Tafsir Al-Fatiha Ayat 2
Sabtu, 12 Mei 2018
Add Comment
الْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ (2)
Segala puji bagi Allah,
Tuhan semesta alam.
Menurut Qira’ah Sab'ah, huruf dal dalam firman-Nya,
"alhamdu lillahi," dibaca dammah, terdiri atas mubtada dan
khabar.Diriwayatkan dari Sufyan ibnu Uyaynah dan Rubah ibnul Ajjaj, keduanya
membacanya menjadi alhamda lillahi (الْحَمْدَ لِلَّهِ) dengan huruf dal yang di-fathah-kan karena menyimpan
fi’l. Ibnu Abu Ablah membacanya alhamdulillah dengan huruf dal dan
lam yang di-dammah-kan kedua-duanya karena yang kedua diikutkan kepada
huruf pertama dalam harakat. Ia mempunyai syawahid (bukti-bukti) yang menguatkan
pendapatnya ini, tetapi dinilai syaz (menyendiri). Diriwayatkan dari Al-Hasan dan Zaid ibnu Ali bahwa keduanya membacanya
alhamdi lillahi dengan membaca kasrah huruf dal karena diseragamkan dengan
harakat huruf sesudahnya.
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa makna alhamdulillah ialah "segala
syukur hanyalah dipersembahkan kepada Allah semata, bukan kepada apa yang
disembah selain-Nya dan bukan kepada semua apa yang diciptakan-Nya, sebagai
imbalan dari apa yang telah Dia limpahkan kepada hamba-hamba-Nya berupa segala
nikmat yang tak terhitung jumlahnya". Tiada seorang pun yang dapat menghitung
semua bilangannya selain Dia semata. Nikmat itu antara lain adalah tersedianya
semua sarana untuk taat kepada-Nya, kemampuan semua anggota tubuh yang
ditugaskan untuk mengerjakan hal-hal yang difardukan oleh-Nya. Selain itu Dia
menggelarkan rezeki yang berlimpah di dunia ini buat hamba-Nya dan memberi
mereka makan dari rezeki tersebut sebagai nikmat kehidupan buat mereka, padahal
mereka tidak memilikinya. Dia mengingatkan dan menyeru mereka agar semuanya itu
dijadikan sebagai sarana buat mencapai kehidupan yang abadi di dalam surga yang
penuh dengan kenikmatan yang kekal untuk selama-lamanya. Maka segala puji
hanyalah bagi Tuhan kita atas semua itu sejak permulaan hingga akhir.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa alhamdulillah adalah pujian yang digunakan oleh
Allah untuk memuji diri-Nya sendiri. termasuk di dalam pengertiannya ialah Dia
memerintahkan hamba-Nya untuk memanjatkan puji dan sanjungan kepada-Nya.
Seakan-akan Allah Swt. bermaksud, "Katakanlah oleh kalian, 'Segala puji hanyalah
bagi Allah'!" Ibnu Jarir mengatakan, adakalanya dikatakan "sesungguhnya ucapan seseorang
yang mengatakan alhamdulillah merupakan pujian yang ditujukan kepada-Nya dengan
menyebut asma-Nya yang terbaik dan sifat-Nya Yang Maha Tinggi". Sedangkan ucapan
seseorang "segala syukur adalah milik Allah" merupakan pujian kepada-Nya atas
nikmat dan limpahan rahmat-Nya.
Kemudian Ibnu Jarir mengemukakan bantahannya yang kesimpulannya adalah "semua
ulama bahasa Arab menyamakan makna antara alhamdu dan asy-syukru (antara puji
dan syukur)". Pendapat ini dinukil pula oleh As-Sulami, yaitu pendapat yang
mengatakan bahwa puji dan syukur adalah sama pengertiannya, dari Ja'far As-Sadiq
dan Ibnu Ata. dari kalangan ahlu tasawwuf. Ibnu Abbas mengatakan bahwa ucapan
"segala puji bagi Allah" merupakan kalimat yang diucapkan oleh semua orang yang
bersyukur. Al-Qurtubi menyimpulkan dalil yang menyatakan kebenaran orang yang
mengatakan bahwa kalimat alhamdulillah adalah ungkapan syukur, dia nyatakan ini
terhadap Ibnu Jarir. Pendapat inilah yang dikatakan oleh Ibnu Jarir masih perlu
dipertimbangkan dengan alasan bahwa telah dikenal di kalangan mayoritas ulama
muta-akhkhirin bahwa alhamdu adalah pujian dengan ucapan terhadap yang dipuji
dengan menyebutkan sifat-sifat lazimah dan yang muta'addiyah bagi-Nya, sedangkan
asy-syukru tidaklah diucapkan melainkan hanya atas sifat yang muta'addiyah saja.
Terakhir adakalanya diucapkan dengan lisan atau dalam hati atau melalui sikap
dan perbuatan. sebagaimana pengertian yang terkandung di dalam perkataan seorang
penyair:
أَفَادَتْكُمُ
النَّعْمَاءُ مِنِّي ثَلَاثَةً: ... يَدِي
وَلِسَانِي وَالضَّمِيرُ الْمُحَجَّبَا
Nikmat paling berharga yang telah
kalian peroleh dariku ada tiga macam, yaitu melalui kedua tanganku, lisanku, dan
hatiku yang tidak tampak ini.
Akan tetapi, mereka berselisih pendapat mengenai yang paling umum maknanya di
antara keduanya, pujian ataukah syukur. Ada dua pendapat mengenainya. Menurut
penyelidikan, terbukti memang di antara keduanya terdapat pengertian khusus dan
umum. Alhamdu lebih umum pengertiannya daripada asy-syukru, yakni bila dipandang
dari segi pengejawantahannya. Dikatakan demikian karena alhamdu ditujukan kepada
sifat yang lazimah dan yang muta'addiyah. Engkau dapat mengatakan, "Aku puji
keberaniannya," dan "Aku puji kedermawanannya," hanya saja pengertiannya lebih
khusus karena hanya diungkapkan melalui ucapan. Lain halnya dengan asy-syukru
yang pengertiannya lebih umum bila dipandang dari segi pengejawantahannya
(realisasinya) karena dapat diungkapkan dengan ucapan. perbuatan. dan niat.
seperti yang telah dijelaskan tadi. Asy-syukur dinilai lebih khusus karena hanya
diungkapkan terhadap sifat muta'addiyah saja, tidak dapat dikatakan, "Aku
mensyukuri keberaniannya," atau "Aku mensyukuri kedermawanan dan kebajikannya
kepadaku." Demikianlah menurut catatan sebagian ulama muta-akhkhirin. Abu Nasr Ismail ibnu Hammad Al-Jauhari mengatakan, pengertian alhamdu
merupakan lawan kata dari azzam (celaan). Dikatakan hamdihir rajula, alhamduhu
hamdan wamahmadah (aku memuji lelaki itu dengan pujian yang setinggi-tingginya);
bentuk fail-nya ialah hamid, dan bentuk mafid-nya ialah mahmud.
Lafaz tahmid mempunyai makna lebih kuat daripada alhamdu. sedangkan alhamdu
lebih umum pengertiannya daripada asy-syukru. Abu Nasr mengatakan sehubungan
dengan makna asy-syukru, yaitu "sanjungan yang ditujukan kepada orang yang
berbuat baik sebagai imbalan dari kebaikan yang telah diberikannya". Dikatakan
syakar-tuhu atau syakartu lahu artinya "aku berterima kasih kepadanya", tetapi
yang memakai lam lebih fasih. Sedangkan makna al-madah lebih umum daripada
alhamdu, karena pengertian al-madah (pujian) dapat ditujukan kepada orang hidup.
orang mati, juga terhadap benda mati, sebagaimana pujian terhadap makanan,
tempat, dan lain sebagainya; dan al-madah dapat dilakukan sebelum dan sesudah
kebaikan, juga dapat ditujukan kepada sifat yang lazimah dan yang muta'addiyyah.
Dengan demikian, berarti al-madah lebih umum pengertiannya (dari-pada
alhamdu).
Tafsir Ibnu Katsir
0 Response to "Tafsir Al-Fatiha Ayat 2"
Posting Komentar