Al-Baqoroh Ayat 57
Minggu, 13 Mei 2018
Add Comment
{وَظَلَّلْنَا
عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَأَنزلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَى كُلُوا مِنْ
طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ
يَظْلِمُونَ (57) }
Dan Kami naungi kalian dengan awan dan Kami
turunkan kepada kalian manna dan salwa. Makanlah dari makanan yang baik-baik
yang telah Kami berikan kepada kalian. Dan tidaklah mereka menganiaya Kami,
tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.
Setelah Allah Swt. menyebutkan perihal murka yang Dia hapuskan terhadap
mereka, maka Allah kembali mengingatkan mereka akan limpahan nikmat-nikmat yang
telah diberikan oleh-Nya kepada mereka. Untuk itu Allah berfirman:
{وَظَلَّلْنَا
عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ}
Al-gamam adalah bentuk jamak dari gamamah; dinamakan demikian
karena gamamah menutupi langit, artinya awan putih. Mereka dinaungi oleh
awan agar terhindar dari sengatan panas matahari padang pasir yang sangat terik
itu. Imam Nasai dan lain-lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas dalam hadis
Al-Futun, bahwa mereka dinaungi oleh awan ketika berada di padang pasir. Ibnu
Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, Ar-Rabi' ibnu Anas,
Abul Mijlaz, Ad-Dahhak, dan As-Saddi hal yang semisal dengan apa yang telah
dikatakan oleh Ibnu Abbas.
Al-Hasan dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya,
"Wazallalna 'alaikumul gamama," bahwa hal ini terjadi di padang pasir;
mereka dinaungi oleh awan tersebut hingga terhindar dari teriknya matahari. Ibnu
Jarir dan lain-lainnya mengatakan bahwa awan tersebut lebih sejuk dan lebih baik
daripada awan biasa.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Huzaifah,
telah menceritakan kepada kami Syiblun, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid
sehubungan dengan makna firman-Nya ini, bahwa yang dimaksud dengan awan di sini
bukanlah awan yang Allah datangkan dengannya kelak di hari kiamat, melainkan
awan yang khusus hanya bagi mereka. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu
Jarir, dari Al-Musanna ibnu Ibrahim, dari Abu Huzaifah. Hal yang sama
diriwayatkan pula oleh As-Sauri dan lain-lainnya, dari Ibnu Abu Nujaih, dari
Mujahid.
Seakan-akan dimaksudkan —hanya Allah yang mengetahui— bahwa awan tersebut
bukanlah seperti awan yang ada pada kita, melainkan jauh lebih indah dan lebih
semerbak serta lebih baik pemandangannya. Sunaid di dalam kitab tafsirnya mengatakan dari Hajjaj ibnu Muhammad, dari
Ibnu Juraij, bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan sehubungan dengan tafsir
firman-Nya: Dan Kami naungi kalian dengan awan. (Al-Baqarah: 57) Bahwa
awan tersebut lebih sejuk dan lebih semerbak baunya daripada awan biasa. Awan
inilah yang Allah datang dengan memakainya, seperti yang dinyatakan di dalam
firman-Nya:
{هَلْ
يَنْظُرُونَ إِلا أَنْ يَأْتِيَهُمُ اللَّهُ فِي ظُلَلٍ مِنَ الْغَمَامِ
وَالْمَلائِكَةُ}
Tiada yang mereka nanti-nantikan (pada hari kiamat) melainkan datangnya
Allah dalam naungan awan dan malaikat. (Al-Baqarah: 210)
Awan inilah yang para malaikat datang dengan membawanya dalam Perang Badar.
Ibnu Abbas mengatakan, awan tersebutlah yang menaungi mereka (Bani Israil)
ketika di padang pasir.
******************
Firman Allah Swt.:
{وَأَنزلْنَا
عَلَيْكُمُ الْمَنَّ}
Keterangan para ahli tafsir berbeda-beda sehubungan dengan hakikat dari
manna ini. Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa manna
turun pada mereka di pohon-pohon, lalu mereka menaikinya dan memakannya dengan
sepuas-puasnya. Mujahid mengatakan bahwa manna adalah getah. Ikrimah mengatakan bahwa
manna ialah sesuatu makanan yang diturunkan oleh Allah kepada mereka seperti
hujan gerimis. As-Saddi mengatakan bahwa mereka berkata, "Hai Musa, bagaimanakah kami dapat
hidup di sini tanpa ada makanan?" Maka Allah menurunkan manna kepada
mereka. Manna itu turun, lalu terjatuh pada pohon zanjabil
(jahe).
Qatadah mengatakan bahwa manna turun di tempat mereka berada seperti
turunnya salju, bentuknya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis
daripada madu; manna turun kepada mereka mulai dari terbitnya fajar
hingga matahari terbit. Seseorang dari mereka mengambil sekadar apa yang cukup
bagi keperluannya di hari itu. Apabila ia mengambil lebih dari itu, maka manna
menjadi busuk dan tidak tersisa. Akan tetapi, bila hari yang keenam tiba —yakni
hari Jum’at— maka seseorang mengambil kebutuhannya dari manna untuk hari
itu dan hari besoknya, mengingat hari besoknya adalah hari Sabtu. Karena hari
Sabtu merupakan hari libur mereka, tiada seorang pun yang bekerja pada hari itu
untuk penghidupannya, hal ini semua terjadi di daratan.
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa manna adalah minuman yang
diturunkan kepada mereka (kaum Bani Israil), rupanya seperti madu; mereka
mencampurnya dengan air, lalu meminumnya.
Wahb ibnu Munabbih pernah ditanya mengenai manna. Ia menjawab bahwa
manna adalah roti lembut seperti biji jagung atau seperti dedak.
Abu Ja'far ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya Muhammad
ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad, telah menceritakan kepada
kami Israil, dari Jabir, dari Amir (yaitu Asy-Sya'bi) yang mengatakan bahwa madu
kalian ini merupakan sepertujuh puluh dari manna. Hal yang sama dikatakan
pula oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, bahwa manna adalah madu.
Telah disebutkan di dalam syair Umayyah ibnu Abu Silt seperti berikut
فَرَأَى
اللَّهُ أَنَّهُمْ بِمَضِيعٍ ... لَا بِذِي
مَزْرَعٍ وَلَا مَثْمُورَا ...
فَسَنَاهَا
عَلَيْهِمُ غَادِيَاتٍ ... وَتَرَى مُزْنَهُمْ
خَلَايَا وَخُورَا ...
عَسَلًا
نَاطِفًا وَمَاءً فُرَاتًا ... وحليبا ذا بهجة
مرمورا
Allah melihat bahwa mereka berada di
tempat yang tandus, tiada tanaman dan tiada buah-buahan. Maka Dia menyirami
mereka dengan hujan, dan mereka melihat hujan yang menimpa mereka berupa tetesan
madu dan air yang jernih serta air susu yang murni lagi
cemerlang.
An-natif artinya cairan, sedangkan al-halibul mazmur artinya
susu yang murni lagi jernih. Tujuan utama dari semuanya dapat disimpulkan bahwa
ungkapan para ahli tafsir mengenai hakikat manna berdekatan dan tidak
terlalu jauh. Di antara mereka ada yang menafsirkannya sebagai minuman. Akan
tetapi, kenyataannya hanya Allah yang mengetahui; dapat disimpulkan bahwa
manna adalah anugerah yang diberikan oleh Allah kepada mereka, baik
berupa makanan atau minuman atau lainnya, yang dihasilkan tanpa susah payah.
Manna yang dikenal ialah 'jika dimakan dengan sendirinya, maka
merupakan makanan dan manisan; jika dicampur dengan air, maka merupakan minuman
yang enak; jika dicampur dengan lainnya merupakan jenis yang lain'. Akan tetapi,
hal ini semata bukanlah makna yang dimaksud oleh ayat. Sebagai dalilnya ialah
sebuah riwayat yang diketengahkan oleh Imam Bukhari.
قَوْلُ
الْبُخَارِيِّ: حَدَّثَنَا
أَبُو نُعَيْمٍ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنِ عبد الملك، عن عمر بْنِ حُرَيْثٍ عَنْ
سَعِيدِ بْنِ زَيْدٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْكَمْأَةُ مِنَ الْمَنِّ، وَمَاؤُهَا شِفَاءٌ
لِلْعَيْنِ".
Imam Bukhari telah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im,
telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abdul Malik ibnu Umair ibnu
Hurayyis, dari Sa'id ibnu Zaid r.a. yang menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah
bersabda: Jamur kam’ah berasal dari manna: airnya mengandung obat penawar
bagi mata.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad, dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari
Abdul Malik (yaitu Ibnu Umair) dengan lafaz yang sama. Jama'ah mengetengahkan
hadis ini di dalam kitabnya masing-masing —kecuali Abu Daud— melalui berbagai
jalur dari Abdul Malik alias Ibnu Umair dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi
mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan sahih.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini melalui riwayat
Al-Hakam, dari Al-Hasan Al-'Urni dari Amr ibnu Hurayyis dengan lafaz yang
sama.
قَالَ
التِّرْمِذِيُّ: حَدَّثَنَا أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ أَبِي السَّفَرِ وَمَحْمُودُ
بْنُ غَيْلان، قَالَا حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَامِرٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
عَمْرٍو، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْعَجْوَةُ مِنَ الْجَنَّةِ،
وَفِيهَا شِفَاءٌ مِنَ السُّمِّ، وَالْكَمْأَةُ مِنَ الْمَنِّ وَمَاؤُهَا شِفَاءٌ
لِلْعَيْنِ"
Imam Turmuzi meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidah ibnu
Abus Safar dan Mahmud ibnu Gailan; keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan
kepada kami Sa'id ibnu Amri, dari Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu
Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ajwah
(buah kurma masak) berasal dari surga, di dalamnya terkandung obat penyembuh
dari keracunan; dan jamur kam’ah berasal dari manna, airnya mengandung obat
penyembuh bagi (penyakit) mata.
Hadis ini hanya diketengahkan oleh Imam Turmuzi, kemudian dia mengatakan
bahwa hadis ini hasan garib. Kami tidak mengetahuinya melainkan melalui hadis
Muhammad ibnu Muhammad ibnu Amr; jika tidak demikian, berarti dari hadis Sa'id
ibnu Amr dari Muhammad ibnu Amr. Di dalam bab ini diriwayatkan pula dari Sa'id
ibnu Zaid dan Abu Sa'id serta Jabir, menurut Imam Turmuzi.
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan pula di dalam kitab tafsirnya
melalui jalur lain dari Abu Hurairah. Untuk itu dia mengatakan:
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ أَحْمَدَ الْبَصْرِيُّ، حَدَّثَنَا أَسْلَمُ بْنُ
سَهْلٍ، حَدَّثَنَا الْقَاسِمُ بْنُ عِيسَى، حَدَّثَنَا طَلْحَةُ بْنُ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ، عَنْ قَتَادَةَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"الْكَمْأَةُ مِنَ الْمَنِّ، وَمَاؤُهَا شِفَاءٌ لِلْعَيْنِ".
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Hasan ibnu Ahmad Al-Basri, telah
menceritakan kepada kami Aslam ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami
Al-Qasim ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Talhah ibnu Abdur Rahman, dari
Qatadah, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah r.a. telah menceritakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Jamur kam’ah berasal dari manna,
airnya mengandung obat penyembuh bagi penyakit mata.
Hadis ini berpredikat garib bila ditinjau dari sanad ini, dan Talhah ibnu
Abdur Rahman ini adalah As-Sulami Al-Wasiti, dijuluki dengan sebutan Abu
Muhammad. Menurut pendapat lain, dia adalah Abu Sulaiman Al-Muaddib; dan
Al-Hafiz Abu Ahmad ibnu Abdi mengatakan sesuatu tentang dirinya. Dia
meriwayatkan dari Qatadah banyak riwayat yang tidak dapat diikuti (dipakai).
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan:
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ
قَتَادَةَ، عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ نَاسًا مِنْ
أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: الْكَمْأَةُ
جُدَرِيُّ الْأَرْضِ، فَقَالَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"الْكَمْأَةُ مِنَ الْمَنِّ، وَمَاؤُهَا شِفَاءٌ لِلْعَيْنِ، وَالْعَجْوَةُ مِنَ
الْجَنَّةِ وَهِيَ شِفَاءٌ مِنَ السُّمِّ".
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan
kepada kami Mu'az ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami Abu Qatadah, dari
Syahr ibnu Hausyab, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa para sahabat
Nabi Saw. mengatakan, "Kam’ah merupakan akar yang ada di dalam tanah." Maka Nabi
Saw. bersabda: Kam’ah berasal dari manna, airnya mengandung obat
penyembuh bagi (penyakit) mata. Dan ajwah berasal dari surga, ia mengandung obat
penawar untuk racun.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Nasai, dari Muhammad ibnu Basysyar dengan
lafaz yang sama. Diriwayatkan pula dari Muhammad ibnu Basysyar, dari Gundar,
dari Syu'bah ibnu Abu Bisyr Ja'far ibnu Iyas, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Abu
Hurairah dengan lafaz yang sama. Diriwayatkan pula dari Muhammad ibnu Basysyar,
dari Abdul A’la, dari Khalid Al-Hazza, dari Syahr ibnu Hausyab, tetapi hanya
kisah mengenai kam’ah saja. Imam Nasai dan Ibnu Majah meriwayatkan pula melalui hadis Muhammad ibnu
Basysyar, dari Abu Abdus Samad ibnu Abdul Aziz ibnu Abdus Samad, dari Matar
Al-Waraq, dari Syahr kisah mengenai ajwah yang ada pada Imam Nasai, dan kisah
mengenai keduanya (kam’ah dan ajwah) pada Ibnu Majah.
Jalur periwayatan ini munqati (terputus) antara Syahr ibnu Hausyab dan
Abu Hurairah, karena sesungguhnya Syahr ibnu Hausyab belum pernah mendengar
riwayat hadis dari Abu Hurairah. Sebagai buktinya ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Nasai dalam Bab
"Walimah", di dalam kitab Sunannya:
عَنْ
عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ الدِّرْهَمِيِّ عَنْ عَبْدِ الْأَعْلَى، عَنْ سَعِيدِ
بْنِ أَبِي عَرُوبَةَ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ، عَنْ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ غَنْم، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُمْ يَذْكُرُونَ الْكَمْأَةَ، وَبَعْضُهُمْ
يَقُولُ جُدَرِيُّ الْأَرْضِ، فَقَالَ: "الْكَمْأَةُ مِنَ الْمَنِّ، وَمَاؤُهَا
شِفَاءٌ لِلْعَيْنِ"
dari Ali ibnul Husain Ad-Dirhami, dari Abdul A’la, dari Sa'id ibnu Abu
Arubah, dari Qatadah, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Abdur Rahman ibnu Ganam,
dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. keluar (menemui
mereka) yang saat itu mereka sedang membicarakan tentang kam’ah. Sebagian dari
mereka mengatakan bahwa kam’ah adalah akar yang ada di dalam tanah. Maka Nabi
Saw. bersabda: Kam’ah berasal dari manna yang airnya mengandung obat bagi
(penyakit) mata.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Syahr ibnu Hausyab, dari Abu Sa'id dan
Jabir, seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad:
حَدَّثَنَا
أَسْبَاطُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ إِيَاسٍ،
عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ وَأَبِي سَعِيدٍ
الْخُدْرِيِّ، قَالَا قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْكَمْأَةُ مِنَ الْمَنِّ وَمَاؤُهَا
شِفَاءٌ لِلْعَيْنِ وَالْعَجْوَةُ مِنَ الْجَنَّةِ وَهِيَ شِفَاءٌ مِنَ
السُّمِّ"
telah menceritakan kepada kami Asbat ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada
kami Al-A'masy, dari Ja'far ibnu Iyas, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Jabir ibnu
Abdullah dan Abu Sa'id Al-Khudri; keduanya mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Kam’ah berasal dari manna, dan airnya mengandung obat bagi
mata. Dan 'ajwah berasal dari surga, ia mengandung obat untuk
keracunan.
Imam Nasai mengatakan pula di dalam Bab "Walimah",
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا
شُعْبَةُ، عَنْ أَبِي بِشْرٍ جَعْفَرِ بْنِ إِيَاسٍ عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ،
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ وَجَابِرٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الْكَمْأَةُ مِنَ الْمَنِّ، وَمَاؤُهَا
شِفَاءٌ لِلْعَيْنِ"
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari
Abu Bisyr Ja'far ibnu Iyas, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Abu Sa'id dan Jabir,
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Kam’ah berasal dari manna, dan airnya
merupakan obat penawar bagi (penyakit) mata. Kemudian hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah melalui berbagai jalur
dari Al-A'masy, dari Abu Bisyr, dari Syahr, dari Jabir dan Abu Sa'id dengan
lafaz yang sama.
Keduanya —yakni Ibnu Majah dan Imam Nasai— meriwayatkannya pula; Imam Nasai
meriwayatkannya dari hadis Jarir, sedangkan Ibnu Majah dari hadis Sa'id ibnu
Salamah, keduanya dari Al-A'masy, dari Ja'far ibnu Iyas, dari Abu Nadrah, dari
Abu Sa'id, menurut riwayat Nasai. Sedangkan hadis Jabir menyebutkan bahwa Nabi
Saw. pernah bersabda:
"الْكَمْأَةُ
مِنَ الْمَنِّ، وَمَاؤُهَا شِفَاءٌ لِلْعَيْنِ"
Kam’ah berasal dari manna, dan airnya mengandung obat penyembuh bagi
mata.
Ibnu Murdawaih meriwayatkannya pula dari Ahmad ibnu Usman, dari Abbas
Ad-Dauri, dari Lahiq ibnu Sawab, dari Ammar ibnu Raziq, dari Al-A'masy; seperti
halnya ibnu Majah dan Ibnu Murdawaih juga berkata:
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ عُثْمَانَ، حَدَّثَنَا عَبَّاسٌ الدُّورِيُّ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ
بْنُ الرَّبِيعِ، حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنِ
الْمِنْهَالِ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي يَدِهِ كَمَآتٌ، فَقَالَ: "الْكَمْأَةُ مِنَ
الْمَنِّ، وَمَاؤُهَا شِفَاءٌ لِلْعَيْنِ".
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Usman, telah menceritakan kepada
kami Abbas Ad-Dauri. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Hasan
ibnur Rabi', telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Al-A'masy, dari
Al-Minhal ibnu Amr, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Sa'id Al-Khudri yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. keluar menjumpai kami, sedangkan di tangan
beliau tergenggam kam’ah, lalu beliau bersabda: Kam’ah berasal dari manna,
dan airnya mengandung obat penawar bagi mata.
Hadis ini diketengahkan pula oleh Imam Nasai, dari Amr ibnu Mansur, dari
Al-Hasan ibnur Rabi' dengan lafaz yang sama. Kemudian Ibnu Murdawaih
meriwayatkannya pula dari Abdullah Ibnu Ishaq, dari Al-Hasan ibnu Salam, dari
Ubaidillah ibnu Musa, dari Syaiban, dari Al-A'masy dengan lafaz yang sama.
Demikian pula Imam Nasai, ia telah meriwayatkan dari Ahmad ibnu Usman ibnu
Hakim, dari Ubaidillah ibnu Musa.
Telah diriwayatkan melalui hadis Anas ibnu Malik r.a. seperti apa yang
dikatakan oleh Ibnu Murdawaih.
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا حَمْدُونُ بْنُ
أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا حَوْثَرَةُ بْنُ أَشْرَسَ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ، عَنْ
شُعَيْبِ بْنِ الْحَبْحَابِ عَنْ أَنَسٍ: أَنَّ أَصْحَابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَدَارَؤُوا فِي الشَّجَرَةِ الَّتِي اجْتُثَّتْ مِنْ
فَوْقِ الْأَرْضِ مَا لَهَا مِنْ قَرَارٍ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: نَحْسَبُهُ
الْكَمْأَةَ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"الْكَمْأَةُ مِنَ الْمَنِّ وَمَاؤُهَا شِفَاءٌ لِلْعَيْنِ، وَالْعَجْوَةُ من
الجنة، وفيها شفاء من السم"
Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu
Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Hamdun ibnu Ahmad, telah menceritakan
kepada kami Juwairah ibnu Asyras, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari
Syu'aib ibnul Habhab, dari Anas, bahwa para sahabat Rasulullah Saw. bersegera
melihat suatu pohon yang dicabut dari tanah karena pohon itu sudah tidak tegak
lagi, maka sebagian dari mereka mengatakan, "Kami kira kam’ah." Maka Rasulullah
Saw. bersabda: Kam’ah berasal dari manna, dan airnya mengandung kesembuhan
bagi (penyakit) mata. Dan 'ajwah berasal dari surga, di dalamnya terkandung
kesembuhan dari keracunan.
Pokok hadis ini terpelihara melalui riwayat Hammad ibnu Salamah. Imam Turmuzi
dan Imam Nasai meriwayatkan melalui jalurnya sesuatu dari hadis ini. Diriwayatkan dari Syahr ibnu Hausyab, dari Ibnu Abbas hal yang sama seperti
apa yang diriwayatkan oleh Imam Nasai di dalam Bab "Walimah"-nya:
عَنْ
أَبِي بَكْرٍ أَحْمَدَ بْنِ عَلِيِّ بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَوْنٍ
الخَرّاز، عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ الْحَدَّادِ، عَنْ عَبْدِ الْجَلِيلِ بْنِ
عَطِيَّةَ، عَنْ شَهْرٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: "الْكَمْأَةُ مِنَ الْمَنِّ، وَمَاؤُهَا
شِفَاءٌ لِلْعَيْنِ"
dari Abu Bakar Ahmad ibnu Ali ibnu Sa'id, dari Abdullah ibnu Aun Al-Kharraz,
dari Abu Ubaidah Al-Haddad, dari Abdul Jalil ibnu Atiyyah, dari Abdullah ibnu
Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Kam’ah berasal dari manna, dan
airnya mengandung obat bagi mata. Seperti yang Anda ketahui sendiri, hal yang diperselisihkan adalah terletak
pada Syahr ibnu Hausyab. Menurut kami, Syahr ibnu Hausyab menghafal dan meriwayatkan hadis ini melalui
berbagai jalur yang semuanya telah disebutkan di atas, dan memang dia
mendengarnya dari sebagian sahabat, sedangkan sebagian yang lain diterimanya
dari orang lain. Semua sanad yang disandarkan kepadanya berpredikat jayyid, dan
dia tidak bermaksud dusta dalam hal ini. Pokok hadis terpelihara dari Rasulullah
Saw., seperti yang disebutkan di atas melalui riwayat Sa'id ibnu Zaid r.a. Mengenai salwa, disebutkan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas,
bahwa salwa adalah sejenis burung yang mirip dengan burung samani
yang biasa mereka makan. As-Saddi mengatakan dalam kisahnya yang ia ketengahkan dari Abu Malik dan Abu
Saleh, dari Ibnu Abbas r.a.; juga dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud, dari sejumlah
sahabat Nabi Saw., bahwa salwa adalah burung yang mirip dengan burung
samani. Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu
Muhammad ibnus Sabah, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad ibnu Abdul
Waris, telah menceritakan kepada kami Qurrah ibnu Khalid, dari Jahdam, dari Ibnu
Abbas yang mengatakan bahwa salwa adalah burung samani. Hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid, Asy-Sya'bi, Ad-Dahhak, Al-Hasan,
Ikrimah, dan Ar-Rabbi' ibnu Anas.
Diriwayatkan dari Ikrimah, salwa adalah sejenis burung seperti burung yang
kelak ada di surga, bentuknya lebih besar daripada burung pipit atau sama
dengannya. Qatadah mengatakan bahwa salwa adalah sejenis burung yang berbulu merah yang
datang digiring oleh angin selatan. Seorang lelaki dari kalangan mereka
menyembelih sebagian darinya dalam kadar yang cukup untuk keperluan hari itu;
dan apabila ia melampaui batas dalam pengambilannya, maka daging burung itu
membusuk dan tak tersisa. Tetapi jika ia berada di hari yang keenam (yakni hari
Jumat), maka ia mengambil bagian untuk keperluan hari itu dan hari esoknya,
yakni hari keenam dan hari ketujuhnya. Karena hari yang ketujuh atau hari Sabtu
merupakan hari libur mereka, tiada seorang pun yang bekerja di hari itu dan
tiada seorang pun yang mencari sesuatu padanya. Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa salwa adalah burung yang gemuk seperti
burung merpati, burung-burung tersebut datang kepada mereka dengan
berbondong-bondong dari Sabtu ke Sabtu yang lainnya, kemudian mereka mengambil
sebagian darinya. Di dalam riwayat yang lain dari Wahb disebutkan bahwa kaum Bani Israil
meminta kepada Musa a.s. agar diberi daging, lalu Allah berfirman, "Aku
benar-benar akan memberi mereka makan berupa daging yang paling sedikit didapat
di muka bumi." Kemudian Allah mengirimkan angin kepada mereka, lalu
berjatuhanlah salwa di ternpat tinggal mereka; salwa tersebut adalah samani yang
berbondong-bondong terbang setinggi tombak. Mereka menyimpan daging burung
samani itu untuk keesokan harinya, tetapi daging itu membusuk dan roti pun
menjadi basi.
As-Saddi mengatakan bahwa tatkala Bani Israil memasuki padang Sahara, mereka
berkata kepada Musa a.s., "Bagaimana kami dapat tahan di tempat seperti ini? Di
manakah makanannya?" Maka Allah menurunkan manna kepada mereka. Manna turun
kepada mereka berjatuhan di atas pohon jahe. Sedangkan salwa adalah sejenis
burung yang bentuknya mirip dengan burung samani, tetapi lebih besar
sedikit.
Seseorang dari mereka bila menangkap burung salwa itu terlebih dahulu mereka
melihatnya. Jika burung yang ditangkapnya itu gemuk, maka mereka menyembelihnya;
tetapi jika kurus, mereka melepa-kannya; jika telah gemuk, maka burung itu baru
ditangkap. Mereka berkata (kepada Musa a.s.), "Ini makanannya, manakah
minuman-nya?" Maka Allah memerintahkan kepada Musa a.s. untuk memukulkan
tongkatnya pada sebuah batu besar. Setelah batu itu dipukul dengan tongkatnya,
memancarlah dua belas mata air yang mengalir, hingga tiap-tiap puak dari Bani
Israil mempunyai mata airnya sendiri-sendiri. Mereka berkata lagi, "Ini minuman,
maka manakah naungannya?" Mereka dinaungi oleh awan, dan mereka berkata lagi,
"Ini naungan, manakah pakaiannya?" Tersebutlah bahwa pakaian mereka tahan lama
dan tidak robek-robek. Yang demikian itu disebutkan di dalam firman-Nya: Dan
Kami naungi kalian dengan awan dan Kami turunkan kepada kalian manna dan
salwa. (Al-Baqarah: 57)
{وَإِذِ
اسْتَسْقَى مُوسَى لِقَوْمِهِ فَقُلْنَا اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْحَجَرَ فَانْفَجَرَتْ
مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ
مَشْرَبَهُمْ}
Telah diriwayatkan dari Wahb ibnu Munabbih dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu
Aslam hal yang semisal dengan apa yang telah diriwayatkan oleh As-Saddi. Sunaid meriwayatkan dari Hajjaj, dari Ibnu Juraij yang menceritakan, "Ibnu
Abbas r.a. pernah mengatakan bahwa Allah menciptakan bagi mereka di padang pasir
pakaian yang anti robek dan anti kotor." Ibnu Juraij mengatakan, "Seorang lelaki (dari kalangan mereka) apabila
mengambil manna dan salwa dalam jumlah lebih dari keperluan seharinya, maka
manna dan salwa itu membusuk. Hanya saja pada hari Jumat mereka mengambil
makanan dalam jumlah lebih karena untuk hari Sabtunya, dan pada pagi hari Sabtu
makanan tersebut tidak rusak." Ibnu Atiyyah mengatakan bahwa salwa adalah sejenis burung, menurut
kesepakatan ulama Mufassirin. Kelirulah Al-Huzali yang mengatakan dalam bait
syairnya bahwa salwa itu adalah madu. Hal ini terbukti melalui perkataannya
dalam salah satu bait syairnya, yaitu:
وَقَاسَمَهَا
بِاللَّهِ جَهْدًا لَأَنْتُمُ ... أَلَذُّ مِنَ
السَّلْوَى إِذَا مَا أَشُورُهَا ...
Dan dia bersumpah secara
sungguh-sungguh dengan menyebut asma Allah, bahwa kalian benar-benar lebih lezat
daripada salwa (madu) apabila dipetik dari sarangnya.
Al-Huzali menduga bahwa salwa itu adalah madu.
Al-Qurtubi mengatakan, pengakuan yang mendakwakan adanya kesepakatan (bahwa
salwa adalah sejenis burung) tidak sah, karena Muwarrij —seorang ulama bahasa
dan tafsir— mengatakan bahwa salwa adalah madu. Kemudian ia mengemukakan
dalilnya dengan berpegang kepada perkataan Al-Huzali tadi. Ia menjelaskan,
memang demikianlah sebutannya di dalam dialek Kinanah, mengingat madu merupakan
minuman yang lezat; termasuk ke dalam pengertian ini ialah 'ainun silwan
(mata air yang menyegarkan).
Al-Jauhari mengatakan bahwa salwa adalah madu. Ia mengatakan demikian
berdalilkan ucapan Al-Huzali tadi. Sulwanah artinya kharzah (sebuah
wadah). Mereka mengatakan, apabila dituangkan air hujan, lalu diminum oleh
seseorang yang sedang dimabuk asmara, maka ia akan lupa kepada segala-galanya.
Sehubungan dengan hal ini seorang penyair mengatakan:
شَرِبْتُ
عَلَى سُلْوَانَةٍ مَاءَ مُزْنَةٍ ... فَلَا
وَجَدِيدِ الْعَيْشِ يَا مَيُّ مَا أَسْلُو ...
Aku telah meminum air hujan dari wadah
sulwanah, demi kehidupan yang baru, hai Mai, aku tidak dapat berlupa
diri.
Nama air yang diminum dengan memakai wadah tersebut adalah sul-wan. Sebagian
orang mengatakan bahwa sulwan merupakan obat penawar yang dapat menyembuhkan
karena lupa kepada kesedihan. Para tabib menamakannya dengan sebutan
mufarrij. Mereka mengatakan bahwa salwa adalah bentuk jamak, bentuk tunggalnya pun
sama; sama halnya dengan samani yang bentuk tunggal dan jamaknya sama. Tetapi
dapat pula dikatakan salwa adalah bentuk jamak, sedangkan bentuk tunggalnya
adalah waili. Imam Khalil mengatakan bahwa salwa bentuk tunggalnya adalah silwatun, lalu
Imam Khalil mengetengahkan sebuah syair:
وَإِنِّي
لَتَعْرُونِي لِذِكْرَاكِ هِزَّةٌ ... كَمَا
انْتَفَضَ السَّلْوَاةُ مِنْ بلل القطر ...
Sesungguhnya aku benar-benar tergetar
bila mengingatmu, seperti seekor burung salwa yang mengibaskan air hujan dari
tubuhnya.
Imam Kisai mengatakan bahwa salwa adalah bentuk tunggal, sedangkan bentuk
jamaknya adalah salawa. Semua pendapat di atas telah dinukil oleh
Al-Qurtubi.
**********
Firman Allah Swt.:
{كُلُوا
مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ}
Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepada
kalian. (Al-Baqarah: 57)
Perintah dalam ayat ini mengandung makna ibahah (boleh), pengarahan, dan
sebagai anugerah.
Sedangkan mengenai firman-Nya:
{وَمَا
ظَلَمُونَا وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ}
Dan tidaklah mereka menganiaya Kami, tetapi merekalah yang menganiaya diri
mereka sendiri. (Al-Baqarah: 57)
Makna yang dimaksud dengan ayat sebelumnya yaitu 'Kami perintahkan mereka
untuk memakan rezeki yang telah Kami berikan kepada mereka, dan hendaklah mereka
beribadah (kepada-Nya)', seperti pengertian yang terdapat pada ayat lainnya,
yaitu firman-Nya:
{كُلُوا
مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ}
Makanlah oleh kalian dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhan kalian dan
bersyukurlah kalian kepada-Nya. (Saba': 15)
Akan tetapi, mereka (Bani Israil) menentang dan kafir, sehingga jadilah
mereka orang-orang yang menganiaya dirinya sendiri, padahal mereka telah
menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri semua tanda kebesaran Allah yang
jelas, mukjizat-mukjizat yang pasti, dan hal-hal yang bertentangan dengan hukum
alam.
Dari keterangan ini tampak jelas keutamaan para sahabat Nabi Muhammad Saw.
yang berada di atas semua sahabat nabi-nabi lainnya dalam hal kesabaran,
keteguhan, dan ketegaran mereka yang tidak pernah surut. Padahal mereka selalu
bersamanya dalam semua perjalanan dan peperangan, antara lain ialah dalam Perang
Tabuk yang situasinya sangat panas dan melelahkan. Sekalipun demikian, mereka
tidak pernah meminta kepada Nabi Saw. mengadakan hal-hal yang bertentangan
dengan hukum alam dan hal-hal yang aneh, padahal hal tersebut amatlah mudah bagi
Nabi Saw. Hanya ketika rasa lapar sangat melemahkan tubuh mereka, mereka meminta
kepada Nabi Saw. agar makanan yang mereka bawa diperbanyak. Untuk itu mereka
mengumpulkan semua makanan yang ada pada mereka, lalu terkumpullah makanan yang
jumlah keseluruhannya sama dengan tinggi seekor kambing yang sedang duduk
istirahat. Kemudian Nabi Saw. berdoa agar makanan tersebut diberkahi, ternyata
akhirnya mereka dapat memenuhi semua wadah makanan yang mereka bawa.
Demikian pula ketika mereka memerlukan air, Nabi memohon kepada Allah Swt.,
lalu datanglah awan yang langsung menghujani mereka. Akhirnya mereka minum dan
memberi minum ternak mereka hingga dapat memenuhi wadah air minum yang mereka
bawa. Kemudian mereka melihat keadaan hujan tersebut, ternyata hujan tidak
melampaui batas pasukan kaum muslim bermarkas.
Hal ini jelas lebih utama dan lebih sempurna, yang menunjukkan keikhlasan
mereka dalam mengikuti Nabi Saw., padahal Allah berkuasa untuk memenuhi apa yang
diminta oleh Rasulullah Saw. buat pasukan kaum muslim yang mengikutinya saat
itu.
0 Response to "Al-Baqoroh Ayat 57"
Posting Komentar