Sosiologi Keluarga dalam Islam


Keberhasilan atau kegagalan menajalankan fungsi dapat kita pahami dari realitas atau kenyataan sosial yang terjadi, kenyataan itu merupakan wujud dan hasil dari tindakan sosial dan individu-individu (unsur) keluarga. Pemahaman lebih lanjut dari tindakan sosial tersebut bisa juga ditelusuri maknanya dari hal-hal atau segala sesuatu dibalik tindakan. Hal-hal tersbut berupa nilai sosial, kepercayaan, sikap dan tujuan, yang semuanya itu menajdi penunttun tidnakan seorang individu atas nama dirinya sendiri maupunkeluarga dalam mewujudkan cita-cita atau sebaliknya gagal mencapai yang diinginkan.

Adapun keluarga sendiri mempunyai arti yang merupakan satu kumpulan yang dihubungjan dan ddipertemukan melalui pertalian/hubngan darah, perkawinan atau melalui adopsi (pengambilan) anak anagkat. Scara umum, keluarga inti yangh kita kenal,memeiliki komposisi unsur yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak. Hubungan-hubungan sosial keluarga berlangsung intim berdasarkan ikatan perasaan dan batin yang kuat, dimana orang tua berperan mengawasi serta memotivasi untuk mengembangkan tanggung jawab sosial dalam keluarga dan masyarakat.
Burges (dalam Eshleman) mengemukakan tentang karakteristik keluarga secara umum sebagai berikut:

1. Keluarga terdiri dari orang-orang yang terikat oleh perkawinan, hubungan sarah dan adopsi
2.  Anggota keluarga hidup bersama dibawh satu atap (rumah) merupakan satuan rumah tangga atau mereka menganggapnya sebagai rumah sendiri.
3. Keluarga terdiri atas orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi satu dengan yang lain menurut peranan msing-masing, seperti misalnya sebagai suami, isteri, ayah, ibu, anak laki-laki, anak perempuan, kakak atau adik laki-laki atau perempuan.
4. Keluarga menghidupkan kebiasaan dan budaya tertentu yang diturunkan dar budaya umum (masyarakat) dan keluarga sering kali memperaktikannya sendiri dalam bentuk tertentu.

Sehingga bisa kita simpulkan bahwa sosiologi keluarga adalah ilmu pengetahuan kemasyarakatan yang mempelajari pembentukan keluarga, hubungan dan pengaruh timbal balik dari aneka macam gejala sosial terkait dengan hubungan antar dan interaksi individu atau sebaliknya, struktur sosial, proses-proses dan perubahan sosial, tindakan sosial, perilaku sosial serta aspek-aspek kelompok maupun produk kehidupan kelompok. Kemudian dalam agama islam sendiri sering kita lihat bagaimana islam memandang tentang keluarga adalah ruhnya sosial baik dalam ruang lingkup sempit ataupun luas, sehingga bahwa kehidupan sosial yang paling kecil dan inti adalah keluarga.

Mengingat begitu pentingnya peranan keluarga dalam menciptakan masyarakat yang baik dan sejahtera maka Islam memberikan perhatian yang sangat besar pada pembinaan keluarga. Oleh karena itu sosiologi keluarga perlu mempunyai sebuah instrumen penting dalam masyarakat, sehingga pembinaan dan pengamalan dalam keluarga akan terjalin dengan baik dan benar, namun apabila sebaliknya maka yang terjadi adalah kemutahilan akan terwujudnya sebuah tatanan masyarakat idaman yang bermula dari keluarga.

Dalam al-Qur’an terdapat banyak ayat-ayat yang menerangkan konsep dalam membangun keluarga yang sejahtera. Al-Quran menginginkan semua manusia dan umat Islam khususnya hidup berumah tangga yang bahagia seperti yang dicontohkan oleh Nabi SAW.
Al-Qur’an menjelaskan tentang bagaimana dalam keluarga untuk saling menjaga dan memberikan pendidikan sebagai bekal dalam kehidupan bermuamalah (bermasyarakat), seperti dalam surat At-Tarhim ayat 6 yang berbunyi:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."  (Q.S. At-Tahrim: 6)

Dalam penjelasannya bahwa pasa ayat keenam dari surat At-Tarhim  menggambarkan bahwa dakwah dan pendidikan harus bermula dari rumah. Ayat di atas walau secara redaksional dan tekstual tertuju kepada kaum pria (ayah), tetapi itu bukan berarti tertuju kepada mereka. Kemudian bahwa ayat ini pula tertuju kepada perempuan dan lelaki (ibu dan ayah) sebagaimana ayat yang serupa (misalnya ayat yang memerintahkan berpuasa) yang juga tertuju kepada lelaki dan perempuan.

Sehingga hal ini berarti kedua orang tua bertanggung jawab penuh terhadap anak-anak dan juga terhadap pasangan masing-masing, sebagaimana masing-masing bertanggung jawab atas kelakuannya. Dengan begitu tanggung jawab ayah atau ibu sendiri tidak cukup untuk menciptakan satu rumah tangga yang diliputi oleh nilai-nilai agama serta dinaungi oleh hubungan yang harmonis namun seorang ayah dan ibu wajib menyelamatkan seluruh komponen yang ada dalam rumah tangga (keluarga) dari segala bentuk perbuatan yang melanggar norma-norma hukum, budaya, sosial dan agama. 

Ahmad Ibrizul Izzy,. S.H

0 Response to "Sosiologi Keluarga dalam Islam"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

pasang