Gaya hidup




Gaya hidup adalah menggambarkan perilaku seseorang, yaitu bagaimana ia hidup, menggunakan uangnya, dan memanfaatkan waktu yang dimilikinya. Menurut Mowen dan Minor, gaya hidup adalah bagaimana orang hidup, bagaimana mereka membelanjakan uangnya, dan bagaimana mereka mengalokasikan waktu mereka. Menurut Widjaja, gaya hidup adalah perilaku individu yang diwujudkan dalam bentuk aktivitas, minat dan pandangan individu untuk mengaktualisasikan kepribadiannya karena pengaruh interaksi dengan lingkungannya.

Perilaku konsumtif merupakan tindakan konsumen dalam mendapatkan, menggunakan, dan mengambil keputusan dalam memilih suatu barang yang belum menjadi kebutuhannya serta bukan menjadi prioritas utama, hanya karena ingin mengikuti mode, mencoba produk baru, bahkan hanya mencoba untuk memperoleh pengakuan sosial dengan dominasi faktor emosi. Perilaku hedonis merupakan salah satu gaya hidup yang mengedepankan kemanjaan dan ekstravagansa, yang secara khusus memerlukan perlakuan pelayanan yang benar-benar dapat memberikan kesenangan diri, termasuk mengisi waktu luang, sehingga membelanjakan uangnya untuk memenuhi keinginanya dalam unjuk identitas diri dan aktualisasi diri.

Menurut penulis, perilaku gaya hidup konsumen seorang Muslim di tuntut untuk bersikap sederhana, tidak berlebih-lebihan, tidak boros, dan menyesuaikan kebutuhan dan keinginan dengan anggaran yang ada sehingga tidak berperilaku konsumtif dan hedonis. Sesuai dengan salah satu prinsip perilaku konsumen dalam Islam yaitu prinsip Kesederhanaan. Kesederhanaan artinya tidak berlebih-lebihan.

Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa Allah SWT melarang makan dan minum secara berlebih-lebihan, hal ini terdapat dalam Q.S Al-A’Raaf (7): 31 Allah SWT menegaskan:


يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ (31)


“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”

Menurut Tafsir Jalalain Q.S Al-A’Raaf [7] ayat 31 dijelaskan (Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah) yaitu buat menutupi auratmu (di setiap memasuki mesjid) yaitu di kala hendak melakukan salat dan tawaf (makan dan minumlah) sesukamu (dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan). Sedangkan dalam Tafsir Al-Azhar Juz (8) dijelaskan bahwa Selain berpakaian yang pantas, maka makan dan minumlah yang sederhana. Disini nampak bahwa keduanya mempengaruhi sikap hidup Muslim yaitu menjaga kesehatan rohani dengan ibadat dan makan dan minumlah yang pantas dan tidak berlebih-lebihan bagi kesehatan jasmani.

Dijelaskan juga dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Abd bin Humaid, dan An-Nasa’I dan Ibnu Majah dan Ibnu Mardhawaidhi dan al- Baihaqi dalam Syu’abul Iman, diterima dari jalan ‘Amr bin Syu’aib, dia menerima dari ayahnya, ayahnya menerima dari neneknya, bahwa Nabi saw. bersabda:

كُلُوْاوَاشْرَبُوْاوَتَصَدَّقُوْاوَالْبَسُوْافِي غَيْرِمَخِيْلَةْ وَلَاسَرَفٍ,فَإِنَّ اللهَ يُحِبُّ أَنْ يَرَى أَثَرَنِعَمِهِ عَلَى عَبْدِهِ

“Makanlah, minumlah dan bersedekahlah; pakailah pakaian tanpa bersikap sombong dan membanggakan diri, tanpa berlebih-lebihan, karena sesungguhnya Allah ingin bekas nikmat-nikmatnya kepada hamba-Nya.”

Dalam teori hukum ekonomi Islam terdapat prinsip-prinsip perilaku konsumen, salah satunya milik M.A Mannan dikutip Akhmad Nur Zaroni,  terdapat lima prinsip-prinsip perilaku konsumen yaitu: (1) prinsip keadilan, (2) prinsip kebersihan, (3) prinsip kesederhanaan, (4) prinsip kemurahan hati dan (5) prinsip moralitas.

Prinsip keadilan dalam konsumsi artinya menjaga diri untuk melakukan kegiatan konsumsi yang sesuai dengan aturan Islam, seperti menghindari hal yang haram, baik dari segi zat maupun cara perolehannya. Prinsip kebersihan berarti makanan dan minuman haruslah baik, tidak kotor dan tidak menjijikan, begitupun dengan alat yang digunakannya. Prinsip kesederhanaan dalam konsumsi adalah tidak berlebih-lebihan saat makan sebab dapat membuat seseorang menjadi malas dan lalai, sedangkan dari sisi ekonomi adalah pengeluaran yang melampaui batas akan menimbulkan sikap pemborosan, tidak produktif dan hidup mewah. Prinsip kemurahan hati dalam konsumsi dapat membantu sesama dengan meringankan beban ekonomi juga dapat membersihkan perilaku tercela seperti egois, kikir, dan lainnya. Dalam prinsip moralitas seorang konsumen muslim akan selalu terikat hubungannya dengan sang pemberi nikmat, yaitu Allah SWT. Dimana Islam mengajarkan untuk berdoa sebelum dan sesudah makan, dengan demikian ia akan merasa kehadiran Allah SWT ketika memenuhi kebutuhan fisiknya.

Menurut Yusuf Qardhawi dikutip Andi Bahri, perilaku muslim dalam berkonsumsi salah satunya tidak melakukan kemubadziran, dan tidak hidup mewah dan boros. Menurut Imam Ghazali dalam Ihya Ulumuddin dalam Mustafa Edwin, membagi 3 tingkatan konsumsi yaitu sadd ar-ramq (batasan darurat): had ad-dhorurah (kebutuhan), had al- hajah (kenyamanan atau kesenangan) dan tertinggi had at-tana’um (hidup bersenang-senang atau kemewahan). Gaya hidup bersenang-senang ini tidak cocok bagi seorang mukmin yang tujuan hidupnya untuk mencapai derajat tertinggi dalam ibadah dan ketaatan. Hal ini lebih ditegaskan bahwa meninggalkan had tana’um tidak diwajibkan secara kseluruhan begitu juga menikmatinya tidak dilarang semuanya. Antara had ad-dhorurah dengan had at-tana’um terdapat area yang sangat luas disebut had al-hajah dimana keseluruhannya halal dan mubah.

Menurut Imam Ghazali area ini memiliki dua ujung yang berbeda yaitu ujung yang bebatasan dengan dhorurah dan ini dinilai tidak mungkin dipertahankan karena menimbulkan kelemahan dan kesengsaraan, dan ujung yang lain berbatasan dengan tana’um dimana individu harus waspada sebab dapat menjerumuskan ke hal-hal yang membuat terlena dan melupakan tugasnya untuk beribadah kepada Allah SWT. Beliau menasehati bahwa sebisa mungkin menetap dalam had al-hajah dengan mendekat kearah had ad-dhorurah.

Melihat dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa gaya hidup merupakan pola hidup yang menggambarkan kegiatan, minat dan opini dari seseorang saat menggunakan uang dan waktunya, dalam Islam gaya hidup konsumen dibatassi dengan adanya pelarangan terhadap sikap Israf (Royal) dan Tabzir (sia-sia).
Baca Juga : Manfaat Pemahaman Gaya Hidup Dalam Strategi Pemasaran

0 Response to "Gaya hidup"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

pasang