Al-Baqoroh Ayat 61
Minggu, 13 Mei 2018
Add Comment
{وَإِذْ
قُلْتُمْ يَا مُوسَى لَنْ نَصْبِرَ عَلَى طَعَامٍ وَاحِدٍ فَادْعُ لَنَا رَبَّكَ
يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنْبِتُ الأرْضُ مِنْ بَقْلِهَا وَقِثَّائِهَا وَفُومِهَا
وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا قَالَ أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي
هُوَ خَيْرٌ اهْبِطُوا مِصْرًا فَإِنَّ لَكُمْ مَا سَأَلْتُمْ}
Dan (ingatlah) ketika kalian berkata, "Hai
Musa, kami tidak sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu,
mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa
yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayur, mentimunnya, bawang putihnya, kacang
adasnya, dan bawang merahnya." Musa berkata, "Maukah kalian mengambil sesuatu
yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kalian ke suatu kota,
pasti kalian memperoleh apa yang kalian minta."
Allah berfirman, "Ingatlah kalian akan nikmat-Ku yang telah Kulimpahkan
kepada kalian di kala Aku menurunkan manna dan salwa kepada kalian sebagai
makanan yang baik, bermanfaat, enak, dan mudah. Ingatlah ungkapan keluhan serta
kebosanan kalian terhadap apa yang telah Kami limpahkan kepada kalian, dan
kalian meminta kepada Musa menggantinya dengan makanan yang bermutu rendah,
seperti sayur mayur dan lain-lainnya yang kalian minta."
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa mereka terlanjur terbiasa dengan hal
tersebut, maka mereka tidak sabar terhadap makanan manna dan salwa. Mereka
teringat kepada kehidupan sebelumnya yang biasa mereka jalani. Mereka merupakan
kaum yang biasa memakan kacang adas, bawang merah, sayur-sayuran, dan bawang
putih (vegetarian). Lalu mereka berkata: Hai Musa, kami tidak sabar (tahan)
dengan satu macam makanan saja. Sebab itu, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu
agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu
sayur-mayurnya, mentimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang
merahnya. (Al-Baqarah: 61)
Sesungguhnya mereka mengatakan satu jenis makanan karena makanan yang mereka
konsumsi hanyalah manna dan salwa saja, setiap harinya hanya itu saja yang
mereka makan. Al-buqul (sayur mayur), al-qissa (mentimun), al-'adas
(kacang adas), dan al-basal (bawang merah), semuanya sudah dikenal.
M-ngenai al-Jum menurut qiraat Ibnu Mas'ud disebut sum dengan
memakai huruf sa yang artinya ialah bawang putih. Hal yang sama ditafsirkan oleh
Mujahid di dalam riwayat Lais ibnu Abu Salim, dari Ibnu Mas'ud, bahwa al-Jum
artinya saum (bawang putih). Hal yang sama dikatakan pula oleh Ar-Rabi'
ibnu Anas dan Sa'id ibnu Jubair.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Rafi',
telah menceritakan kepada kami Abu Imarah (yakni Ya'qub ibnu Ishaq Al-Basri),
dari Yunus, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya,
"Wafumifta." Menurut Ibnu Abbas artinya bawang putih, dan di dalam bahasa
kuno disebutkan fummu lana yang artinya 'buatkanlah roti untuk kami'. Ibnu Jarir mengatakan, apabila hal tersebut benar, maka lafaz fumiha
termasuk di antara huruf-huruf yang ada penggantian di dalamnya, seperti
perkataan mereka, "Waqa'ufi 'asuri syarrin (mereka terjerumus di dalam
kemelut keburukan)," dikatakan 'afur syarrin (huruf sa diganti menjadi
fa). Contoh lainnya ialah asafi diucapkan menjadi asasi,
magafir diucapkan menjadi magasir, dan lain sebagainya yang
serupa; di mana huruf fa diganti menjadi sa, dan huruf sa diganti menjadi fa,
karena makhraj keduanya berdekatan.
Ulama lainnya mengatakan bahwa al-fum artinya gandum yang biasa
dipakai untuk membuat roti.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul
A’la secara bacaan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb secara bacaan,
telah menceritakan kepadaku Nafi' ibnu Abu Na'im, bahwa Ibnu Abbas r.a. pernah
ditanya mengenai firman-Nya wajumiha: "Apakah yang dimaksud dengan fumiha?" Ibnu
Abbas menjawab, "Gandum." Selanjutnya Ibnu Abbas mengatakan, "Bukankah kamu
pernah mendengar ucapan Uhaihah ibnul Jallah yang mengatakan dalam salah satu
bait syairnya, yaitu: "Dahulu aku adalah orang yang paling berkecukupan secara pribadi, akulah yang
mula-mula melakukan penanaman gandum di Madinah.”
Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Hasan,
telah menceritakan kepada kami Muslim Al-Juhani, telah menceritakan kepada kami
Isa ibnu Yunus, dari Rasyid ibnu Kuraib, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan firman-Nya, "Wa-fumiha." Disebutkan bahwa al-Jum
adalah gandum menurut dialek Bani Hasyim. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ali
ibnu Abu Tal-hah dan Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas; juga oleh Ikrimah, dari Ibnu
Abbas, bahwa al-Jum artinya gandum.
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Ibnu Juraij, dari Mujahid dan Ata mengenai
firman-Nya, "Wajumiha." Keduanya mengatakan, yang dimaksud ialah rotinya. Hasyim meriwayatkan dari Yunus, dari Al-Husain dan Husain, dari Abu Malik
mengenai firman-Nya, "Wafumiha," bahwa Jum artinya gandum. Pendapat ini
dikatakan oleh Ikrimah, As-Saddi, Al-Ha-san Al-Basri, Qatadah, dan Abdur Rahman
ibnu Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya. Al-Jauhari mengatakan bahwa al-Jum artinya gandum. Ibnu Duraid mengatakan,
al-Jum artinya sunbulah (bulir gandum). Al-Qurtubi meriwayatkan dari Ata dan Qatadah, bahwa al-Jum ialah segala jenis
biji-bijian yang dapat dijadikan roti. Sebagian ulama mengatakan bahwa al-Jum
adalah kacang hums menurut dialek Syamiyah, dan orang yang menjualnya
disebut fami yang diambil dari kata Jumi setelah diubah sedikit. Imam Bukhari mengatakan, sebagian ulama mengatakan bahwa Jum artinya segala
jenis biji-bijian yang dapat dimakan.
**********
{قَالَ
أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ}
Musa berkata, "Maukah kalian mengambil sesuatu yang rendah sebagai
pengganti yang lebih baik?” (Al-Baqarah: 61)
Di dalam ungkapan ayat ini terkandung teguran dan celaan terhadap permintaan
mereka yang meminta jenis-jenis makanan yang rendah ini, padahal mereka sedang
dalam kehidupan yang menyenangkan dan memiliki makanan yang enak lagi baik dan
bermanfaat.
*********
Firman Allah Swt.:
{اهْبِطُوا
مِصْرًا}
Demikianlah bunyinya dengan di-tanwi'n-kan serta ditulis dengan
memakai alif pada akhirnya menurut mushaf para Imam Usmaniyah. Qiraat inilah
yang dipakai oleh jumhur ulama. Ibnu Jarir mengatakan, "Aku tidak memperbolehkan
qiraat selain dari qiraat ini, karena semua mushaf telah sepakat membacanya
demikian." Ibnu Abbas mengatakan, ihbitu misran artinya 'pergilah kalian ke suatu
kota'. Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari hadis Abu Sa'id Al-Baqqal (yaitu Sa'id ibnul
Mirzaban), dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Hal yang semisal telah diriwayatkan
pula dari As-Saddi, Qatadah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas. Ibnu Jarir mengatakan, telah didapati di dalam qiraat Ubay ibnu Ka'b dan Ibnu
Mas'ud bacaan ihbitu misra, yakni tanpa memakai tanwin, yang artinya
'pergilah kalian ke negeri Mesir'.
Kemudian diriwayatkan dari Abul Aliyah dan Ar-Rabi' ibnu Anas, bahwa keduanya
menafsirkan hal tersebut sebagai negeri Mesir tempat Fir'aun berkuasa. Hal yang
sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim, dari Abul Aliyah dan Ar-Rabi', dari
Abul A'masy. Ibnu Jarir mengatakan, dapat pula diinterpretasikan makna yang dimaksud ialah
negeri Mesir Fir'aun menurut qiraat orang yang mem-fathah-kannya (tanpa tanwin).
Dengan demikian, berarti hal ini termasuk ke dalam Bab "Ittiba' dalam Menulis
Mushaf, seperti yang dilakukan terhadap firman-Nya, "Qawariran qawarira,"
kemudian di-waqaf-kan bacaannya.
Permasalahannya terletak pada makna misra, apakah makna yang dimaksud adalah
Mesir negerinya Fir'aun, atau salah satu negeri (kota) secara mutlak? Pendapat
yang mengatakan bahwa kota tersebut adalah negeri Mesir masih perlu
dipertimbangkan. Tetapi yang benar ialah suatu kota secara mutlak, seperti yang
disebut oleh riwayat Ibnu Abbas dan lain-lainnya.
Berdasarkan pengertian ini makna ayat adalah seperti berikut "Musa berkata
kepada mereka, 'Apa yang kalian minta itu bukanlah merupakan hal yang sulit,
bahkan hal tersebut banyak didapat di kota mana pun yang kalian masuki, dan
tidaklah pantas bagi kalian meminta kepada Allah Swt. hal yang serendah itu lagi
banyak didapat'." Karena itulah maka Musa berkata kepada mereka yang disitir
oleh firman-Nya:
{أَتَسْتَبْدِلُونَ
الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ اهْبِطُوا مِصْرًا فَإِنَّ لَكُمْ مَا
سَأَلْتُمْ}
Maukah kalian mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih
baik? Pergilah kalian ke suatu kota, pasti kalian memperoleh apa yang kalian
minta. (Al-Baqarah: 61)
Ma sa-altum artinya apa yang kalian minta; dan mengingat permintaan
mereka itu termasuk ke dalam kategori keterlaluan dan sangat buruk, maka bukan
merupakan suatu keharusan untuk diperkenankan.
{وَضُرِبَتْ
عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ ذَلِكَ
بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ
بِغَيْرِ الْحَقِّ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ (61)
}
Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan
kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena
mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan
yang benar. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan
melampaui batas.
{وَضُرِبَتْ
عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ}
Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan. (Al-Baqarah:
61)
Yakni ditimpakan dan ditetapkan kepada mereka menurut hukum syara' dan
takdir. Dengan kata lain, mereka terus-menerus dalam keadaan hina; siapa
pun yang bersua dengan mereka, pasti menghina dan mencemoohkan mereka. Dan
ditimpakan kepada mereka kenistaan di samping kehinaan yang selalu menyertai
mereka di mana pun mereka berada. Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini,
bahwa mereka adalah orang-orang yang terkena jizyah.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Al-Hasan dan Qatadah sehubungan
dengan firman-Nya, "Waduribat 'alaihimuz zillatu" bahwa mereka membayar
jizyah dengan patuh, sedangkan mereka dalam keadaan tunduk. Ad-Dahhak mengatakan, ditimpakan kepada mereka zillah, yakni
kenistaan. Al-Hasan mengatakan bahwa Allah menjadikan mereka hina, mereka tidak
mempunyai harga diri lagi dan menjadikan mereka berada di bawah kekuasaan kaum
muslim. Umat ini (umat Nabi Muhammad Saw.) menjumpai mereka, sedangkan
orang-orang Majusi menarik jizyah dari mereka. Abul Aliyah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan As-Saddi mengatakan bahwa
al-maskanah artinya kemiskinan. Sedangkan menurut Al-Aufi artinya
membayar kharraj (pajak), dan menurut Ad-Dahhak artinya jizyah.
**********
Firman Allah Swt.:
{وَبَاءُوا
بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ}
serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. (Al-Baqarah: 61)
Menurut Ad-Dahhak, makna ayat ini ialah mereka berhak mendapat murka dari
Allah. Menurut Ar-Rabi' ibnu Anas, murka dari Allah menimpa diri mereka.
Sedangkan Sa'id ibnu Jubair mengatakan, mereka berhak mendapat murka Allah.
Ibnu Jarir mengatakan, mereka pergi dan kembali dengan membawa murka dari
Allah. Lafaz ba-a ini tidak disebutkan melainkan dalam keadaan selalu
dihubungkan adakalanya dengan kebaikan atau keburukan. Dikatakan sehubungan
dengan pengertian ini ba-a fulanun bizambihi yang artinya si Fulan
kembali dengan membawa dosanya. Bentuk mudari'-nya yabu-u bihi, sedangkan
bentuk masdar-nya bau-an dan bawa-an. Termasuk ke dalam pengertian
lafaz ini firman lain-nya yang mengatakan:
{إِنِّي
أُرِيدُ أَنْ تَبُوءَ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ}
Artinya, kamu kembali dengan memikul kedua dosa itu dan pergi dengan membawa
keduanya pula, dan jadilah kedua dosa tersebut berada di atas pundakmu,
sedangkan aku terbebas darinya. Dari semua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila mereka kembali,
maka mereka kembali seraya membawa murka Allah di pundak mereka; dan jadilah
mereka orang-orang yang ditim-pa oleh murka dari Allah, serta mereka berhak
untuk mendapat murka dari-Nya.
*************
Firman Allah Swt.:
{ذَلِكَ
بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ
بِغَيْرِ الْحَقِّ}
Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan
membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. (Al-Baqarah: 61)
Makna ayat ini seakan-akan mengatakan bahwa pembalasan yang Kami timpakan
kepada mereka berupa nista, kehinaan, dan kemurkaan yang selalu menimpa mereka,
sebagai akibat dari sifat angkuh mereka yang tidak mau mengikuti perkara yang
hak, mereka juga kafir kepada ayat-ayat Kami serta menghina para pemangku
syariat, yaitu para nabi dan pengikut-pengikutnya. Mereka terus-menerus menghina
para nabi dan pengikut-pengikutnya hingga sampai berani membunuhnya. Maka tiada
dosa yang lebih besar daripada apa yang telah mereka lakukan itu; mereka kafir
terhadap ayat-ayat Kami dan berani membunuh para nabi tanpa alasan yang
dibenarkan. Karena itulah di dalam sebuah hadis yang telah disepakati kesahihannya
disebutkan bahwa
"الْكِبْرُ
بَطَر الْحَقِّ، وغَمْط النَّاسِ"
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، عَنِ ابْنِ عَوْنٍ، عَنْ عَمْرِو
بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، قَالَ: قَالَ ابْنُ
مَسْعُودٍ: كُنْتُ لَا أَحْجُبُ عَنِ النَّجْوى، وَلَا عَنْ كَذَا وَلَا عَنْ كَذَا
قَالَ: فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدَهُ
مَالِكُ بْنُ مُرَارَةَ الرَّهَاوِيُّ، فَأَدْرَكْتُهُ مِنْ آخِرِ حَدِيثِهِ،
وَهُوَ يَقُولُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَدْ قُسِمَ لِي مِنَ الْجَمَالِ مَا تَرَى،
فَمَا أُحِبُّ أَنَّ أَحَدًا مِنَ النَّاسِ فَضَلني بِشِرَاكَيْنِ فَمَا
فَوْقَهُمَا أَفَلَيَسَ ذَلِكَ هُوَ الْبَغْيُ؟ فَقَالَ: "لَا لَيْسَ ذَلِكَ مِنَ
الْبَغْيِ، وَلَكِنَّ الْبَغْيَ مَنْ بَطَرَ -أَوْ قَالَ: سَفِهَ الْحَقَّ-وغَمط
النَّاسَ".
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ismail, dari ibnu
Aun, dari Amr ibnu Sa'id, dari Humaid ibnu Abdur Rahman yang menceritakan bahwa
Ibnu Mas'ud pernah menceritakan hadis berikut; dia adalah orang yang tidak
pernah terhalang-halangi dari semua pembicaraan yang rahasia, tidak pula dari
ini dan itu. Pada suatu hari ia datang menemui Rasulullah Saw. yang saat itu
Malik ibnu Mararah Ar-Rahawai berada di hadapannya, lalu ia menjumpai akhir
pembicaraan yang dikatakan oleh Malik yang mengatakan demikian, "Wahai
Rasulullah, aku telah mendapat bagian ternak unta seperti yang engkau lihat
sendiri, maka aku tidak suka bila ada seseorang dari kalangan mereka mempunyai
bagian yang lebih dariku dua ekor ternak atau lebih. Akan tetapi, bukankah
perasaan ini disebut sombong?" Rasulullah Saw. menjawab: Tidak, hal itu bukan
termasuk sifat sombong, tetapi sombong itu ialah angkuh atau meremehkan perkara
yang hak dan merendahkan orang lain.
Yaitu menolak perkara yang hak, meremehkan orang lain, menghina mereka, dan
merasa besar diri terhadap mereka.Oleh karena itu, tatkala Bani Israil melakukan hal-hal yang telah mereka
lakukan —seperti ingkar terhadap ayat-ayat Allah dan berani membunuh nabi-nabi
mereka— maka Allah menimpakan kepada mereka kemurkaan-Nya yang tak dapat
dihindarkan lagi, dan Allah menimpakan kepada mereka kehinaan di dunia yang
berlanjut sampai kepada kehinaan di akhirat, sebagai balasan yang setimpal buat
mereka.
Abu Darda At-Tayalisi meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah,
dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Abu Ma'mar, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang
menceritakan bahwa dahulu setiap hari orang-orang Bani Israil membunuh sebanyak
tiga ratus orang nabi, kemudian mereka mendirikan pasar sayur-mayur mereka di
petang harinya.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، حَدَّثَنَا أَبَانُ، حَدَّثَنَا
عَاصِمٌ، عَنْ أَبِي وَائِلٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ -يَعْنِي ابْنَ مَسْعُودٍ-أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أَشَدُّ النَّاسِ
عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ قَتَلَهُ نَبِيٌّ، أَوْ قَتَلَ نَبِيًّا،
وَإِمَامُ ضَلَالَةٍ وَمُمَثِّلٌ مِنَ الْمُمَثِّلِينَ"
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah
menceritakan kepada kami Aban, telah menceritakan kepada kami Asim, dari Abu
Wa-il, dari Abdullah ibnu Mas'ud, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Orang yang paling keras mendapat azab di hari kiamat ialah seorang lelaki
yang dibunuh oleh seorang nabi atau yang membunuh nabi, dan imam kesesatan serta
seseorang dari kalangan orang-orang yang gemar mencincang (membunuh secara
kejam).
***********
Firman Allah Swt.:
{ذَلِكَ
بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ}
Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui
batas. (Al-Baqarah: 61)
Ayat ini merupakan 'Illat (penyebab) lain yang mengakibatkan mereka
menerima pembalasan tersebut, yaitu mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui
batas. Mereka durhaka karena melakukan hal-hal yang dilarang dan berlaku kelewat
batas karena melampaui batasan-batasan yang diperbolehkan dan yang
diperintahkan.
0 Response to "Al-Baqoroh Ayat 61"
Posting Komentar