Al-Baqoroh Ayat 67
Senin, 14 Mei 2018
Add Comment
وَإِذْ
قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تَذْبَحُوا بَقَرَةً
قَالُوا أَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ أَكُونَ مِنَ
الْجَاهِلِينَ (٦٧)
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada
kaumnya, "Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi betina."
Mereka berkata, "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab,
"Aku berlindung kepada Allah akan termasuk golongan orang-orang yang
jahil."
Allah Swt. berfirman melalui ayat ini, "Ingatlah kalian, hai kaum Bani
Israil, akan nikmat-Ku yang telah Kulimpahkan kepada kalian dalam hal yang
menyangkut perkara yang berlainan dengan hukum alam bagi kalian," yaitu mengenai
seekor sapi betina dan keterangan mengenai si pembunuhnya dengan melalui sapi
betina itu, kemudian Allah menghidupkan si terbunuh, lalu si terbunuh menyebut
siapa pelaku yang telah membunuh dirinya dari kalangan mereka. Ibnu Abu Hatim
meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah,
telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami
Hisyam ibnu Hassan, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Ubaidah As-Salmani yang
menceritakan hadis berikut:
Ada seorang lelaki dari kalangan kaum Bani Israil yang mandul, tidak
mempunyai anak, sedangkan dia mempunyai harta benda yang banyak. Orang yang
mewarisinya hanyalah anak lelaki dari saudara laki-lakinya. Pada suatu malam
keponakannya itu membunuhnya dan meletakkan mayatnya di depan pintu rumah salah
seorang dari kalangan mereka. Di pagi harinya si pembunuh menuduh mereka, hingga
masing-masing pihak memakai senjatanya dan sebagian dari mereka berperang dengan
sebagian yang lain.
Kemudian orang-orang yang bijak dan berkuasa dari kalangan mereka berkata,
"Mengapa kalian saling membunuh di antara sesama kalian, sedangkan utusan Allah
berada di antara kalian?" Akhirnya mereka datang menghadap Nabi Musa a.s., lalu
menceritakan peristiwa tersebut. Maka Nabi Musa a.s. berkata, seperti yang
disitir oleh firman-Nya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih
seekor sapi betina" Mereka berkata, "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah
ejekan?" Musa menjawab, "Aku berlindung kepada Allah akan termasuk golongan
orang-orang yang jahil." (Al-Baqarah: 67)
Perawi mengatakan, seandainya mereka tidak menyangkal, niscaya sapi apa pun
yang mudah didapat sudah cukup bagi mereka. Tetapi mereka keras kepala, akhirnya
mereka diperberat. Setelah mereka mendapatkan sapi betina yang diperintahkan
agar mereka menyembelihnya, ternyata sapi betina itu adalah milik seorang lelaki
yang tidak punya sapi lain kecuali satu-satunya yang mereka harapkan itu.
Akhirnya si pemilik sapi berkata, "Demi Allah, sebagai tukarannya aku tidak mau
kurang dari sejumlah emas yang memenuhi kulitnya." Maka mereka terpaksa
mengambil sapi betina tersebut dengan memberikan tukaran berupa emas sepenuh
kulitnya. Mereka menyembelih sapi tersebut, lalu memukulkan sebagian dari
anggota badannya ke tubuh mayat yang dimaksudkan. Akhirnya si mayat dapat hidup.
Mereka bertanya, "Siapakah yang telah membunuhmu?" Ia menjawab, "Orang ini,"
seraya mengisyaratkan kepada keponakannya, lalu ia lunglai dan mati. Si pembunuh tidak diberi sedikit harta pun dari peninggalan si mayat. Setelah
peristiwa tersebut, maka pembunuh tidak dapat mewarisi (harta si terbunuh). Ibnu Jarir meriwayatkan hadis semisal melalui hadis Ayyub, dari Muhammad ibnu
Sirin, dari Ubaidah. Diriwayatkan pula oleh Abdu Ibnu Humaid di dalam kitab
tafsirnya, disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun
dengan lafaz yang sama. Telah diriwayatkan pula oleh Adam ibnu Abu Iyas di dalam
kitab tafsirnya, dari Abu Ja'far (yakni Ar-Razi), dari Hisyam ibnu Hassan dengan
lafaz yang sama.
Adam ibnu Abu Iyas di dalam kitab tafsirnya telah meriwayatkan, telah
menceritakan kepada kami Abu Ja'far Ar-Razi, dari Ar-Rabi', dari Abul Aliyah
mengenai firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor
sapi betina. (Al-Baqarah: 67) Tersebutlah bahwa ada seorang lelaki dari
kalangan Bani Israil, dia orang kaya dan tidak mempunyai seorang anak pun, yang
mewarisinya adalah salah seorang kerabatnya. Kemudian si kerabat membunuhnya
agar cepat memperoleh harta warisannya, lalu mayatnya ia campakkan di perempatan
jalan. Si pembunuh datang kepada Nabi Musa dan berkata, "Sesungguhnya kerabatku
telah terbunuh, hal ini merupakan suatu peristiwa yang sangat berat, karena aku
tidak menjumpai seorang pun selainmu yang dapat menjelaskan kepadaku siapa
pembunuhnya, wahai Nabi Allah?" Maka Nabi Musa menyeru kepada semua orang, "Kuminta —demi Allah— siapa yang
mengetahui peristiwa ini, hendaknya dia menceritakannya kepada kami." Ternyata
tiada seorang pun dari mereka yang mengetahuinya. Lalu si pembunuh datang kepada
Musa dan berkata, "Engkau adalah Nabi Allah, maka mintakanlah kepada Allah buat
kami agar Dia menjelaskannya kepada kami." Nabi Musa a.s. memohon kepada
Tuhannya, lalu Allah berfirman: Sesungguhnya Allah menyuruh kalian
menyembelih seekor sapi betina. (Al-Baqarah: 67) Mereka heran dengan jawaban
tersebut, lalu berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?"
Musa menjawab, "Aku berlindung kepada Allah akan termasuk golongan orang-orang
yang jahil’ Mereka menjawab, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia
menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu? " Musa menjawab, "Sesungguhnya
Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan
tidak muda, pertengahan di antara itu.” (Al-Baqarah: 67-68) Artinya sapi
betina tersebut tidak terlalu tua, tidak pula terlalu muda, melainkan
pertengahan di antara keduanya.
Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan
kepada kami warna sapi itu." Musa menjawab, "Sesungguhnya Allah berfirman
bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya,
lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya." (Al-Baqarah: 69) Sapi
betina tersebut berwama kuning mulus lagi membuat takjub orang-orang yang
memandangnya.
Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan
kepada kami bagaimana hakikal sapi betina itu? Karena sesungguhnya sapi itu
(masih) samar bagi kami, dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat
petunjuk." Musa menjawab, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu
adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula
untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya." (Al-Baqarah:
70-71) Yakni sapi betina tersebut belum pernah dipekerjakan untuk membajak tanah
dan mengairi tanaman, juga tidak ada cacat serta tidak ada belangnya. Mereka
berkata, "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang
sebenarnya." Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak
melaksanakan perintah itu. (Al-Baqarah: 71)
Perawi mengatakan, "Seandainya kaum itu di saat menerima perintah untuk
menyembelih sapi betina, mereka langsung mendatangkan seekor sapi betina yang
mana pun, hal itu sudah cukup. Tetapi mereka memperberat dirinya sendiri, maka
Allah benar-benar memperberat mereka. Seandainya saja kaum itu tidak mengucapkan
kata istisna seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Dan sesungguhnya
kami insya Allah akan mendapat petunjuk. (Al-Baqarah: 70) niscaya mereka
tidak akan beroleh petunjuk untuk mendapatkan sapi betina tersebut untuk
selama-lamanya."
Menurut riwayat yang sampai kepada kami, mereka tidak menemukan sapi betina
yang spesifikasinya disebutkan kepada mereka kecuali hanya pada seorang wanita
tua yang memelihara banyak anak yatim; si nenek itulah yang mengurus mereka.
Tatkala si nenek mengetahui bahwa tiada yang dapat membersihkan mereka kecuali
hanya sapi miliknya, maka ia melipatgandakan harganya kepada mereka. Lalu mereka
menghadap Nabi Musa a.s. dan menceritakan kepadanya bahwa mereka tidak menemukan
sapi berciri khas seperti itu kecuali pada seorang wanita dan wanita itu meminta
harga pembelian yang berlipat ganda dari biasanya.
Nabi Musa a.s. berkata, "Sesungguhnya Allah telah memberikan keringanan
kepada kalian, tetapi kalian memperberat diri kalian sendiri. Maka berikanlah
kepada si nenek itu apa yang disukainya dan apa yang telah ditetapkannya." Lalu
mereka melakukannya, membeli sapi betina itu dan menyembelihnya. Kemudian Nabi
Musa a.s. memerintahkan mereka agar memotong salah satu dari tulang sapi betina
itu untuk dipukulkan kepada jenazah tersebut. Mereka melakukan apa yang
diperintahkan oleh Nabi Musa a.s., dan ternyata jenazah tersebut dapat hidup
kembali, lalu menyebutkan kepada mereka nama orang yang telah membunuhnya.
Sesudah itu ia mati kembali seperti semula. Maka Nabi Musa a.s. menangkap si
pembunuh yang ternyata adalah orang yang pernah datang dan mengadu kepada Nabi
Musa a.s. itu sendiri. Akhirnya si pembunuh tersebut dihukum mati sebagai
pembalasan dari perbuatan jahatnya itu.
Muhammad ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu
Sa'id, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepadaku pamanku,
telah menceritakan kepadaku ayahku, dari kakekku, dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan ayat yang menceritakan perihal sapi betina ini. Disebutkan bahwa ada
seorang lelaki yang lanjut usia di kalangan kaum Bani Israil pada zaman Nabi
Musa a.s. Lelaki tua tersebut mempunyai harta yang banyak, sedangkan anak-anak
saudara lelakinya miskin, tak berharta. Lelaki tua itu tidak beranak, dan ahli
warisnya adalah anak-anak saudara lelakinya. Mereka berkata, "Aduhai, seandainya
paman kita telah mati, niscaya kita akan mewarisi hartanya." Tetapi setelah masa
berlalu sangat lama, sedangkan paman mereka tidak juga mati, datanglah setan
kepada mereka dan mengatakan kepada mereka, "Mengapa tidak kalian bunuh saja
paman kalian, niscaya kalian akan segera mewarisi hartanya dan kalian menimpakan
diatnya kepada penduduk kota yang kalian tidak ada di dalamnya." Demikian itu
karena ada dua kota di sekitar daerah tersebut, dan mereka berada di salah
satunya. Sedangkan hukum yang berlaku di kalangan mereka ialah apabila ada
seseorang yang terbunuh, lalu mayatnya tergeletak di antara kedua kota, maka
dilakukan pengukuran jarak antara si mayat dan dua kota tersebut. Kota mana pun
di antara keduanya yang jaraknya lebih dekat kepada si mayat, maka penduduk kota
tersebutlah yang harus menanggung diatnya.
Ketika setan membujuk mereka untuk melakukan hal tersebut, mengingat paman
mereka tidak juga mati dalam waktu yang cukup lama, mereka terbujuk. Maka dengan
sengaja mereka membunuh pamannya, sesudah itu mereka lemparkan mayatnya di depan
pintu gerbang kota yang mereka bukan berasal dari kota tersebut. Pada keesokan
harinya penduduk kota kedatangan anak-anak saudara lelaki tua tersebut, lalu
mereka berkata, "Paman kami terbunuh di depan pintu gerbang kalian. Demi Allah,
kalian harus membayar diat paman kami kepada kami." Penduduk kota menjawab,
"Kami bersumpah dengan nama Allah, kami tidak membunuhnya dan kami tidak
mengetahui siapa pembunuhnya. Kami belum pernah membuka pintu gerbang kota kami
sejak kami menutupnya hingga pagi hari." Mereka datang kepada Nabi Musa a.s., lalu berkata, "Paman kami telah kami
temukan dalam keadaan terbunuh di depan pintu kota mereka." Penduduk kota
menjawab, "Kami bersumpah kepada Allah, kami tidak membunuhnya dan kami tidak
pernah membuka pintu gerbang kota kami bila telah kami tutup hingga pagi
hari."
Kemudian datanglah Malaikat Jibril —membawa perintah dari Allah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui— kepada Nabi Musa a.s. Nabi Musa a.s. berkata
kepada mereka: Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi
betina. (Al-Baqarah: 67) Kemudian kalian pukul mayat itu dengan salah satu
anggota badan sapi betina yang telah disembelih itu. As-Saddi meriwayatkan sehubungan dengan firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika
Musa berkata kepada kaumnya, "Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih
seekor sapi betina." (Al-Baqarah: 67) Tersebutlah bahwa ada seorang lelaki
dari kalangan Bani Israil yang memiliki banyak harta dan seorang anak perempuan
serta seorang keponakan laki-laki yang miskin. Lalu si keponakan melamar anak
perempuannya. tetapi ia menolak dan tidak mau mengawinkan anak perempuannya
dengan keponakannya itu. Akhirnya si keponakan yang masih muda itu marah dan
mengatakan, "Demi Allah, aku benar-benar akan membunuh pamanku, merampas
hartanya, mengawini anak perempuannya, dan memakan diat pembunuhannya."
Si pemuda datang kepada pamannya ketika ada berita tentang kedatangan para
pedagang di salah satu suku Bani Israil, lalu si pemuda mengatakan kepada
pamannya, "Hai paman, berangkatlah bersamaku dan tolong ambilkan buatku sebagian
dari harta dagangan kaum tersebut, barangkali aku dapat memperoleh keuntungan
darinya. Sesungguhnya jika mereka melihat engkau bersamaku, niscaya mereka mau
memberikannya kepadaku." Si paman berangkat bersama keponakannya di malam hari.
Ketika si paman sampai di tempat kabilah yang dituju, maka si keponakan
membunuhnya, lalu si keponakan kembali kepada keluarganya. Pada keesokan harinya si keponakan tersebut datang seakan-akan sedang mencari
pamannya, ia berpura-pura tidak mengetahui di mana pamannya berada dan
seakan-akan ia tidak menemukannya. Lalu ia berangkat menuju tempat pamannya
terbunuh, ternyata ia menjumpai kabilah tersebut sedang mengerumuni mayat
pamannya. Lalu ia mengambil mayat pamannya seraya berkata, "Kalian telah
membunuh pamanku, maka kalian harus membayar diatnya kepadaku." Ia mengatakan
demikian seraya menangis dan menaburkan pasir ke atas kepalanya sendiri dan
mengatakan, "Aduhai pamanku.'
Ia melaporkan hal tersebut kepada Nabi Musa a.s. Maka Nabi Musa a.s.
menjatuhkan keputusan agar mereka membayar diat kepada si pemuda itu. Tetapi
mereka berkata, "Wahai utusan Allah, mohonkanlah kepada Tuhanmu buat kami agar
Dia menjelaskan kepada kami siapakah yang telah membunuhnya, lalu kita tangkap
pelakunya. Demi Allah, sesungguhnya diat si terbunuh ini mudah bagi kami, tetapi
kami merasa malu dituduh sebagai pembunuh." Yang demikian itu disebutkan di
dalam firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika kalian membunuh seorang manusia, lalu
kalian saling tuduh-menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang
selama ini kalian sembunyikan. (Al-Baqarah: 72)
Musa a.s. berkata kepada mereka, sebagaimana yang dinyatakan di dalam
firman-Nya melalui ayat berikut: Sesungguhnya Allah menyuruh kalian
menyembelih seekor sapi betina. (Al-Baqarah: 67) Tetapi jawaban mereka,
"Kami bertanya kepadamu tentang orang yang dibunuh dan orang yang membunuhnya,
tetapi engkau menjawabnya, 'Sembelihlah seekor sapi betina.' Apakah engkau
memperolok-olokkan kami?" Maka Nabi Musa a.s. menjawab: Musa menjawab, "Aku
berlindung kepada Allah akan termasuk golongan orang-orang yang jahil."
(Al-Baqarah: 67)
Sahabat Ibnu Abbas r.a. mengatakan, seandainya mereka mengambil seekor sapi
betina mana pun lalu, mereka menyembelihnya, niscaya hal itu sudah cukup bagi
mereka. Akan tetapi, mereka bersikpp keras dan membandel terhadap Nabi Musa
a.s., maka Allah memperkeras sanksi-Nya terhadap mereka. Mereka mengatakan:
Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami sapi
betina apakah itu. Musa menjawab, "Se-ungguhnya Allah berfirman bahwa sapi
betina itu adalah sapi betina yangg tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara
itu." (Al-Baqarah: 68)
Al-farid. sapi betina yang sudah tua dan tidak beranak lagi.
Al-bikr, sapi betina yang belum pernah beranak kecuali hanya baru sekali.
Al-'awan, pertengahan di antara keduanya. Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepada kalian. Mereka berkata,
"Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa
warnanya." Musa menjawab, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu
adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan
orang-orang yang memandangnya.'"' Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu
untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu,
karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya
Allah akan mendapat petunjuk.” Musa berkata, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa
sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak
tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak cacat, tidak ada
belangnya.”(Al-Baqarah: 68-71) Yakni tidak ada belang putih, belang hitam,
dan belang merah, melainkan kuning mulus. Mereka berkata, "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina
yang sebenarnya." (Al-Baqarah: 71) Mereka mencarinya, dan ternyata mereka
tidak mampu menemukannya.
Tersebut di kalangan kaum Bani Israil terdapat seorang pemuda yang sangat
berbakti kepada ayahnya, pada suatu hari ada seorang lelaki lain yang lewat
kepadanya seraya membawa mutiara jualannya. Ketika itu ayahnya sedang tidur,
sedangkan kunci brankas berada di bawah bantalnya. Si lelaki penjual mutiara itu
berkata kepadanya, "Maukah engkau beli mutiara ini dengan harga tujuh puluh ribu
dirham?" Si pemuda menjawab, "Jika kamu bersabar hingga ayahku terbangun dari
tidur, aku mau membelinya darimu dengan harga delapan puluh ribu dirham." Si
penjual mutiara berkata, "Bangunkan saja ayahmu, nanti mutiara ini kujual
kepadamu dengan harga enam puluh ribu dirham." Maka si penjual mutiara terus
menurunkan harganya hingga mencapai harga tiga puluh ribu dirham, sedangkan si
pemuda menaikkannya sampai harga seratus ribu dirham, dengan syarat ayahnya
harus terbangun dengan sendirinya terlebih dahulu. Ketika si penjual mendesak
terus, maka si pemuda kesal, lalu berkata kepadanya "Demi Allah, aku tidak mau
membelinya darimu dengan harga berapa pun juga selama-lamanya." Dia menolak
untuk membangunkan ayahnya. Maka Allah mengganti mutiara tersebut menjadi sapi
betina untuk si pemuda (sebagai pahala berbakti kepada ayahnya).
Ketika kaum Bani Israil yang sedang mencari sapi betina itu melihat sapi
betina yang dicarinya berada di tangan si pemuda, mereka langsung meminta agar
si pemuda menjual sapinya kepada mereka, ditukar dengan sapi yang lain; tetapi
si pemuda itu menolak. Lalu mereka menambahkan tukarannya dengan dua ekor sapi,
namun si pemuda tetap menolak, dan mereka terus-menerus menambah hingga sampai
sepuluh ekor sapi seraya berkata, "Demi Allah, kami tidak akan membiarkanmu
sebelum kami membelinya darimu."
Lalu mereka membawa si pemuda itu kepada Nabi Musa a.s. Mereka berkata, "Hai
Nabi Allah, sesungguhnya kami menemukan sapi betina itu berada di tangan lelaki
muda ini, tetapi dia menolak memberikannya kepada kami, padahal kami telah
memberinya harga yang pantas." Maka Nabi Musa a.s. berkata kepada si pemuda,
"Berikanlah kepada mereka sapi betinamu itu." Si pemuda menjawab, "Wahai urusan
Allah, aku lebih berhak terhadap harta bendaku." Nabi Musa a.s. menjawab,
"Engkau benar." Selanjutnya Nabi Musa a.s. berkata kepada kaumnya, "Buatlah
teman kalian ini rela." Akhirnya mereka bersedia mengganti. sapi betinanya itu
dengan emas seberat sapi tersebut, tetapi si pemuda tetap menolak, dan mereka
terus menambah nilai tukarnya hingga sampai sepuluh kali lipat emas seberat
timbangan sapi betinanya. Akhirnya si pemuda memberikan sapi betinanya kepada
mereka dan mengambil harganya, lalu mereka menyembelih sapi betina tersebut.
Nabi Musa a.s. berkata, "Pukullah mayat itu dengan sebagian dari anggota
tubuh sapi betina yang disembelih itu!" Mereka memukulnya dengan bagian tubuh di
antara dua pundak sapi, maka mayat itu dapat hidup kembali. Lalu mereka bertanya
kepadanya, "Siapakah yang telah membunuhmu?" Ia berkata kepada mereka,
"Keponakanku. Dia mengatakan bahwa dia akan membunuhku, merampas hartaku, dan
mengawini anak perempuanku." Akhirnya mereka menangkap si pembunuh dan
membunuhnya.
Sunaid meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj (yakni Ibnu
Muhammad), dari Ibnu Juraij, dari Mujahid; dan Hajjaj, dari Abu Ma'syar, dari
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dan Muhammad ibnu Qais —riwayat sebagian dari
mereka dimasukkan ke dalam riwayat sebagian yang lainnya—. Disebutkan, ketika
suatu suku dari kalangan Bani Israil merasakan bahwa tindak kejahatan di
kalangan mereka kian banyak, maka mereka membangun sebuah kota terpisah, lalu
mereka menghindar dari kejahatan yang biasa dilakukan kebanyakan orang. Untuk
itu apabila sore hari tiba, mereka tidak membiarkan ada seorang pun di luar kota
melainkan disuruh masuk ke dalam kota. Apabila pagi hari tiba, pemimpin mereka
naik ke atas benteng dan melihat-lihat keadaan di luar; apabila ia tidak melihat
sesuatu pun yang mecurigakan, barulah ia membuka pintu gerbang kotanya, dan ia
selalu bersama mereka hingga petang harinya.
Tersebutlah bahwa ada seorang lelaki dari kalangan Bani Israil yang memiliki
harta yang banyak, sedangkan ia tidak mempunyai ahli waris kecuali hanya saudara
lelakinya. Tetapi setelah dirasakan oleh si saudara pewaris bahwa saudaranya
yang kaya itu tidak juga mati melainkan berusia panjang, terdorong keinginannya
untuk mewaris dengan secepatnya. Maka ia membunuh saudaranya itu, kemudian
mayatnya ia letakkan di depan pintu kota tersebut, lalu ia dan teman-temannya
bersembunyi di suatu tempat yang tak terlihat.
Ketika pemimpin kota naik ke atas benteng pintu gerbang kotanya, lalu
melihat-lihat keadaan di luar, dan ternyata ia tidak melihat adanya sesuatu yang
mencurigakan, barulah ia membuka pintu gerbang kotanya. Tetapi begitu ia membuka
pintu gerbang kotanya, ia melihat ada seseorang yang mati terbunuh, untuk itu ia
segera menutup kembali pintu gerbang kotanya. Lalu saudara si terbunuh dan
teman-temannya berseru dari tempat persembunyiannya dan menampakkan diri,
"Kalian telah membunuhnya, kemudian kalian tutup kembali pintu gerbang
kalian."
Tersebutlah pula ketika Nabi Musa a.s. melihat banyak kejahatan pembunuhan di
kalangan kaum Bani Israil, maka apabila ia melihat ada seseorang terbunuh di
dekat suatu kaum, ia menghukum kaum tersebut. Di antara saudara si terbunuh dan
penduduk kota hampir terjadi perang di saat kedua belah pihak menyandang
senjatanya masing-masing, tetapi masing-masing masih bisa dapat menahan diri.
Kemudian mereka datang kepada Nabi Musa a.s. dan menceritakan persoalan mereka.
Mereka berkata, "Hai Musa, sesungguhnya orang-orang penduduk kota ini telah
membunuh seseorang, setelah itu mereka menutup pintu gerbangnya." Penduduk kota
menjawab, "Wahai utusan Allah, sesungguhnya engkau telah mengetahui bahwa kami
telah menghindarkan diri dari segala bentuk kejahatan, untuk itu kami telah
membangun kota tersendiri seperti yang engkau lihat dengan tujuan untuk
menghindarkan diri dari kejahatan orang lain. Demi Allah, kami tidak membunuh
dan tidak pula mengetahui pembunuhnya."
Maka Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Nabi Musa a.s., memerintahkan agar
mereka menyembelih seekor sapi betina. Kemudian Nabi Musa a.s. berkata kepada
mereka: Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyembelih seekor sapi
betina. (Al-Baqarah: 67) Konteks ini berasal dari Ubaidah, Abul Aliyah, As-Saddi, dan lain-lainnya;
masing-masing terdapat perbedaan, tetapi pada lahiriahnya riwayat ini diambil
dari kitab-kitab Bani Israil dari kategori yang boleh dinukil, namun tidak boleh
dibenarkan dan tidak boleh didustakan. Karena itu, maka kisah ini tidak dapat
dijadikan pegangan kecuali hal-hal yang sesuai dengan kebenaran yang ada pada
kita.
Tafsir Ibnu Katsir
0 Response to "Al-Baqoroh Ayat 67"
Posting Komentar