Al-Baqoroh Ayat 23-24
Minggu, 13 Mei 2018
Add Comment
{وَإِنْ
كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نزلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ
مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
(23) فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا وَلَنْ تَفْعَلُوا فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي
وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ (24)
}
Dan jika kalian (tetap) dalam keraguan
tentang Al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah
satu surat (saja) yang semisal Al-Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolong
kalian selain Allah, jika kalian orang-orang yang memang benar. Maka jika kalian tidak dapat membuat(nya) dan pasti
kalian tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah diri kalian dari api neraka
yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang
kafir.
Kemudian Allah Swt. menetapkan masalah kenabian sesudah menetapkan bahwa
tidak ada Tuhan selain Allah. Untuk itu, Allah mengarahkan khitab-Nya kepada
orang-orang kafir melalui firman-Nya:
{وَإِنْ
كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نزلْنَا عَلَى عَبْدِنَا}
Dan jika kalian (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang Kami
wahyukan kepada hamba Kami. (Al-Baqarah: 23)
Yang dimaksud dengan hamba ialah Nabi Muhammad Saw. Maka datangkanlah sebuah
surat yang semisal dengan apa yang didatangkan olehnya. Apabila kalian menduga
bahwa Al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah, maka tantanglah Al-Qur'an dengan hal
yang semisal dengan apa yang didatangkan olehnya. Mintalah pertolongan kepada
orang-orang yang kalian kehendaki selain Allah, karena sesungguhnya kalian pasti
tidak akan mampu melakukan hal tersebut. Menurut Ibnu Abbas, syuhada-ukum
artinya penolong-penolong kalian.
Menurut As-Saddi, dari Abu Malik, syuhada-ukum artinya sekutu-sekutu
kalian. Dengan kata lain ialah kaum selain kalian yangmembantu kalian untuk
melakukan hal tersebut. Mintalah pertolongankepada tuhan-tuhan kalian agar
mereka membantu dan menolong kalian. Mujahid mengatakan bahwa makna wad'u syuhada-akum artinya orang-orang
yang akan menyaksikannya, mereka adalah juri-juri dari kalangan orang-orang yang
fasih dalam berbahasa.
Allah Swt. menantang mereka untuk melakukan hal tersebut di lain ayat dari
Al-Qur'an, yaitu dalam surat Al-Qashash:
{قُلْ
فَأْتُوا بِكِتَابٍ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ هُوَ أَهْدَى مِنْهُمَا أَتَّبِعْهُ إِنْ
كُنْتُمْ صَادِقِينَ}
Katakanlah, "Datangkanlah oleh kalian sebuah kitab dari sisi Allah yang
kitab itu lebih (dapat) memberi petunjuk daripada keduanya (Taurat dan
Al-Qur'an) niscaya aku mengikutinya, jika kalian sungguh orang-orang yang
benar." (Al-Qashash: 49)
Di dalam surat Al-Isra disebutkan melalui firman-Nya:
{قُلْ
لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الإنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا
الْقُرْآنِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ
ظَهِيرًا}
Katakanlah.”Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang
serupa Al-Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan
dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain."
(Al-Isra: 88)
Di dalam surat Hud Allah Swt. berfirman:
{أَمْ
يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِعَشْرِ سُوَرٍ مِثْلِهِ مُفْتَرَيَاتٍ
وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ
صَادِقِينَ}
Bahkan mereka mengatakan, "Muhammad telah membuat-buat Al-Qur'an itu."
Katakanlah, "(Jikalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang
dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kalian sanggup
(memanggilnya) selain Allah, jika kalian memang orang-orang yang benar."
(Hud: 13)
Di dalam surat Yunus Allah Swt. telah berfirman:
{وَمَا
كَانَ هَذَا الْقُرْآنُ أَنْ يُفْتَرَى مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ تَصْدِيقَ
الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ الْكِتَابِ لَا رَيْبَ فِيهِ مِنْ رَبِّ
الْعَالَمِينَ * أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِثْلِهِ
وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ
صَادِقِينَ}
Tidaklah mungkin Al-Qur'an ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi
(Al-Qur'an itu) membenarkan kitab-kitab sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum
yang telah duetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan
semesta alam. Atau (patutkah) mereka mengatakan, "Muhammad membuat-buatnya."
Katakanlah, "(Kalau benar yang kalian katakan itu), maka cobalah datangkan
sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kalian panggil
(untuk membuatnya) selain Allah, jika kalian orang-orang yang benar" (Yunus:
37-38)
Semua ayat ini Makkiyyah, kemudian Allah menantang mereka dengan tantangan
yang sama dalam surat-surat Madaniyyah. Untuk itu, Allah Swt. berfirman dalam
ayat berikut: Dan jika kalian (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang
Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buailah satu surat (saja) yang
semisal Al-Qur'an itu. (Al-Baqarah: 23) Demikian pendapat Mujahid dan
Qatadah, dipilih oleh Ibnu Jarir At-Tabari, Az-Zamakhsyari dan Ar-Razi, dinukil
dari Umar, Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Al-Hasan Al-Basri, dan kebanyakan ulama ahli
Tahqiq.
Pendapat ini dinilai kuat berdasarkan peninjauan dari berbagai segi yang
antara lain ialah Allah Swt. menantang mereka secara keseluruhan, baik secara
terpisah maupun secara gabungan; yang dalam hal ini tidak ada bedanya antara
orang-orang ummi dari kalangan mereka dan orang-orang yang pandai baca tulis
dari mereka. Yang demikian itu lebih sempurna dalam tantangannya dan lebih
mencakup keseluruhannya daripada tantangan yang hanya ditujukan-kepada individu
dari kalangan mereka yang ummi, yaitu orang-orang yang tidak dapat baca tulis
dan tidak memperhatikan suatu ilmu pun. Sebagai buktinya ialah firman Allah Swt.
yang mengatakan:
{فَأْتُوا
بِعَشْرِ سُوَرٍ مِثْلِهِ}
{لَا
يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ}
niscaya meraka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia.
(Al-Isra : 88)
Sebagian ulama mangatakan bahwa bimislihi artinya dari orang yang
semisal dengan Muhammad saw. yakni dari seorang lelaki yang ummi seperti dia.
Tetapi pendapat yang sahih adalah yang pertama, karena tantangan ini bersifat
umum bagi mereka semua. Padahal mereka adalah orang-orang yang paling fasih, dan
Allah menantang mereka dengan tantangan ini di Mekah dan di Madinah beberapa
kali karena mereka sangat memusuhi Nabi Saw. dan sangat membenci agamanya. Akan
tetapi, sekalipun mereka adalah orang-orang yang fasih, ternyata mereka tidak
mampu membuatnya. Karena itulah Allah Swt. berfirman:
{فَإِنْ
لَمْ تَفْعَلُوا وَلَنْ تَفْعَلُوا}
Huruf lan bermakna menafikan untuk selamanya di masa mendatang, yakni
kalian tidak akan mampu melakukannya untuk selama-lamanya. Hal ini merupakan
suatu mukjizat tersendiri bahwa Allah Swt. mengemukakan suatu berita yang pasti
mendahului segalanya tanpa rasa khawatir dan takut bahwa Al-Qur'an ini tiada
yang dapat membuat hal yang semisal dengannya untuk selama - lamanya. Memang
kenyataannya demikian, sejak diturunkan dari Allah Swt. sampai sekarang tiada
yang dapat membuat hal yang semisal dengannya. Tidak mungkin dan mustahil ada
manusia yang dapat melakukannya. Al-Qur'an merupakan Kalamullah Tuhan Yang
Menciptakan segala sesuatu, mana mungkin kalam Yang Maha Pencipta dapat
diserupakan dengan kalam makhluk-Nya.
Bagi orang yang memikirkan Al-Qur'an, niscaya dia akan menjumpai di dalamnya
berbagai mukjizat keindahan-keindahan yang Lahir dan yang tersembunyi yang
berkaitan dengan segi lafaz dan segi maknanya.
Allah Swt. telah berfirman:
{الر
كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ
خَبِيرٍ}
Alif lam ra, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi
serta dijelaskan secara terinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang
Mahabijaksana lagi Mahawaspada. (Hud: 1)
Lafaz-lafaz disusun dengan rapi dan kokoh, makna-maknanya dijelaskan secara
rinci, atau sebaliknya menurut pendapat yang berbeda-beda. Setiap lafaz dan
makna Al-Qur'an adalah fasih belaka, tiada yang dapat menandinginya, tiada pula
yang dapat sejajar dengannya.
Allah Swt. menceritakan banyak hal yang terjadi di masa silam yang
kisah-kisahnya terpendam, lalu kisahnya diangkat kembali sesuai dengan
kejadiannya tanpa ada kekurangan sama sekali. Allah memerintahkan kepada semua
perkara yang baik dan melarang setiap perbuatan yang buruk.
Allah Swt. telah berfirman:
{وَتَمَّتْ
كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلا}
Dengan kata lain, benar dalam pemberitaan dan adil dalam hukum; semuanya
adalah hak, benar, adil, dan petunjuk. Di dalam Al-Qur'an tidak terdapat
spekulasi, tiada dusta, dan tiada buat-buatan, sebagaimana yang dijumpai dalam
banyak syair Arab dan lain-lainnya yang dipenuhi dengan kedustaan dan spekulasi
yang tidak akan indah syair-syair mereka bila tidak disertai dengan kedustaan
dan spekulasi. Sebagaimana yang dikatakan bahwa syair yang paling indah ialah
yang paling dusta.
Dijumpai dalam kasidah-kasidah yang panjang lagi bertele-tele, kebanyakan
isinya hanya menceritakan wanita, kuda, khamr; atau memuji orang tertentu, unta,
peperangan, kejadian, hal yang menakutkan atau sesuatu pemandangan yang tiada
mengandung suatu faedah selain hanya menunjukkan kemampuan si penyair yang
bersangkutan dalam menggambarkan sesuatu yang samar lagi lembut (jelimet), atau
menampilkannya ke dalam gambaran yang jelas. Kemudian dijumpai satu bait, dua
bait, atau lebih mencakup isi seluruh kasidah, sedangkan yang lainnya tidak ada
gunanya dan tidak ada faedahnya selain hanya bertele-tele.
Adapun Al-Qur'an. seluruhnya fasih lagi berparamasastra sangat tinggi bagi
orang yang mengetahui hal tersebut secara rinci dan secara global dari kalangan
orang-orang yang mengerti bahasa Arab dan seni ungkapan mereka. Karena
sesungguhnya jika kamu renungkan berita-beritanya, niscaya kamu menjumpainya
sangat indah, baik yang diungkapkan dalam bentuk panjang ataupun ringkas. Sama
saja apakah ungkapannya berulang atau tidak, sebab setiap kali berulang
dirasakan bertambah indah dan anggun, tidak bosan membacanya, dan para ulama
tidak pernah merasa jenuh.
Apabila Al-Qur'an mengungkapkan suatu ancaman atau peringatan, hal ini
diungkapkannya dalam bahasa yang membuat gunung yang bisu lagi kokoh itu akan
bergetar, terlebih lagi kalbu manusia yang memahaminya. Apabila mengemukakan
suatu janji, diungkapkan dalam gaya bahasa yang membuat hati dan pendengaran
manusia terbuka, merasa rindu kepada surga yang berada di sisi 'Arasy Tuhan Yang
Maha Pemurah, sebagaimana yang dijelaskan dalam targib melalui firman-Nya:
{فَلا
تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا
يَعْمَلُونَ}
Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu
(bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap
apa yang telah mereka kerjakan. (As-Sajdah: 17)
{وَفِيهَا
مَا تَشْتَهِيهِ الأنْفُسُ وَتَلَذُّ الأعْيُنُ وَأَنْتُمْ فِيهَا
خَالِدُونَ}
Dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan
sedap (dipandang) mata dan kalian kekal di dalamnya. (Az-Zukhruf: 71)
Di dalam Bab "Tarhib" Allah Swt. telah berfirman:
{أَفَأَمِنْتُمْ
أَنْ يَخْسِفَ بِكُمْ جَانِبَ الْبَرِّ}
Maka apakah kalian merasa aman (dari hukuman Tuhan) yang
menjungkirbalikkan sebagian daratan bersama kalian. (Al-Isra: 68)
{أَأَمِنْتُمْ
مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الأرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ * أَمْ
أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا فَسَتَعْلَمُونَ
كَيْفَ نَذِيرِ}
Apakah kalian merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa
Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kalian, sehingga dengan tiba-tiba bumi
itu berguncangl Atau apakah kalian merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di
langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kalian akan
mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku? (Al-Mulk:
16-17)
Dalam Bab "Peringatan" Allah Swt. telah berfirman:
{فَكُلا
أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ}
Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosa-nya.
(Al-Ankabut 40)
Dalam Bab "Nasihat (Pelajaran)" Allah Swt. telah berfirman:
{أَفَرَأَيْتَ
إِنْ مَتَّعْنَاهُمْ سِنِينَ * ثُمَّ جَاءَهُمْ مَا كَانُوا يُوعَدُونَ * مَا
أَغْنَى عَنْهُمْ مَا كَانُوا يُمَتَّعُونَ}
Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka kenikmatan hidup
bertahun-tahun, kemudian datang kepada mereka azab yang telah diancamkan kepada
mereka, niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu
menikmatinya. (Asy-Syu'ara: 205-207)
Masih banyak ayat lainnya yang mengandung berbagai macam fasahah.
paramasastra. dan keindahan. Apabila ayat-ayat Al-Qur'an menerangkan perihal
hukum-hukum, perintah-perintah, dan larangan-larangan. maka setiap perintah
selalu mengandung semua perkara makruf, baik, bermanfaat, dan larangan terhadap
setiap perbuatan yang buruk, hina, dan rendah.
Ibnu Mas'ud r.a. dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf mengatakan,
"Apabila kamu mendengar Allah Swt. berfirman di dalam Al-Qur'an, 'Hai
orang-orang yang beriman,' maka pasanglah pendengaranmu baik-baik, karena
sesungguhnya hal tersebut mengandung kebaikan yang akan diperintahkan oleh-Nya
atau keburukan yang dilarang oleh-Nya." Allah Swt. telah berfirman:
{يَأْمُرُهُمْ
بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ
وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالأغْلالَ
الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ}
Yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari
mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban
dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. (Al-A'raf: 157)
Apabila ayat-ayat menerangkan gambaran tentang hari kiamat berikut semua
kesusahan dan kengerian yang terdapat di dalamnya, gambaran tentang surga,
neraka, dan semua yang disediakan oleh Allah buat kekasih-kekasih-Nya serta
musuh-musuhnya, yaitu kenikmatan dan neraka, serta perlindungan dan siksa yang
pedih, maka diungkapkannya dalam bentuk berita gembira, larangan, serta
peringatan. Yaitu ungkapan yang mendorong untuk mengerjakan semua kebaikan dan
menjauhi semua kemungkaran, mendorong untuk berzuhud terhadap duniawi serta
lebih suka kepada pahala di akhirat, dan memperteguh jalan yang penuh dengan
keteladanan, memberikan petunjuk ke jalan Allah yang lurus dan syariatnya yang
tegak, serta membersihkan hati dari kotoran setan yang terkutuk.
Karena itu, telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain dari Abu Hurairah
r.a.,bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"مَا
مِنْ نَبِيٍّ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ إِلَّا قَدْ أعْطِيَ مِنَ الْآيَاتِ مَا مِثْلُهُ
آمَنَ عَلَيْهِ الْبَشَرُ، وَإِنَّمَا كَانَ الَّذِي أُوتِيتُهُ وَحْيًا أَوْحَاهُ
اللَّهُ إليَّ،
فَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَكْثَرَهُمْ تَابِعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Tiada seorang nabi pun melainkan telah dianugerahi suatu mukjizat yang
disesuaikan dengan apa yang diimani oleh manusia di masanya. Dan sesungguhnya
apa yang telah diberikan kepadaku hanyalah wahyu yang diturunkan oleh Allah
kepadaku, maka aku berharap semoga aku adalah nabi yang paling banyak
pengikutnya di antara semua nabi-nabi kelak di hari kiamat.
Lafaz hadis ini berasal dari Imam Muslim.
Dengan kata lain, sesungguhnya apa yang diberikan kepadaku hanyalah berupa
wahyu; aku mempunyai kekhususan tersendiri di antara mereka (para nabi), yaitu
diberi wahyu Al-Qur'an ini yang melemahkan seluruh umat manusia untuk membuat
hal yang semisal dengannya, lain halnya dengan kitab-kitab samawi lainnya.
Karena sesungguhnya kitab-kitab samawi selain Al-Qur'an menurut kebanyakan ulama
bukan merupakan mukjizat. Tetapi Nabi Saw. selain memiliki mukjizat Al-Qur'an,
memiliki pula mukjizat-mukjizat lainnya yang menunjukkan kenabian dan kebenaran
apa yang didatangkan olehnya, dan hal ini jumlahnya cukup banyak hingga tak
terhitung; segala puji dan anugerah hanyalah milik Allah.
Sebagian ulama ahli Kalam ada yang menetapkan unsur i'jaz di dalam
Al-Qur'an dengan suatu metode yang mencakup antara pendapat ahli sunnah dan
golongan mu'tazilah yang menyatakan sirfah. Dia mengatakan, jika
Al-Qur'an ini mengandung i'jaz dengan sendirinya —yakni manusia tidak
akan mampu mendatangkan yang semisal dengannya dan di luar kemampuan mereka pula
untuk menentangnya— berarti apa yang diakui benar-benar telah terjadi. Jika
mereka mempunyai kemampuan untuk menentang Al-Qur'an dengan hal yang semisal
dengannya, sedangkan mereka tidak mampu melakukannya, padahal mereka sangat
memusuhinya. maka hal ini merupakan bukti yang menunjukkan bahwa Al-Qur'an
benar-benar dari sisi Allah; karena Allah men-sirfah (memalingkan) mereka
untuk dapat menentangnya (Al-Qur'an), padahal mereka mempunyai kemampuan untuk
menentangnya dengan hal yang semisal. Analisis seperti ini —sekalipun kurang
dapat diterima— mengingat Al-Qur'an itu sendiri mengandung mukjizat yang membuat
manusia tidak mampu menentangnya dengan hal yang semisal, seperti yang telah
kami sebutkan di atas. Hanya saja analisis ini dapat diterima dengan pengertian
sebagai perumpamaan dan tantangan terhadap perkara yang hak. Metode inilah yang
dipakai oleh Ar-Razi dalam menjawab hipotesisnya di dalam kitab tafsirnya
menyangkut surat yang pendek-pendek, seperti surat Al-'Asr dan Al-Kausar.
{فَاتَّقُوا
النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ أُعِدَّتْ
لِلْكَافِرِينَ}
Peliharalah diri kalian dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu,
yang disediakan bagi orang-orang kafir. (Al-Baqarah: 24)
Yang dimaksud dengan al-waqud ialah sesuatu yang dicampakkan ke
dalam api untuk membesarkannya, seperti kayu bakar dan lain-lain-nya;
sebagaimana pengertian yang terkandung di dalam firman lainnya, yaitu:
{وَأَمَّا
الْقَاسِطُونَ فَكَانُوا لِجَهَنَّمَ حَطَبًا}
Allah Swt. telah berfirman pula:
{إِنَّكُمْ
وَمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ أَنْتُمْ لَهَا
وَارِدُونَ}
Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah adalah makanan
Jahannam, kalian pasti masuk ke dalamnya. (Al-Anbiya: 98)
Yang dimaksud al-hijarah dalam surat Al-Baqarah ini ialah batu pemantik api
yang sangat besar, hitam, keras, dan berbau busuk. Batu jenis ini paling panas
jika dipanaskan, semoga Allah melindungi kita darinya.
Abdul Malik ibnu Maisarah Az-Zarrad meriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu
Sabit, dari Amr ibnu Maimun, dari Abdullah ibnu Mas'ud sehubungan dengan
firman-Nya: bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (Al-Baqarah: 24)
Bahwa batu yang dimaksudkan adalah batu kibrit (pemantik api), Allah
telah menciptakannya di saat Allah menciptakan langit dan bumi, yaitu di langit
yang paling rendah, sengaja disediakan buat orang-orang kafir.
Riwayat ini diketengahkan oleh Ibnu Jarir dengan lafaz seperti ini,
diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim dan Imam Hakim di dalam kitab
Mustadraknya; ia mengatakan bahwa dengan syarat Syaikhain. As-Saddi di dalam kitab tafsirnya mengatakan dari Abu Malik, dari Abu Saleh,
dari Ibnu Abbas, juga dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud dan dari sejumlah sahabat
sehubungan dengan makna ayat ini. Adapun yang dimaksud dengan al-hijarah
ialah batu yang ada di dalam neraka, yaitu batu kibrit berwarna hitam; mereka
(orang-orang kafir) diazab di dalam neraka dengan batu itu dan api neraka.
Mujahid mengatakan bahwa hijarah ini berasal dari batu kibrit yang baunya
lebih busuk daripada bangkai.
Abu Ja'far Muhammad ibnu Ali mengatakan bahwa batu tersebut adalah batu
kibrit.
Ibnu Juraij mengatakan, batu tersebut adalah batu kibrit hitam yang berada di
dalam neraka. Menurut Amr ibnu Dinar, batu tersebut jauh lebih keras dan lebih
besar daripada yang ada di dunia.
Menurut pendapat yang lain, batu tersebut dimaksudkan batu berhala dan
tandingan-tandingan yang disembah selain Allah, sebagaimana dijelaskan dalam
firman lainnya, yaitu: Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah selain
Allah adalah makanan Jahannam. (Al-Anbiya: 98)
Pendapat ini diriwayatkan oleh Al-Qurtubi dan Ar-Razi yang menilainya lebih
kuat daripada pendapat di atas. Ar-Razi mengatakan, dikatakan demikian karena
bukan merupakan hal yang diingkari bila api mengejar batu kibrit, untuk itu
lebih utama bila bahan bakar tersebut diartikan sebagai batu-batuan jenis
kibrit. Akan tetapi, apa yang dikatakan oleh Ar-Razi masih kurang kuat,
mengingat api itu apabila dibesarkan nyalanya dengan batu kibrit, maka panasnya
lebih kuat dan nyalanya lebih besar. Terlebih lagi diartikan seperti yang telah
dikatakan oleh ulama Salaf, bahwa batu-batuan tersebut adalah batu kibrit yang
disediakan untuk tujuan tersebut. Selanjutnya merupakan suatu hal yang nyata
pula bila api dapat membakar jenis batu-batuan lainnya, misalnya batu jas
(kapur), jika dibakar dengan api, ia menyala, kemudian menjadi kapur. Demikian
pula halnya semua batuan lainnya, bila dibakar oleh api pasti terbakar dan
menjadi hancur.
Sesungguhnya hal ini dikaitkan dengan panasnya api neraka yang diancamkan
kepada mereka. Juga dikaitkan dengan kebesaran nyalanya, sebagaimana yang
terdapat di dalam firman-Nya berikut ini:
{كُلَّمَا
خَبَتْ زِدْنَاهُمْ سَعِيرًا}
Demikian pendapat yang dinilai kuat oleh Al-Qurtubi. Disebutkan bahwa makna
yang dimaksud ialah batu-batuan yang dapat menambah nyala api dan menambah
derajat kepanasannya, dimaksudkan agar hal ini menambah keras siksaannya
terhadap para penghuninya. Al-Qurtubi mengatakan pula, telah disebut sebuah hadis dari Nabi Saw., bahwa
beliau Saw. pernah bersabda:
"كُلُّ
مُؤْذٍ فِي النَّارِ"
Hadis ini kurang dihafal dan kurang dikenal di kalangan ulama ahli hadis.
Kemudian Al-Qurtubi mengatakan bahwa hadis ini diinterpretasikan dengan dua
makna. Makna pertama menyatakan bahwa setiap orang yang mengganggu orang lain
dimasukkan ke dalam neraka. Makna yang kedua mengartikan bahwa setiap yang
menyakitkan para penghuninya —seperti binatang buas, serangga beracun, dan
lain-lain-nya— terdapat pula di dalam neraka.
Firman Allah, "U'iddat lil kafirin" menurut pendapat yang paling kuat
damir yang terdapat di dalam lafaz u'iddat kembali kepada neraka yang
bahan bakarnya terdiri atas manusia dan batu-batuan. Tetapi dapat pula
diinterpretasikan bahwa damir tersebut kembali kepa-da al-hijarah,
sebagaimana tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Mas'ud r.a. Kedua pendapat
tersebut tidak bertentangan dalam hal makna, karena keduanya saling mengait
dengan yang lainnya.
U'iddat, disediakan buat orang-orang kafir kepada Allah dan Rasul-Nya.
Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Ishaq, dari Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id
ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas. Disebutkan bahwa makna firman-Nya, "Disediakan
bagi orang-orang kafir" (Al-Baqarah: 24) ialah 'buat orang yang kafir di
antara kalian'.
Banyak orang dari kalangan para imam sunnah yang menyimpulkan dalil dari ayat
ini, bahwa neraka itu sekarang telah ada, yakni telah diciptakan Allah Swt. atas
dasar firman-Nya: yang disediakan bagi orang-orang kafir. (Al-Baqarah:
24) Dengan kata lain, neraka itu telah dipersiapkan dan disediakan buat mereka
yang kafir.
Banyak hadis yang menunjukkan pengertian ini (bahwa neraka telah ada), antara
lain ialah hadis yang menceritakan bahwa surga dan neraka saling
membantah.
Hadis lainnya menyebutkan:
"اسْتَأْذَنَتِ
النَّارُ رَبَّهَا فَقَالَتْ: رَبِّ أَكَلَ بَعْضِي بَعْضًا فَأَذِنَ لَهَا
بِنَفَسَيْنِ نَفَسٌ فِي الشِّتَاءِ وَنَفَسٌ فِي الصَّيْفِ"
Neraka meminta izin kepada Tuhannya. Untuk itu ia berkata, "Wahai Tuhanku,
sebagian dariku memakan sebagian yang lainnya." Akhirnya ia diizinkan untuk
mengeluarkan dua embusan, yaitu embusan di waktu musim dingin dan embusan
lainnya di waktu musim panas.
Demikian pula dalam hadis yang diceritakan oleh Abdullah ibnu Mas'ud r.a.:
سَمِعْنَا
وَجْبَةً فَقُلْنَا مَا هَذِهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "هَذَا حَجَرٌ أُلْقِيَ بِهِ مِنْ شَفِيرِ جَهَنَّمَ مُنْذُ سَبْعِينَ
سَنَةً الْآنَ وَصَلَ إِلَى قَعْرِهَا"
Kami pernah mendengar suatu suara gemuruh, lalu kami bertanya, "Suara apakah
itu?" Maka Rasulullah Saw. menjawab, "Itu adalah suara batu yang dilemparkan
dari pinggir neraka Jahannam sejak tujuh puluh tahun yang silam, dan sekarang
baru sampai ke dasarnya."
Hadis ini menurut lafaz Imam Muslim.
Juga hadis yang menceritakan salat gerhana Nabi Saw., hadis mengenai malam
isra, dan hadis-hadis lain yang menunjukkan makna yang sama dengan pengertian
yang sedang dalam bahasan kita ini. Akan tetapi, golongan Mu'tazilah menentang
pendapat ini karena kebodohan mereka sendiri, tetapi pendapat mereka didukung
oleh Kadi Munzir ibnu Sa'id Al-Balluti, kadi di Andalusia.
Firman Allah Swt. yang mengatakan:
{فَأْتُوا
بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ}
maka buatlah satu surat saja yang semisal dengan Al-Qur'an.
(Al-Baqarah: 23)
dan firman Allah Swt. di dalam surat Yunus, yaitu:
{بِسُورَةٍ
مِثْلِهِ}
sebuah surat semisal dengannya. (Yunus: 38)
makna yang dimaksud mencakup semua surat Al-Qur'an —baik surat yang panjang
maupun yang pendek— mengingat lafaz surat diungkapkan dalam bentuk nakirah dalam
konteks syarat. Lafaz seperti itu bermakna umum, sama halnya dengan nakirah yang
diungkapkan dalam konteks nafi menurut ahli tahqiq dari kalangan ulama Usul; hal
ini akan diterangkan nanti dalam pembahasannya sendiri.Unsur i'jaz memang terkandung di dalam surat-surat yang panjang, juga
surat-surat yang pendek. Sepengetahuan kami tidak ada ulama yang
memperselisihkan pendapat ini, baik yang Salaf maupun yang Khalaf. Tetapi Ar-Razi di dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa firman Allah Swt.
yang mengatakan: Buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur'an itu.
(Al-Baqarah: 23) diartikan mencakup surat Al-Kausar, Al-'Asr, dan Al-Kafirun.
Kita mengetahui bahwa membuat sesuatu yang semisal dengannya atau yang
mendekatinya merupakan suatu hal yang mungkin dapat dilakukan dengan pasti.
Karena itu, merupakan suatu hal yang bertentangan dengan kenyataan jika
dikatakan bahwa membuat hal yang semisal dengan surat-surat tersebut merupakan
suatu hal yang di luar kemampuan manusia. Apabila kita berpendapat seperti
pendapat yang berlebihan ini, justru akibatnya akan mengurangi keagungan agama
(Al-Qur'an) itu sendiri.
Berdasarkan pengertian inilah kami memilih cara lain dalam
menginterpretasikannya; dan kami katakan jika surat-surat tersebut tingkatan
kefasihannya mencapai tingkatan i'jaz, berarti bukan menjadi masalah
lagi. Tetapi jika tidak demikian keadaannya, berarti ketidakmampuan orang-orang
kafir untuk menyainginya merupakan suatu mukjizat tersendiri, mengingat dorongan
yang ada pada diri mereka untuk melecehkan Al-Qur'an benar-benar kuat. Atas
dasar kedua hipotesis ini unsur i'jaz tetap ada. Demikian nukilan secara
harfiah dari Ar-Razi. Menurut pendapat yang benar, setiap surat dari Al-Qur'an merupakan mukjizat,
manusia tidak akan mampu menandinginya, baik surat yang panjang maupun yang
pendek. Imam Syafii rahimahullah mengatakan, "Jikalau manusia memikirkan makna yang
terkandung di dalam surat berikut, niscaya sudah menjadi kecukupan bagi mereka,"
yaitu firman-Nya:
{وَالْعَصْرِ
* إِنَّ الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ * إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ}
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya
menetapi kesabaran. (Al-'Asr: 1-3)
Kami meriwayatkan dari Amr ibnul As, bahwa sebelum masuk Islam dia pernah
bertamu kepada Musailamah Al-Kazzab. Lalu Musailamah bertanya kepadanya, "Apakah
yang telah diturunkan kepada teman kalian (Nabi Muhammad) di Mekah di masa
sekarang?" Maka Amr menjawabnya, "Sesungguhnya telah diturunkan kepadanya suatu
surat yang ringkas lagi balig." Musailamah bertanya, "Surat apakah?" Amr
menjawab: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam
kerugian. (Al-'Asr: 1-2) Maka Musailamah berpikir sejenak, kemudian
mengangkat kepalanya dan berkata, "Sesungguhnya telah diturunkan pula kepadaku
hal yang semisal dengannya." Amr bertanya, "Apakah itu?" Musailamah berkata,
"Hai kelinci, hai kelinci, sesungguhnya kamu hanya terdiri atas dua telinga dan
dada, sedangkan selain itu pendek dan kurus." Kemudian Musailamah bertanya,
"Bagaimanakah menurut pendapatmu, hai Amr." Amr menjawab, "Demi Allah,
sesungguhnya kamu mengetahui bahwa diriku mengetahui kamu berdusta."
Tafsir Ibnu Katsir
0 Response to "Al-Baqoroh Ayat 23-24"
Posting Komentar