Al-Baqoroh Ayat 65-66
Senin, 14 Mei 2018
Add Comment
{وَلَقَدْ
عَلِمْتُمُ الَّذِينَ اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِي السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُوا
قِرَدَةً خَاسِئِينَ (65) فَجَعَلْنَاهَا نَكَالا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهَا وَمَا
خَلْفَهَا وَمَوْعِظَةً لِلْمُتَّقِينَ (66) }
Dan sesungguhnya telah kalian ketahui
orang-orang yang melanggar di antara kalian pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman
kepada mereka, "Jadilah kalian kera-kera yang hina." Maka Kami jadikan yang
demikian itu peringatan bagi orang-orang di masa itu dan bagi mereka yang datang
kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.
Allah Swt. berfirman bahwa sesungguhnya kalian —hai orang-orang Yahudi— telah
mengetahui azab yang menimpa penduduk kampung itu yang durhaka terhadap perintah
Allah dan melanggar perjanjian dan ikrar-Nya yang telah Dia ambil dari kalian.
Yaitu kalian harus mengagungkan hari Sabtu dan menaati perintah-Nya. Dikatakan
demikian karena hal tersebut disyariatkan bagi mereka. Akan tetapi, pada
akhirnya mereka membuat kilah (tipu daya) agar mereka tetap dapat berburu
ikan di hari Sabtu, yaitu dengan cara meletakkan jaring-jaring dan
perangkap-perangkap ikan sebelum hari Sabtu.
Apabila hari Sabtu tiba dan ikan-ikan banyak didapat sebagaimana biasanya,
ikan-ikan tersebut terjerat oleh jaring-jaring dan perangkap-perangkap tersebut,
tiada suatu ikan pun yang selamat di hari Sabtu itu. Apabila malam hari tiba,
mereka mengambil ikan-ikan tersebut sesuduh hari Sabtu berlalu. Ketika mereka
melakukan hal tersebut, maka Allah mengutuk rupa mereka menjadi kera. Kera
adalah suatu binatang yang rupanya lebih mirip dengan manusia, tetapi kera bukan
jenis manusia. Dengan kata lain, demikian pula perbuatan dan tipu muslihat
mereka, mengingat apa yang mereka lakukan itu menurut lahiriah mirip dengan
perkara yang hak, tetapi batiniahnya berbeda bahkan kebalikannya. Maka
pembalasan dikutuk menjadi kera itu merupakan balasan dari perbuatan mereka
sendiri yang disesuaikan dengan jenis pelanggarannya.
Kisah ini disebutkan panjang lebar dalam tafsir surat Al-A'raf, yaitu pada
firman-Nya:
{وَاسْأَلْهُمْ
عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ إِذْ يَعْدُونَ فِي
السَّبْتِ إِذْ تَأْتِيهِمْ حِيتَانُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعًا وَيَوْمَ لَا
يَسْبِتُونَ لَا تَأْتِيهِمْ كَذَلِكَ نَبْلُوهُمْ بِمَا كَانُوا
يَفْسُقُونَ}
Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat
laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada
mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan
air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada
mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik.
(Al-A'raf: 163)
Demikianlah kisah tersebut secara lengkap. As-Saddi mengatakan bahwa mereka
adalah penduduk kota Ailah, demikian pula menurut Qatadah. Kami akan
mengetengahkan pendapat ulama tafsir secara panjang lebar dalam tafsir ayat ini,
insya Allah.
**********
{كُونُوا
قِرَدَةً خَاسِئِينَ}
lalu Kami berfirman kepada mereka, "Jadilah kalian kera-kera yang
hina." (Al-Baqarah: 65)
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ubay, telah
menceritakan kepada kami Abu Huzaifah, telah menceritakan kepada kami Syibl,
dari Ibnu Nujaih, dari Mujahid sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa hati
merekalah yang dikutuk, bukan rupa mereka. Sesungguhnya hal ini hanyalah sebagai
perumpamaan yang dibuat oleh Allah, sebagaimana yang disebutkan dalam firman
lainnya:
{كَمَثَلِ
الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا}
seperti keledai yang membawa kitab-kitab. (Al-Jumu'ah: 5)
Telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, dari Al-Musanna, dari Abu Huzaifah
dan dari Muhammad ibnu Umar Al-Bahili dan dari Asim, dari Isa, dari Ibnu Abu
Nujaih, dari Mujahid dengan lafaz yang sama. Sanad yang jayyid dan pendapat yang
garib (aneh) sehubungan dengan makna ayat ini bertentangan dengan makna lahiriah
ayat itu sendiri. Dalam ayat lainnya disebutkan melalui firman-Nya:
{قُلْ
هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ لَعَنَهُ
اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ
الطَّاغُوتَ}
Katakanlah, "Apakah akan aku beritakan kepada kalian tentang orang-orang
yang lebih buruk pembalasannya daripada (orang-orang fasik) itu di sisi Allah,
yaitu orang-orang yang dikutuk dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang
dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah tagut?" (Al-Maidah:
60)
Al-Aufi mengatakan di dalam kitab tafsirnya, dari ibnu Abbas, sehubungan
dengan firman-Nya: lalu Kami berfirman kepada mereka, "Jadilah kalian kera
yang hina." (Al-Baqarah: 65) Bahwa Allah menjadikan sebagian dari mereka
(Bani Israil) kera dan babi. Diduga bahwa para pemuda dari kalangan mereka
dikutuk menjadi kera, sedangkan orang-orang yang sudah lanjut usianya dikutuk
menjadi babi.
Syaiban An-Nahwi meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna ayat ini,
"Lalu Kami berfirman kepada mereka, 'Jadilah kalian kera yang hina',"
bahwa kaum itu menjadi kera yang memiliki ekor; sebelum itu mereka adalah
manusia yang terdiri atas kalangan kaum pria dan wanita.
Ata Al-Khurrasani mengatakan. diserukan kepada mereka, "Hai penduduk
negeri, jadilah kalian kera yang hina." Kemudian orang-orang yang melarang
mereka masuk menemui mereka dan berkata, "Hai Fulan, bukankah kami telah
melarang kamu (untuk melakukan perburuan di hari Sabtu)?" Mereka menjawab hanya
dengan anggukan kepala, yang artinya "memang benar".
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Hasan,
telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad ibnu Rabi'ah di
Masisiyyah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muslim (yakni
At-Taifi), dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan.”Sesungguhnya nasib yang menimpa mereka yang melakukan perburuan di
hari Sabtu ialah mereka dikutuk menjadi kera sungguhan, kemudian mereka
dibinasakan sehingga tidak ada keturunannya."
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah mengutuk mereka menjadi
kera karena kedurhakaan mereka. Ibnu Abbas mengatakan, mereka hanya hidup di
bumi ini selama tiga hari. Tiada suatu pun yang dikutuk dapat bertahan hidup
lebih dari tiga hari. Sesudah rupa mereka dikutuk dan diubah, mereka tidak mau
makan dan minum serta tidak dapat mengembangbiakkan keturunannya. Karena
sesungguhnya Allah telah menciptakan kera dan babi serta makhluk lainnya dalam
masa enam hari, seperti yang disebutkan di dalam Kitab-Nya. Allah mengubah rupa
kaum tersebut menjadi kera. Demikianlah Allah dapat melakukan terhadap siapa
yang dikehendaki-Nya, dan Dia dapat mengubah rupa ke dalam bentuk seperti apa
yang dikehendaki-Nya.
Abu Ja'far meriwayatkan dari Ar-Rabi', dari Abul Aliyah sehubungan dengan
firman-Nya: Jadilah kalian kera-kera yang hina. (Al-Baqarah: 65) Yakni
jadilah kalian orang-orang yang nista dan hina (seperti kera). Hal yang semisal
telah diriwayatkan dari Mujahid, Qatadah, Ar-Rabi', dan Abu Malik.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Daud ibnu Abul Husain, dari Ikrimah,
bahwa Ibnu Abbas r.a. pernah mengatakan, "Sesungguhnya hal yang difardukan oleh
Allah kepada kaum Bani Israil pada mulanya adalah sama dengan hari yang
difardukan oleh Allah kepada kalian dalam hari raya kalian, yaitu hari Jumat.
Tetapi mereka menggantinya menjadi hari Sabtu, lalu mereka menghormati hari
Sabtu (sebagai ganti hari Jumat) dan mereka meninggalkan apa-apa yang
diperintahkan kepadanya. Tetapi setelah mereka membangkang dan hanya menetapi
hari Sabtu, maka Allah menguji mereka dengan hari Sabtu itu dan diharamkan atas
mereka banyak hal yang telah dihalalkan bagi mereka diselain hari Sabtu. Mereka
yang melakukan demikian tinggal di suatu kampung yang terletak di antara Ailah
dan Tur, yaitu Madyan. Maka Allah mengharamkan mereka melakukan perburuan ikan
di hari Sabtu, juga mengharamkan memakannya di hari itu.
Tersebutlah apabila hari Sabtu tiba, maka ikan-ikan datang kepada mereka
terapung-apung di dekat pantai mereka berada. Tetapi apabila hari Sabtu telah
berlalu, ikan-ikan itu pergi semua hingga mereka tidak dapat menemukan seekor
ikan pun, baik yang besar maupun yang kecil. Singkatnya, bila hari Sabtu tiba
ikan-ikan itu muncul begitu banyak secara misteri; tetapi bila hari Sabtu
berlalu, ikan-ikan itu lenyap tak berbekas.
Mereka tetap dalam keadaan demikian dalam waktu yang cukup lama memendam rasa
ingin memakan ikan. Kemudian ada seseorang dari kalangan mereka sengaja
menangkap ikan dengan sembunyi-sembunyi di hari Sabtu, lalu ia mengikat ikan
tersebut dengan benang, kemudian melepaskannya ke laut; sebelum itu ia mengikat
benang itu ke suatu pasak yang ia buat di tepi laut, lalu ia pergi
meninggalkannya. Keesokan harinya ia datang ke tempat itu, lalu mengambil ikan
tersebut dengan alasan bahwa ia tidak mengambilnya di hari Sabtu. Selanjutnya ia
pergi membawa ikan tangkapannya itu, kemudian dimakannya. Pada hari Sabtu
berikutnya ia melakukan hal yang sama, ternyata orang-orang mencium bau ikan
itu. Maka penduduk kampung berkata, "Demi Allah, kami mencium bau ikan."
Kemudian mereka menemukan orang yang melakukan hal tersebut, lalu mereka
mengikuti jejak si lelaki itu. Mereka melakukan hal tersebut dengan
sembunyi-sembunyi dalam waktu cukup lama; Allah sengaja tidak menyegerakan
siksaan-Nya terhadap mereka, sebelum mereka melakukan perburuan ikan secara
terang-terangan dan menjualnya di pasar-pasar. Segolongan orang dari kalangan mereka yang tidak ikut berburu berkata,
"Celakalah kalian ini, bertakwalah kepada Allah." Golongan ini melarang apa yang
diperbuat oleh kaumnya itu. Sedangkan golongan lainnya yang tidak memakan ikan
dan tidak pula melarang kaum dari perbuatan mereka berkata, "Apa gunanya kamu
menasihati suatu kaum yang bakal diazab oleh Allah atau Allah akan mengazab
mereka dengan azab yang keras." Mereka yang memberi peringatan kepada kaumnya
menjawab, "Sebagai permintaan maaf kepada Tuhan kalian, kami tidak menyukai
perbuatan mereka, dan barangkali saja mereka mau bertakwa (kepada Allah)."
Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Ketika mereka dalam keadaan demikian, maka
pada pagi harinya orang-orang yang tidak ikut berburu di tempat perkumpulan dan
masjid-masjidnya merasa kehilangan orang-orang yang berburu, mereka tidak
melihatnya. Kemudian sebagian dari kalangan mereka berkata kepada sebagian yang
lain, 'Orang-orang yang suka berburu di hari Sabtu sedang sibuk, marilah kita
lihat apakah yang sedang mereka lakukan.' Lalu mereka berangkat untuk melihat
keadaan orang-orang yang berburu di rumah-rumah mereka, ternyata mereka
menjumpai rumah-rumah tersebut dalam keadaan terkunci. Rupanya mereka memasuki
rumahnya masing-masing di malam hari, lalu menguncinya dari dalam, seperti
halnya orang yang mengurung diri. Ternyata pada pagi harinya mereka menjadi kera
di dalam rumahnya masing-masing, dan sesungguhnya orang-orang yang melihat
keadaan mereka mengenal seseorang yang dikenalnya kini telah berubah bentuk
menjadi kera. Para wanitanya menjadi kera betina, dan anak-anaknya menjadi kera
kecil."
Ibnu Abbas mengatakan, seandainya Allah tidak menyelamatkan orang-orang yang
melarang mereka berbuat kejahatan itu, niscaya semuanya dibinasakan oleh Allah.
Kampung tersebut adalah yang disebut oleh Allah Swt. dalam firman-Nya kepada
Nabi Muhammad Saw., yaitu:
{وَاسْأَلْهُمْ
عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ}
hingga akhir ayat.
Ad-Dahhak meriwayatkan pula hal yang semisal dari Ibnu Abbas r.a.
As-Saddi meriwayatkan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Dan
sesungguhnya telah kalian ketahui orang-orang yang melanggar di antara kalian
pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka, "Jadilah kalian kera yang
hina." (Al-Baqarah: 65) Mereka adalah penduduk kota Ailah, yaitu suatu kota
yang terletak di pinggir pantai. Tersebutlah bila hari Sabtu tiba, maka
ikan-ikan bermunculan. sedangkan Allah telah mengharamkan orang-orang Yahudi
melakukan suatu pekerjaan pun di hari Sabtu. Bila hari Sabtu tiba, tiada seekor
ikan pun yang ada di laut itu yang tidak bermunculan sehingga ikan-ikan tersebut
menampakkan songot (kumis)nya ke permukaan air. Tetapi bila hari Ahad tiba,
ikan-ikan itu menetap di dasar laut, hingga tiada seekor ikan pun yang tampak,
dan baru muncul lagi pada hari Sabtu mendatang. Yang demikian itu dinyatakan di
dalam firman-Nya: Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang
terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu
datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di
permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang
kepada mereka. (Al-A’raf: 163)
Maka sebagian dari mereka ada yang ingin makan ikan, lalu seseorang (dari
mereka) menggali pasir dan membuat suatu parit sampai ke laut yang dihubungkan
dengan kolam galiannya itu. Apabila hari Sabtu tiba, ia membuka tambak paritnya,
lalu datanglah ombak membawa ikan hingga ikan-ikan itu masuk ke dalam kolamnya.
Ketika ikan-ikan itu hendak keluar dari kolam tersebut, ternyata tidak mampu
karena paritnya dangkal, hingga ikan-ikan itu tetap berada di dalam kolam
tersebut. Apabila hari Ahad tiba, maka lelaki itu datang, lalu mengambil
ikan-ikan tersebut. Lalu seseorang memanggang ikan hasil tangkapannya dan
ternyata tetangganya mencium bau ikan bakar. Ketika si tetangga menanyakan
kepadanya, ia menceritakan apa yang telah dilakukannya. Maka si tetangga
tersebut melakukan hal yang sama seperti dia, hingga tersebarlah kebiasaan makan
ikan di kalangan mereka.
Kemudian ulama mereka berkata, "Celakalah kalian, sesungguhnya kalian
melakukan perburuan di hari Sabtu, sedangkan hari tersebut tidak dihalalkan bagi
kalian." Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami hanya menangkapnya pada hari Ahad,
yaitu di hari kami mengambilnya." Maka orang-orang yang ahli hukum berkata,
"Tidak, melainkan kalian menangkapnya di hari kalian membuka jalan air bagi-nya,
lalu ia masuk." Akhirnya mereka tidak dapat mencegah kaumnya menghentikan hal tersebut. Lalu
sebagian orang yang melarang mereka berkata kepada sebagian yang lain,
sebagaimana yang disebutkan oleh Firman-Nya:
{لِمَ
تَعِظُونَ قَوْمًا اللَّهُ مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا
شَدِيدًا}
Mengapa kalian menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau
mengazab mereka dengan azab yang amat keras? (Al-A'raf 164)
Dengan kata lain, mengapa kalian bersikeras menasihati mereka, padahal kalian
telah menasihati mereka, tetapi ternyata mereka tidak mau menuruti nasihat
kalian. Maka sebagian dari mereka berkata, seperti yang disitir oleh
firman-Nya:
{مَعْذِرَةً
إِلَى رَبِّكُمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ}
Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhan kalian,
dan supaya mereka bertakwa. (Al-A'raf: 164)
Ketika mereka menolak nasihat tersebut, maka orang-orang yang taat kepada
perintah Allah berkata, "Demi Allah, kami tidak mau hidup bersama kalian dalam
satu kampung." Lalu mereka membagi kampung itu menjadi dua bagian yang
dipisahkan oleh sebuah tembok penghalang. Lalu kaum yang taat pada perintah Allah membuat suatu pintu khusus buat
mereka sendiri, dan orang-orang yang melanggar pada hari Sabtu membuat pintunya
sendiri pula. Nabi Daud a.s. melaknat mereka yang melanggar di hari Sabtu itu.
Kaum yang taat pada perintah Allah keluar memakai pintunya sendiri, dan
orang-orang yang kafir keluar dari pintunya sendiri pula.
Pada suatu hari orang-orang yang taat pada perintah Tuhannya keluar.
sedangkan orang-orang yang kafir tidak membuka pintu khusus mereka. Maka
orang-orang yang taat melongok keadaan mereka dengan menaiki tembok penghalang
tersebut setelah merasakan bahwa mereka tidak mau juga membuka pintunya.
Ternyata mereka yang kafir itu telah berubah ujud menjadi kera, satu sama
lainnya saling melompati. Kemudian orang-orang yang taat membuka pintu mereka,
lalu kera-kera tersebut keluar dan pergi menuju suatu tempat. Yang demikian itu
dijelaskan di dalam firman-Nya:
{فَلَمَّا
عَتَوْا عَنْ مَا نُهُوا عَنْهُ قُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً
خَاسِئِينَ}
Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka
mengerjakannya, Kami katakan kepada mereka, "Jadilah kalian kera yang hina!"
(Al-A'raf: 166)
Kisah inilah yang pada mulanya disebutkan oleh firman-Nya:
{لُعِنَ
الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْنِ
مَرْيَمَ}
Maidah: 78) hingga akhir ayat.
Merekalah yang dikutuk menjadi kera-kera itu.
Menurut kami, tujuan mengetengahkan pendapat para imam tersebut untuk
menjelaskan kelainan pendapat yang dikemukakan oleh Mujahid rahimahullah. Dia
berpendapat bahwa kutukan yang menimpa mereka hanyalah kutukan maknawi, bukan
kutukan yang mengakibatkan mereka berubah ujud menjadi kera. Pendapat yang sahih
adalah yang mengatakan bahwa kutukan tersebut maknawi dan
suwari.
*********
{فَجَعَلْنَاهَا
نَكَالا}
Sebagian Mufassirin mengatakan bahwa damir yang terkandung pada lafaz faja
alnaha kembali kepada al-qiradah (menjadi kera). Menurut pendapat
lain kembali kepada al-hitan (ikan-ikan). Menurut pendapat yang lainnya
kembali kepada siksaan, dan menurut yang lainnya lagi kembali kepada
al-qaryah (kampung tempat mereka tinggal). Demikian menurut riwayat Ibnu
Jarir.
Menurut pendapat yang sahih, damir tersebut kembali kepada al-qaryah,
yakni Allah menjadikan kampung itu; sedangkan yang dimaksud adalah para
penduduknya, karena merekalah yang melakukan pelanggaran di hari Sabtu. Nakalan, peringatan; yakni Kami siksa mereka dengan suatu siksaan,
lalu Kami jadikan siksaan itu sebagai peringatan, seperti pengertian yang
terkandung di dalam firman-Nya mengenai Fir'aun, yaitu:
{فَأَخَذَهُ
اللَّهُ نَكَالَ الآخِرَةِ وَالأولَى}
********
Firman Allah Swt.:
{لِمَا
بَيْنَ يَدَيْهَا وَمَا خَلْفَهَا}
bagi orang-orang di masa itu dan bagi mereka yang datang kemudian.
(Al-Baqarah: 66)
Damir ha kembali kepada al-qura (kampung-kampung). Ibnu Abbas
mengatakan bahwa Kami jadikan siksaan yang telah menimpa penduduk kampung
tersebut sebagai pelajaran atau peringatan bagi orang-orang yang ada di
kampung-kampung sekitarnya, seperti pengertian yang terkandung di dalam firman
lainnya, yaitu:
{وَلَقَدْ
أَهْلَكْنَا مَا حَوْلَكُمْ مِنَ الْقُرَى وَصَرَّفْنَا الآيَاتِ لَعَلَّهُمْ
يَرْجِعُونَ}
Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan negeri-negeri di sekitar kalian
dan Kami telah mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami berulang-ulang supaya
mereka kembali (bertobat). (Al-Ahqaf: 27)
Termasuk ke dalam pengertian ini firman lainnya, yaitu:
{أَوَلَمْ
يَرَوْا أَنَّا نَأْتِي الأرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا}
Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi
daerah-daerah (orang-orang kafir), lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit
demi sedikit) dari tepi-tepinya (sekitarnya). (Ar-Ra'd: 41)
Makna yang dimaksud dengan lafaz lima baina yadaiha wa ma khalfaha
ialah menyangkut tempat, seperti yang dikatakan oleh Muhammad ibnu Ishaq, dari
Daud ibnul Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa lima
bainaha artinya penduduk kampung setempat; wa ma khalfaha, penduduk
kampung-kampung yang di sekitarnya. Hal yang sama dikatakan pula oleh Sa'id ibnu
Jubair, bahwa lima baina yadaiha wa ma khalfaha, artinya orang yang ada
di tempat tersebut di masa itu.
Telah diriwayatkan oleh Ismail ibnu Abu Khalid, Qatadah, dan Atiyyah Al-Aufi
sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Maka Kami jadikan yang demikian itu
sebagai peringatan bagi orang-orang di masa itu. (Al-Baqarah: 66) Ma
baina yadaiha artinya ma qablaha, yakni bagi orang-orang yang
sebelumnya yang menyangkut masalah hari Sabtu. Abul Aliyah, Ar-Rabi', dan
Atiyyah mengatakan bahwa wa ma khalfaha artinya buat orang-orang yang
sesudah mereka dari kalangan Bani Israil agar mereka tidak melakukan hal yang
semisal dengan perbuatan orang-orang yang dikutuk itu. Mereka mengatakan bahwa
makna yang dimaksud dari lafaz ma baina yadaiha wa ma khalfaha berkaitan
dengan zaman, yakni sebelum dan sesudahnya.
Pengertian tersebut dapat dibenarkan bila dikaitkan dengan orang-orang
sesudah mereka, agar apa yang telah menimpa penduduk kampung itu menjadi
peringatan dan pelajaran bagi mereka. Jika dikaitkan dengan orang-orang sebelum
mereka, mana mungkin ayat ini ditafsirkan dengan makna tersebut, yakni sebagai
pelajaran dan peringatan buat orang-orang sebelum mereka? Barangkali setelah
dipa-hami tidak ada seorang pun yang mengatakan demikian. Dengan demikian, maka tertentulah pengertian lafaz ma baina yadaiha wa ma
khalfaha artinya 'buat orang-orang yang tinggal di kampung-kampung
sekitarnya'. Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Sa'id ibnu Jubair.
Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah,
mengenai firman-Nya: Maka Kami jadikan yang demikian itu sebagai peringatan
bagi orang-orang di masa itu dan bagi mereka yang datang kemudian.
(Al-Baqarah: 66)
Bahwa makna yang dimaksud ialah sebagai hukuman terhadap dosa-dosa mereka
yang sekarang dan yang lalu. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Ikrimah, Mujahid, As-Saddi
Al-Farra, dan Ibnu Atiyyah bahwa lima baina yadaiha artinya 'bagi
dosa-dosa kaum tersebut', sedangkan wa ma khalfaha artinya 'bagi orang
sesudahnya yang berani melakukan hal yang semisal dengan dosa-dosa mereka
itu'. Ar-Razi meriwayatkan tiga buah pendapat sehubungan dengan tafsir ayat ini:
Yang pertama mengatakan bahwa makna yang dimaksud dari lafaz ma baina yadaiha
wa ma khalfaha ialah 'bagi orang-orang sebelum mereka yang telah mengetahui
beritanya melalui kitab-kitab terdahulu dan bagi orang-orang sesudah mereka.
Pendapat kedua mengatakan, makna yang dimaksud ialah 'bagi para penduduk kampung
dan umat-umat yang semasa dengannya. Pendapat ketiga mengatakan bahwa Allah Swt.
menjadikan hal tersebut sebagai hukuman buat orang-orang yang melakukan
perbuatan tersebut sebelumnya, juga bagi orang-orang sesudahnya. Pendapat ketiga
ini merupakan pendapat Al-Hasan.
Menurut kami, pendapat yang kuat ialah yang mengartikan bahwa ma baina
yadaiha dan wa ma khalfaha artinya 'bagi orang-orang yang sezaman
dengan mereka, juga bagi orang-orang yang akan datang sesudah mereka', seperti
makna yang terkandung di dalam firman-Nya;
{وَلَقَدْ
أَهْلَكْنَا مَا حَوْلَكُمْ مِنَ الْقُرَى وَصَرَّفْنَا الآيَاتِ لَعَلَّهُمْ
يَرْجِعُونَ}
Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan negeri-negeri di sekitar
kalian. (Al-Ahqaf: 27) hingga akhir ayat.
Dan Allah telah berfirman:
{وَلا
يَزَالُ الَّذِينَ كَفَرُوا تُصِيبُهُمْ بِمَا صَنَعُوا قَارِعَةٌ أَوْ تَحُلُّ
قَرِيبًا مِنْ دَارِهِمْ}
Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan
mereka sendiri. (Ar-Ra'd: 31)
{أَفَلا
يَرَوْنَ أَنَّا نَأْتِي الأرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا}
Maka Allah menjadikan mereka sebagai pelajaran dan peringatan buat
orang-orang yang sezaman dengan mereka, juga menjadi pelajaran bagi orang-orang
yang kemudian melalui berita yang mutawatir dari mereka. Karena itulah di akhir
ayat disebutkan:
{وَمَوْعِظَةً
لِلْمُتَّقِينَ}
serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-Baqarah: 66)
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Daud ibnul Husain, dari Ikrimah, dari
Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: serta menjadi pelajaran bagi
orang-orang yang bertakwa. (Al-Baqarah: 66) Yang dimaksud ialah bagi
orang-orang sesudah mereka hingga hari kiamat. Al-Hasan Qatadah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Serta menjadi
pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-Baqarah: 66) Ia memperingatkan
mereka sehingga mereka memelihara diri dari hal-hal yang menyebabkan siksa Allah
dan mewaspadainya. As-Saddi dan Atiyyah Al-Aufi mengatakan bahwa makna firman-Nya: serta
menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-Baqarah: 66) ialah
umat Nabi Muhammad Saw. Menurut kami, makna yang dimaksud dari lafaz al-mauizah dalam ayat ini
ialah peringatan. Dengan kata lain, Kami jadikan azab dan pembalasan yang telah
menimpa mereka sebagai balasan dari perbuatan mereka yang melanggar hal-hal yang
diharamkan oleh Allah dan tipu muslihat yang mereka jalankan. Karena itu,
hati-hatilah orang-orang yang bertakwa terhadap perbuatan seperti yang mereka
lakukan itu, agar tidak tertimpa siksaan yang telah menimpa mereka.
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ
الصَّبَّاحِ الزَّعْفَرَانِيُّ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو [عَنْ أَبِي سَلَمَةَ] عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم قال: "لَا تَرْتَكِبُوا مَا ارْتَكَبَ
الْيَهُودُ، فَتَسْتَحِلُّوا مَحَارِمَ اللَّهِ بِأَدْنَى
الْحِيَلِ"
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Muslim, telah
menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah Az-Za'farani, telah
menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Umar, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Janganlah kalian lakukan seperti apa yang
telah dilakukan oleh orang-orang Yahudi, karena akibatnya kalian akan
menghalalkan apa-apa yang diharamkan oleh Allah hanya dengan tipu muslihat yang
rendah.
Sanad ini berpredikat jayyid; Ahmad ibnu Muhammad ibnu Muslim dinilai siqah
oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Khatib Al-Bagdadi, sedangkan perawi lainnya sudah
dikenal dengan syarat sahih.
Tafsir Al Misbah
0 Response to "Al-Baqoroh Ayat 65-66"
Posting Komentar