw. Ketika itu kami sedang duduk bersamanya. Salah seorang dari kedua lelaki
itu mencaci lawannya seraya marah, sedangkan wajahnya tampak memerah (karena
emosi). Maka Nabi Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku benar-benar
mengetahui suatu kalimat; seandainya dia mau mengucapkannya. niscaya akan
lenyaplah 'emosi yang membakarnya itu. Yaitu ucapan, 'Aku berlindung kepada
Allah dari godaan setan yang terkutuk'." Maka mereka (para sahabat)
berkata kepada lelaki yang emosi itu.”Tidakkah kamu mendengar apa yang
dikatakan oleh Rasulullah Saw?." Lelaki itu justru menjawab,
"Sesungguhnya aku tidak gila."
Imam Bukhari meriwayatkannya bersama Imam Muslim, Abu
Daud. dan Imam Nasai melalui berbagai jalur dari Al-A'masy dengan lafaz yang
sama.
Sehubungan dengan masalah isti'azah ini. banyak lagi
hadis yang cukup panjang bila dikemukakan dalam kitab ini. Bagi yang
menginginkan keterangan lebih lanjut, dipersilakan merujuk kepada kitab-kitab
"Zikir dan Keutamaan Beramal".
Telah diriwayatkan bahwa Malaikat Jibril a.s. —pada
waktu pertama kali menurunkan Al-Qur'an kepada Rasulullah Saw.—
memerintahkannya agar membaca isti'azah (ta'awwuz). Demikian menurut riwayat
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir, bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib.
telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami
Bisyr ibnu Imarah, telah menceritakan kepada kami Abu Rauq, dari Dahhak, dari
Abdullah ibnu Abbas yang menceritakan bahwa pada waktu pertama kali Malaikat
Jibril turun kepada Nabi Muhammad Saw., ia berkata, "Hai Muhammad,
mohonlah perlindungan (kepada Allah)!" Nabi Saw. bersabda, "Aku
memohon perlindungan kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari
godaan setan yang terkutuk." Kemudian Malaikat Jibril
berkata.”Ucapkanlah bismillahir rahmanir rahim." Selanjutnya Malaikat
Jibril berkata lagi, "Bacalah, dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah
menciptakan."
Abdullah ibnu Abbas mengatakan. hal tersebut merupakan
surat yang mula-mula diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw. melalui lisan
Malaikat Jibril. Asar ini berpredikat garib. sengaja kami ketengahkan
untuk dikenal, mengingat di dalam sanadnya terkandung kelemahan dan inqita'
(maqtu'). Jumhur ulama mengatakan bahwa membaca ta'awwuz
hukumnya sunat, bukan merupakan suatu keharusan yang mengakibatkan dosa bagi
orang yang meninggalkannya. Ar-Razi meriwayatkan dari Ata ibnu Abu Rabah yang
mengatakan wajib membaca ta'awwuz dalam salat dan di luar salat, yaitu bila
hendak membaca Al-Qur'an. Ibnu Sirin mengatakan, "Apabila seseorang membaca
ta'awwuz sekali saja dalam seumur hidupnya, hal ini sudah cukup untuk
menggugurkan kewajiban membaca ta'awwuz"
Ar-Razi mengemukakan hujahnya kepada Ata dengan makna
lahiriah ayat yang menyatakan, "Fasta'iz (maka mintalah perlindungan
kepada Allah)." Kalimat ini adalah kalimat perintah yang lahiriahnya
menunjukkan makna wajib, juga berdasarkan pengalaman yang dilakukan oleh Nabi
Saw. secara terus-menerus. Dengan membaca ta'awwuz, maka kejahatan setan dapat
ditolak. Suatu hal yang merupakan kesempurnaan bagi hal yang wajib, hukumnya
wajib pula. Karena membaca ta'awwuz merupakan hal yang lebih hati-hati,
sedangkan sikap hati-hati itu merupakan suatu hal yang dapat melahirkan hukum
wajib.
Sebagian ulama mengatakan bahwa membaca ta'awwuz pada awal mulanya diwajibkan
kepada Nabi Saw., tetapi tidak kepada umatnya. Diriwayatkan dari Imam Malik
bahwa dia tidak membaca ta'awwuz dalam salat fardunya; tetapi ta'awwuz dibaca
bila mengerjakan salat sunat Ramadan pada malam pertama. Imam Syafii di dalam kitab Al-Imla mengatakan bahwa bacaan ta'awwuz
dinyaringkan; tetapi jika dipelankan, tidak mengapa. Di dalam kitab Al-Umm
disebutkan boleh memilih, karena Ibnu Umar membacanya dengan pelan, sedangkan
Abu Hurairah membacanya dengan suara nyaring. Tetapi bacaan ta'awwuz selain pada
rakaat pertama masih diperselisihkan di kalangan mazhab Syafii, apakah
disunatkan atau tidak, ada dua pendapat, tetapi yang kuat mengatakan tidak
disunatkan.
Apabila orang yang membaca ta'awwuz mengucapkan, "A'uzu billahi minasy
syaitanir rajim (aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk),"
maka kalimat tersebut dinilai cukup menurut Imam Syafii dan Imam Abu
Hanifah. Sebagian dari kalangan ulama ada yang menambahkan lafaz As-Sami'ul 'alim
(Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui), sedangkan yang lainnya bahkan
menambahkan seperti berikut: "Aku berlindung kepada Allah dari setan yang
terkutuk, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui," menurut
As-Sauri dan Al-Auza'i.
Diriwayatkan oleh sebagian dari mereka bahwa dia mengucapkan, "Aku memohon
perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk," agar sesuai dengan
apa yang diperintahkan oleh ayat dan berdasarkan kepada hadis Dahhak, dari Ibnu
Abbas, yang telah disebutkan tadi. Akan tetapi, lebih utama mengikuti
hadis-hadis sahih seperti yang telah disebutkan.
Membaca ta'awwuz dalam salat hanya dilakukan untuk membaca Al-Qur'an, menurut
pendapat Abu Hanifah dan Muhammad. Sedangkan Abu Yusuf mengatakan bahwa ta'awwuz
dibaca untuk menghadapi salat itu sendiri. Berdasarkan pengertian ini. berarti
makmum membaca ta'awwuz sekalipun imam tidak membacanya. Dalam salat Id (hari
raya), ta'awwuz dibaca sesudah takbiratul ihram dan sebelum takbir salat hari
raya. Sedangkan menurut jumhur ulama sesudah takbir Id dan sebelum bacaan
Al-Fatihah dimulai. Termasuk faedah membaca ta'awwuz ialah untuk membersihkan apa yang telah
dilakukan oleh mulut, seperti perkataan yang tak berguna dan kata-kata yang
jorok, untuk mewangikannya sebelum membaca Kalamullah. Bacaan ta'awwuz dimaksudkan untuk memohon pertolongan kepada Allah dan
mengakui kekuasaan-Nya, sedangkan bagi hamba yang bersangkutan merupakan
pengakuan atas kelemahan dan ketidakmampuannya dalam menghadapi musuh bebuyutan
tetapi tidak kelihatan, tiada seorang pun yang dapat menyangkal dan menolaknya
kecuali hanya Allah yang telah menciptakannya. Setan tidak boleh diajak bersikap
baik dan tidak boleh berbaik hati kepadanya. Lain halnya dengan musuh dari jenis
manusia (kita boleh bersikap seperti itu), sebagaimana yang disebutkan oleh
beberapa ayat Al-Qur'an dalam tiga tempat, dan Allah Swt. telah berfirman:
إِنَّ
عِبادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطانٌ وَكَفى بِرَبِّكَ وَكِيلًا
Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan
cukuplah Tuhanmu sebagai penjaga. (Al-Isra: 65)
Malaikat pernah turun untuk memerangi musuh yang berupa manusia. Barang siapa
terbunuh oleh musuh yang kelihatan (yakni manusia), maka ia mati syahid. Barang
siapa terbunuh oleh musuh yang tidak kelihatan, maka ia adalah orang yang mati
dalam keadaan terlaknat. Barang siapa yang dikalahkan oleh musuh yang tampak,
maka ia adalah orang yang diperbudak. Barang siapa yang dikalahkan oleh musuh
yang tidak kelihatan, maka ia adalah orang yang terfitnah atau berdosa.
Mengingat setan dapat melihat manusia, sedangkan manusia tidak dapat melihatnya,
maka manusia dianjurkan agar memohon perlin-dungan kepada Tuhan yang melihat
setan, sedangkan setan tidak dapat melihat-Nya.
Fasal Isti'adzah
Isti'adzah artinya memohon perlindungan kepada Allah dan bernaung di bawah
lindungan-Nya dari kejahatan semua makhluk yang jahat. Pengertian meminta
perlindungan ini adakalanya dimaksudkan untuk menolak kejahatan dan adakalanya
untuk mencari kebaikan, seperti pengertian yang terkandung di dalam perkataan
Al-Mutanabbi (salah seorang penyair), yaitu:
يَا
مَنْ أَلُوذُ بِهِ فِيمَا أُؤَمِّلُهُ ... وَمَنْ
أَعُوذُ بِهِ مِمَّنْ أُحَاذِرُهُ
لَا
يَجْبُرُ النَّاسُ عَظْمًا أَنْتَ كَاسِرُهُ ...
وَلَا يَهِيضُونَ عَظْمًا أَنْتَ جابره
Wahai orang yang aku berlindung
kepadanya untuk memperoleh apa yang aku cita-citakan, dan wahai orang yang aku
berlindung kepadanya untuk menghindar dari semua yang aku takutkan. Semua orang
tidak akan dapat mengembalikan keagungan (kebesaran) yang telah engkau
hancurkan, dan mereka tidak dapat menggoyahkan kebesaran yang telah engkau
bangun.
Makna a'uzu billahi minasy syaitanir rajim adalah "aku berlindung di
bawah naungan Allah dari godaan setan yang terkutuk agar setan tidak dapat
menimpakan mudarat pada agamaku dan duniaku, atau agar setan tidak dapat
menghalang-halangi diriku untuk mengerjakan apa yang.diperintahkan kepadaku,
atau agar setan tidak dapat mendorongku untuk mengerjakan hal-hal yang dilarang
aku mengerjakannya".
Sesungguhnya tiada seorang pun yang dapat mencegah setan terhadap manusia
kecuali hanya Allah. Karena itu, Allah Swt. memerintahkan agar kita bersikap
diplomasi terhadap setan manusia dan berbasa-basi terhadapnya dengan mengulurkan
kebaikan kepadanya dengan tujuan agar ia kembali kepada wataknya yang asli dan
tidak mengganggu lagi. Allah memerintahkan agar kita meminta perlindungan
kepada-Nya dari setan yang tidak kelihatan, mengingat setan yang tidak kelihatan
itu tidak dapat disuap serta tidak terpengaruh oleh sikap yang baik, bertabiat
jahat sejak pembawaan, dan tiada yang dapat mencegahnya terhadap diri kita
kecuali hanya Tuhan yang menciptakannya. Demikian pengertian yang terkandung di dalam ketiga ayat Al-Qur'an. yang
sepengetahuanku tidak ada ayat keempat yang semakna dengannya, maka firman Allah
swt. dalam surat Al-A'raf:
خُذِ
الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجاهِلِينَ
Hal ini berkaitan dengan sikap terhadap musuh yang terdiri atas kalangan manusia. Kemudian Allah Swt. berfirman:
وَإِمَّا
يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطانِ نَزْغٌ
فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan setan, maka berlindunglah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-A'raf:
200)
ادْفَعْ
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ نَحْنُ أَعْلَمُ بِما يَصِفُونَ. وَقُلْ
رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزاتِ الشَّياطِينِ وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ
يَحْضُرُونِ
Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik, Kami lebih
mengetahui apa yang mereka sifatkan. Dan katakanlah.”Ya Tuhanku, aku berlindung
kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan. Dan aku berlindung (pula) kepada
Engkau, ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku." (Al-Mu’minun:
96-98)
وَلا
تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا
الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَداوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ. وَما يُلَقَّاها
إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَما يُلَقَّاها إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ. وَإِمَّا
يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ
السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan
cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada
permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang
baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar, dan tidak
dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan besar.
Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan
kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
(Fushshilat: 34-36)
Kata syaitan menurut istilah bahasa berakar dari kata syatana (شَطَنَ) , artinya "apabila jauh".
Watak setan memang jauh berbeda dengan watak manusia; dengan kefasikannya, setan
jauh dari semua kebaikan. Menurut pendapat lain ia berakar dari kata syata (شَاطَ), karena ia diciptakan dari
api. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa kedua makna tersebut benar,
tetapi makna pertama lebih sahih karena diperkuat oleh perkataan orang-orang
Arab. Umayyah ibnu Abus Silt dalam syairnya menceritakan anugerah yang
dilimpahkan kepada Nabi Sulaimana.s.:
أَيُّمَا
شَاطِنٍ عَصَاهُ عَكَاهُ ... ثُمَّ يُلْقَى فِي
السِّجْنِ وَالْأَغْلَالِ
Barang siapa (di antara setan) berbuat
durhaka terhadapnya, niscaya dia (Nabi Sulaiman) menangkapnya, kemudian
memenjarakannya dalam keadaan dibelenggu.
نَأَتْ بِسُعَادٍ عَنْكَ نَوًى شَطُونُ ... فَبَانَتْ والفؤادُ بِهَا رَهِينُ
Kini Su'ad berada jauh darimu,
nun
jauh di sana ia
tinggal, dan kini hariku selalu teringat kepadanya.
Nabigah mengatakan bahwa Su'ad kini berada di tempat yang sangat jauh.
Imam Sibawaih mengatakan bahwa orang Arab mengatakan tasyaitana fulanun (تَشَيْطَنَ فُلَانٌ), artinya "si Fulan melakukan
perbuatan seperti perbuatan setan". Seandainya kata syaitan ini berasal dari
kata syata, niscaya mereka (orang-orang Arab) akan mengatakannya tasyayyata (تشيط).
Dengan demikian. dapat disimpulkan bahwa yang benar adalah lafaz syaitan
berakar dari kata syatana yang berarti "jauh". Karena itu, mereka menamakan
setiap orang —baik dari kalangan manusia, jin, ataupun hewan— yang bersikap
membangkang tidak mau taat dengan sebutan "setan".
Allah Swt. berfirman:
وَكَذلِكَ
جَعَلْنا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَياطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي
بَعْضُهُمْ إِلى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوراً
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu
setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin. Sebagian mereka
membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk
menipu (manusia). (Al-An'am: 112)
Di dalam Musnad Imam Ahmad disebutkan dari Abu Zar r.a. yang
menceritakan:
قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يَا أَبَا ذَرٍّ، تَعَوَّذْ
بِاللَّهِ مِنْ شَيَاطِينِ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ "، فقلت: أو للإنس شَيَاطِينُ؟
قَالَ: " نَعَمْ "
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Abu Zar pula bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«يَقْطَعُ
الصَّلَاةَ الْمَرْأَةُ وَالْحِمَارُ وَالْكَلْبُ الْأَسْوَدُ» فَقُلْتُ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ مَا بَالُ الْكَلْبِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْأَحْمَرِ وَالْأَصْفَرِ؟
فَقَالَ: «الْكَلْبُ الْأَسْوَدُ شَيْطَانٌ»
Yang memutuskan salat ialah wanita. keledai, dan anjing hitam." Aku
bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah bedanya antara anjing hitam, anjing merah,
dan anjing kuning?' Nabi Saw. Menjawab: anjing hitam itu adalah
setan.
Ibnu Wahb mengatakan bahwa telah menceritakan kepadanya Hisyam ibnu Sa'd,
dari Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya, bahwa Khalifah Umar pernah mengendarai
seekor kuda birzaun. Ternyata kuda itu melangkah dengan langkah-langkah yang
sombong, maka Umar memukulinya, tetapi hal itu justru makin menambah
kesombongannya. Umar turun darinya dan berkata, "Kalian tidak memberikan
kendaraan kepadaku kecuali kendaraan setan, dan tidak sekali-kali aku turun
darinya melainkan setelah aku ingkar terhadap diriku sendiri." Sanad asar ini
sahih.
Ar-rajim adalah wazan fa'il, tetapi bermakna mafid, artinya "setan itu
terkutuk dan jauh dari semua kebaikan", sebagaimana pengertian yang terkandung
di dalam firman-Nya:
{وَلَقَدْ
زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا
لِلشَّيَاطِينِ}
Sesungguhnya Kami menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan
Kami jadikan bintang-bintang itu alat pelempar setan. (Al-Mulk: 5)
{إِنَّا
زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ * وَحِفْظًا مِنْ كُلِّ
شَيْطَانٍ مَارِدٍ * لَا يَسَّمَّعُونَ إِلَى الْمَلإ الأعْلَى وَيُقْذَفُونَ مِنْ
كُلِّ جَانِبٍ * دُحُورًا وَلَهُمْ عَذَابٌ وَاصِبٌ * إِلا مَنْ خَطِفَ الْخَطْفَةَ
فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ ثَاقِبٌ}
Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang terdekat dengan hiasan,
yaitu bintang-bintang, dan (telah memeliharanya) sebenar-benarnya dari setiap
setan yang sangat durhaka. Setan-setan itu tidak dapat mendengar-dengarkan
(pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru, untuk
mengusir mereka, dan bagi mereka siksaan yang kekal. Akan tetapi, barang siapa
(di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan), maka ia dikejar oleh suluh
api yang cemerlang. (Ash-Shaffat: 6-10)
{وَلَقَدْ
جَعَلْنَا فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا وَزَيَّنَّاهَا لِلنَّاظِرِينَ * وَحَفِظْنَاهَا
مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ رَجِيمٍ * إِلا مَنِ اسْتَرَقَ السَّمْعَ فَأَتْبَعَهُ
شِهَابٌ مُبِينٌ}
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang (di langit) dan
Kami telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang memandang(nya), dan Kami
menjaganya dari tiap-tiap setan yang terkutuk, kecuali setan yang mencuri-curi
(berita) yang dapat didengar (dari malaikat), lalu dia dikejar oleh semburan api
yang terang. (Al-Hijr: 16-18)
Masih banyak lagi ayat-ayat lainnya. Pendapat lain mengatakan bahwa rajim
bermakna rajam, karena setan merajam manusia dengan godaan dan rayuannya. Akan
tetapi. makna yang pertama lebih terkenal dan lebih sahih.
Tafsir Ibnu katsir
0 Response to "Tafsir Isti'azah dan Hukum-hukumnya"
Posting Komentar