Al-Baqoroh Ayat 94-96
Senin, 14 Mei 2018
Add Comment
{قُلْ
إِنْ كَانَتْ لَكُمُ الدَّارُ الآخِرَةُ عِنْدَ اللَّهِ خَالِصَةً مِنْ دُونِ
النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (94) وَلَنْ
يَتَمَنَّوْهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ
بِالظَّالِمِينَ (95) وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ النَّاسِ عَلَى حَيَاةٍ وَمِنَ
الَّذِينَ أَشْرَكُوا يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍ وَمَا هُوَ
بِمُزَحْزِحِهِ مِنَ الْعَذَابِ أَنْ يُعَمَّرَ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا
يَعْمَلُونَ (96) }
Katakanlah, "Jika kalian (menganggap bahwa)
kampung akhirat (surga) itu khusus untuk kalian di sisi Allah, bukan untuk orang
lain, maka inginilah kematian (kalian) jika kalian memang benar. Dan sekali-kali
mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya karena kesalahan yang
telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). Dan Allah Maha Mengetahui siapa
orang-orang yang aniaya. Dan sungguh kalian akan mendapati mereka, setamak-tamak
manusia kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih tamak lagi) daripada
orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun,
padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. Allah
Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari
Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a., bahwa Allah Swt. berfirman
kepada Nabi-Nya, Muhammad Saw.: Katakanlah, "Jika kalian (menganggap bahwa)
kampung akhirat (surga) itu khusus untuk kalian di sisi Allah, bukan untuk orang
lain, maka inginilah kematian (kalian) jika kalian memang benar”
(Al-Baqarah: 94) Yakni berdoalah kalian untuk minta segera dimatikan. Khitab ini
ditujukan kepada kedua belah pihak, yakni orang-orang Yahudi dan kaum muslim.
Dengan kata lain, manakah di antara kedua golongan itu yang berdusta. Ternyata
mereka menolak hal tersebut di hadapan Rasulullah Saw. Dan sekali-kali mereka
tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya karena kesalahan-kesalahan
yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). Dan Allah Maha Mengetahui
siapa orang-orang yang aniaya. (Al-Baqarah: 95) Maksudnya, Allah
memberitahukan kepada Nabi-Nya perihal pengetahuan mereka mengenai
kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh diri mereka sendiri, bahkan mereka
mengetahui kekufuran diri mereka terhadap agamanya sendiri. Disebutkan,
seandainya mereka benar-benar menginginkan kematian di saat Allah berfirman
demikian terhadap mereka, niscaya tiada seorang pun dari kalangan Yahudi di muka
bumi ini melainkan pasti binasa saat itu juga. Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai firman-Nya, "Fatamannawul
mauta," artinya minta matilah kalian.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Abdul Karim Al-Jazari, dari
Ikrimah sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Maka inginilah kematian (kalian)
jika kalian memang benar. (Al-Baqarah: 94) Sahabat Ibnu Abbas pernah
mengatakan, "Seandainya orang-orang Yahudi itu mengingini kematian, niscaya
mereka akan mati semuanya." Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan
kepada kami Assam yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar dari Al-A'masy, yang
ia yakini bahwa Al-A'masy mendengamya dari Al-Minhal, dari Sa'id ibnu Jubair,
dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Seandainya mereka benar-benar mengingini
kematian, niscaya seseorang dari mereka menelan kembali air ludahnya
(dahaknya)." Sanad dari semua riwayat tersebut memang sahih sampai kepada Ibnu
Abbas.
Ibnu Jarir mengatakan di dalam kitab tafsirnya, telah sampai sebuah riwayat
kepada kami bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"لَوْ
أَنَّ الْيَهُودَ تَمَنَّوُا الْمَوْتَ لَمَاتُوا. وَلَرَأَوْا مَقَاعِدَهُمْ مِنَ
النَّارِ. وَلَوْ خَرَجَ الَّذِينَ يُباهلون رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَرَجَعُوا لَا يَجِدُونَ أَهْلًا
وَلَا مَالًا".
Seandainya orang-orang Yahudi itu mengingini kematian, niscaya mereka
semua mati dan niscaya mereka akan melihat tempat kediaman mereka di neraka. Dan
seandainya orang-orang yang diajak bermubahalah oleh Rasulullah Saw. keluar,
niscaya mereka akan kembali tanpa menemukan keluarga dan harta bendanya
lagi.
Hadis ini diceritakan kepada kami oleh Abu Kuraib, telah menceritakan kepada
kami Zakaria ibnu Addi, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Amr, dari
Abdul Karim, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah Saw. Imam Ahmad dari
Ismail ibnu Yazid Ar-Raqi telah meriwayatkannya pula bahwa telah menceritakan
kepada kami Furat, dari Abdul Karim dengan lafaz yang sama.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu
Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abdullah ibnu Basysyar, telah
menceritakan kepada kami Surur ibnul Mugirah, dari Abbad ibnu Mansur, dari
Al-Hasan yang mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt., "Mereka
(orang-orang Yahudi) sama sekali tidak akan mengingini kematian itu karena
kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka sendiri." Aku (Abbad
ibnu Mansur) bertanya, "Bagaimanakah menurutmu, seandainya mereka mengingini
kematian itu, ketika dikatakan kepada mereka, 'Inginilah kematian kalian!'
Apakah mereka akan mati ketika itu juga?" Al-Hasan menjawab, "Tidak, demi Allah,
mereka sama sekali tidak akan mati ketika itu juga, sekalipun mereka mengingini
kematian itu. Mereka sekali-kali tidak akan mengingini kematian itu, karena
sesungguhnya seperti apa yang telah kamu dengar, Allah Swt. telah berfirman:
'Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya
karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri).
Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya" (Al-Baqarah:
95)."
Sanad riwayat ini yang bersumber dari Al-Hasan berpredikat garib, mengingat
penafsiran yang diketengahkan oleh Ibnu Abbas r.a. mengenai makna ayat ini
bersifat telah dipastikan, yakni menyerukan kepada kedua belah pihak, siapakah
di antara keduanya yang berdusta; apakah mereka (orang-orang Yahudi) atau kaum
muslim melalui cara mubahalah (sumpah-menyumpah). Demikianlah menurut
keterangan yang dinukil oleh Ibnu Jarir, dari Qatadah, Abul Aliyah, dan Ar-Rabi'
ibnu Anas rahimahullah.
Ayat lain yang semakna dengan ayat ini ialah firman Allah Swt. dalam surat
Al-Jumu'ah, yaitu:
{قُلْ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ هَادُوا إِنْ زَعَمْتُمْ أَنَّكُمْ أَوْلِيَاءُ لِلَّهِ
مِنْ دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ* وَلا
يَتَمَنَّوْنَهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ
بِالظَّالِمِينَ* قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ
مُلاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ
فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ}
Katakanlah, "Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kalian
mendakwakan bahwa sesungguhnya kalian sajalah kekasih Allah, bukan
manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah kematian kalian, jika kalian adalah
orang-orang yang benar." Mereka tidak akan mengharapkan kematian itu
selama-lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan
mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang zalim.
Katakanlah, "Sesungguhnya kematian yang kalian lari darinya, maka sesungguhnya
kematian itu akan menemui kalian, kemudian kalian akan dikembalikan kepada
(Allah) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepada
kalian apa yang telah kalian kerjakan.'" (Al-Jumu'ah: 6-8)
Ketika mereka —semoga laknat Allah menimpa mereka— menduga bahwa diri mereka
adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya, serta mereka berani mengatakan,
"Tidak akan masuk surga kecuali hanya orang yang beragama Yahudi atau Nasrani,"
lalu mereka diajak untuk ber-mubahalah dan mendoakan kebinasaan terhadap siapa
yang berdusta di antara kedua belah pihak; yakni dari kalangan mereka atau dari
kalangan kaum muslim. Ketika mereka menolak untuk melakukan hal tersebut, maka
masing-masing orang dari kalangan mereka mengetahui bahwa mereka adalah
orang-orang yang zalim. Seandainya mereka merasa yakin dengan apa yang mereka
jalani, niscaya mereka berani maju melakukan mubahalah tersebut. Tetapi setelah
mereka mundur, maka diketahuilah bahwa mereka berdusta.
Hal yang sama pernah diserukan pula oleh Rasulullah Saw. terhadap delegasi
dari orang-orang Nasrani Najran sesudah hujah mereka dipatahkan dalam suatu
perdebatan, dan mereka masih tetap ingkar serta membangkang. Rasulullah Saw.
mengajak mereka untuk ber-mubahalah. Hal ini disebutkan oleh Allah Swt. dalam
firman-Nya:
{فَمَنْ
حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ
أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا
وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَى
الْكَاذِبِينَ}
Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang
meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), "Marilah kita memanggil anak-anak
kami dan anak-anak kalian, istri-istri kami dan istri-istri kalian, diri kami
dan diri kalian; kemudian marilah kita ber-mubahalah kepada Allah dan kita minta
supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. (Ali Imran:
61)
Ketika mereka dihadapkan kepada suatu kenyataan, maka sebagian dari mereka
berkata kepada sebagian yang lain, "Demi Allah, jika kalian mau ber-mubahalah
dengan Nabi ini, niscaya tiada seorang pun dari kalian yang matanya masih
berkedip (mati semua)." Maka sejak saat itu akhirnya mereka lebih cenderung
untuk perdamaian, dan mereka bersedia membayar jizyah dengan patuh, sedangkan
mereka dalam keadaan hina. Maka Nabi Saw. menetapkan jizyah atas mereka dan
mengutus kepada mereka Abu Ubaidah ibnul Jarrah sebagai amin
(sekretarisnya). Sama dengan makna ayat ini atau mendekatinya adalah firman Allah Swt. kepada
Nabi-Nya yang memerintahkan agar mengatakan kepada orang-orang musyrik,
yaitu:
{قُلْ
مَنْ كَانَ فِي الضَّلالَةِ فَلْيَمْدُدْ لَهُ الرَّحْمَنُ مَدًّا}
Katakanlah, "Barang siapa yang berada di dalam kesesatan, maka biarlah
Tuhan Yang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya." (Maryam: 75)
Yakni barang siapa yang berada dalam kesesatan dari kalangan kami dan kalian,
semoga Allah menambahkan kepadanya apa yang sudah ada baginya dan memperpanjang
serta menangguhkannya, seperti yang akan diterangkan pada tempatnya nanti, insya
Allah. Adapun mengenai orang yang menafsirkan firman-Nya, "Jika kalian memang
benar," yakni dalam pengakuan kalian itu, maka inginilah kematian itu.
Mereka yang menafsirkan demikian tidak menyinggung masalah mubahalah, seperti
yang telah ditetapkan oleh segolongan ulama ahli kalam (ahli tauhid) dan
lain-lainnya.
Ibnu Jarir cenderung kepada pendapat ini sesudah mendekati pendapat yang
pertama (yakni yang menyinggung masalah mubahalah). Karena sesungguhnya ia telah
mengatakan sehubungan dengan takwil ayat berikut: Katakanlah, "Jika kalian
(beranggapan bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untuk kalian di sisi
Allah, bukan untuk orang lain ..." (Al-Baqarah: 94) Bahwa ayat ini termasuk
salah satu ayat yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada Nabi-Nya sebagai hujah
terhadap orang-orang Yahudi yang berada di tempat dekat tempat hijrah beliau
Saw., sekaligus mengungkap kedustaan para rahib dan para pendeta mereka.
Demikian itu karena Allah Swt. memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk memutuskan
peradilan yang adil dalam menangani kasus yang terjadi antara beliau dan mereka,
yakni kasus perselisihan. Seba-gaimana Allah memerintahkan kepada beliau agar
mengajak golongan yang lain (yakni kaum Nasrani) —di saat mereka bertentangan
dengannya dalam masalah Isa ibnu Maryam a.s. dan mereka berdebat dengan beliau
mengenainya— untuk melerai hal ini melalui mubahalah antara beliau dan
mereka.
Untuk itu dikatakan kepada golongan orang-orang Yahudi, "Jika kalian memang
benar (dalam pengakuan kalian), maka inginilah kematian kalian. Karena
sesungguhnya kematian itu tidak merugikan kalian jika kalian memang benar dalam
pengakuan kalian yang menyatakan bahwa kalian beriman dan kedudukan kalian dekat
dengan Allah Swt. Karena dengan kematian itu niscaya Allah akan segera
memberikan apa yang kalian cita-citakan dan yang selama ini kalian dambakan itu.
Karena sesungguhnya setelah kalian mati, kalian terbebas dari kepayahan hidup di
dunia ini yang penuh dengan kekeruhan dan kelelahan di dalamnya; kemudian kalian
beruntung memperoleh kedudukan di sisi Allah —yaitu di surga-Nya— jika
perkaranya seperti apa yang kalian duga, bahwa kampung akhirat (surga) hanya
khusus buat kalian, bukan kami. Tetapi jika kalian tidak mau melakukannya, maka
orang-orang lain akan mengetahui bahwa kalianlah yang batal dan kamilah yang
benar dalam pengakuan kami, serta ter-bukalah bagi mereka perkara kami dan
kalian."
Maka orang-orang Yahudi itu menolak melakukan hal tersebut karena mereka
mengetahui jika mereka mengingini kematian, niscaya mereka benar-benar binasa.
Akibatnya akan lenyaplah dunia mereka, dan tempat mereka kembali kepada kehinaan
selama-lamanya di ne-geri akhirat. Hal yang sama dilakukan oleh orang-orang Nasrani, mereka menolak diajak untuk
ber-mubahalah oleh Nabi Saw. ketika mereka bertentangan dengan Nabi Saw.
sehubungan dengan masalah Isa ibnu Maryam a.s.
Pendapat ini permulaannya memang baik, tetapi bagian terakhirnya masih perlu
dipertimbangkan. Demikian itu karena yang tersimpul darinya tidak mengandung
hujah terhadap mereka. Mengingat dapat saja dikatakan bahwa sesungguhnya tidak
ada kaitan antara keadaan mereka yang mengakui benar dalam dakwaannya dengan
konsekuensinya yang menyatakan bahwa mereka harus mengingini kematian. Dengan
kata lain, hubungan antara keberadaan kemaslahatan dan mengharapkan kematian
bukan merupakan suatu kaitan yang lazim. Dikatakan demikian karena pada
kenyataannya banyak orang saleh yang tidak mengharapkan kematian dirinya, dan
bahkan ia menginginkan untuk diperpanjang usianya agar kebaikannya bertambah dan
derajatnya di surga makin tinggi, seperti yang disebutkan di dalam salah satu
hadis:
"خَيْرُكُمْ
مَنْ طَالَ عَمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ"
Sebaik-baik kalian ialah orang yang panjang usianya dan baik
amalnya.
Alasan seperti ini memberikan kesempatan kepada mereka untuk membalikkannya
kepada kita, lalu mereka dapat saja mengatakan, "Sekarang kalian —kaum rnuslim—
berkeyakinan bahwa kalian adalah ahli surga, sedangkan kalian sendiri tidak
mengingini kematian dalam keadaan sehat. Mengapa kalian menetapkan kepada kami
hal yang kalian sendiri tidak melakukannya?"
Semua itu hanyalah bersumber dari penafsiran ayat atas dasar pengertian ini.
Adapun mengenai tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas, sama sekali tidak
memberikan pengertian seperti itu; bahkan perkataan yang ditujukan kepada mereka
merupakan perkataan yang seadanya, yaitu: "Jika kalian berkeyakinan bahwa kalian
adalah kekasih-kekasih Allah, bukan manusia-manusia yang lain; dan bahwa kalian
adalah anak-anak Allah serta kekasih-kekasih-Nya, serta kalian adalah ahli
surga, sedangkan selain kalian adalah ahli neraka, maka ber-mubahalah-lah kalian
untuk membuktikan hal tersebut. Berdoalah untuk kebinasaan orang-orang yang
dusta dari kalangan kalian atau dari kalangan selain kalian. Ketahuilah bahwa
mubahalah itu pasti akan membinasakan orang yang dusta!"
Setelah mereka merasa yakin akan hal tersebut dan mengetahui kebenaran Nabi
Saw., maka mereka menolak ber-mubahalah, mengingat mereka merasa bahwa diri
mereka dusta dan hanya bohong belaka. Mereka dengan sengaja menyembunyikan sifat
dan ciri khas Rasulullah Saw., dan mereka mengetahui Rasulullah Saw. sebagaimana
mereka mengetahui anak-anak mereka sendiri secara pasti. Maka masing-masing
mereka mengetahui kebatilan, kehinaan, kesesatan, dan keingkaran diri mereka;
semoga laknat Allah terus-menerus menimpa mereka sampai hari kiamat.
Mubahalah ini diungkapkan oleh ayat ini dengan istilah tamanni,
mengingat setiap orang yang merasa benar niscaya berharap semoga lawannya yang
batil dibinasakan oleh Allah. Terlebih lagi jika hal tersebut mengandung hujah
yang menampakkan dan membuktikan kebenaran pihaknya. Mubahalah yang diajukan ialah mubahalah bersedia untuk mati, karena hidup
bagi mereka sangat berharga dan diagungkan, mengingat mereka menyadari keburukan
tempat kembali mereka sesudah mereka mati. Karena itulah maka Allah Swt.
berfirman: Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu
selama-lamanya karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan
(mereka) sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya. Dan
sungguh kalian akan mendapati mereka manusia yang paling tamak kepada kehidupan
(di dunia). (Al-Baqarah: 95-96)
Artinya, mereka adalah orang-orang yang paling menginginkan usia panjang,
karena mereka mengetahui bahwa tempat kembali mereka sangat buruk dan akibat
dari amal perbuatan mereka di hadapan Allah sangat merugi. Dunia ini bagaikan
penjara bagi orang mukmin, dan bagaikan surga bagi orang kafir. Mereka sangat
menginginkan seandainya ditangguhkan dari kepastian hari akhirat, untuk itu
mereka berupaya ke arah itu dengan semua kemampuan yang mereka kuasai. Akan
tetapi, apa yang mereka takutkan dan mereka hindari itu pasti akan menimpa diri
mereka; hingga mereka lebih tamak kepada kehidupan di dunia ketimbang
orang-orang musyrik, yaitu orang-orang yang tidak memiliki suatu kitab pun.
Pengertian dan takwil ini termasuk ke dalam Bab "Mengaitkan hal yang Khusus
kepada Hal yang Umum".
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan,
telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Sufyan, dari
Al-A'masy, dari Muslim Al-Batin, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: bahkan (lebih loba lagi) daripada
orang-orang musyrik. (Al-Baqarah: 96) Yang dimaksud dengan orang-orang
musyrik adalah orang-orang Ajam, yakni selain orang Arab.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya
melalui hadis As-Sauri. Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan
syarat keduanya (Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Imam Hakim mengatakan bahwa keduanya telah sepakat (ittifaq) dalam sanad
tafsir yang dikemukakan oleh sahabat. Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Dan
sungguh kamu akan mendapati mereka, setamak-tamak manusia kepada kehidupan
(di dunia). (Al-Baqarah: 96) Orang munafik adalah orang yang paling tamak kepada
kehidupan dunia dan lebih tamak lagi daripada orang musyrik.
Masing-masing dari mereka ingin, yakni masing-masing dari orang-orang Yahudi
menginginkan. Demikianlah maknanya menurut konteks ayat. Sedangkan menurut Abul
Aliyah, makna 'masing-masing dari mereka ingin' adalah orang-orang Majusi.
Pendapat ini sama dengan pendapat pertama tadi, yaitu agar diberi umur seribu
tahun. Al-A'masy meriwayatkan dari Muslim Al-Batui, dari Sa'id ibnu Jubair, dari
Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Masing-masing dari mereka
ingin agar diberi umur seribu tahun. (Al-Baqarah: 96) Hal ini sama dengan
perkataan seorang Persia, "Dah hazarsal," yang artinya sepuluh ribu
tahun. Hal yang sama diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair sendiri.
Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali
ibnul Hasan ibnu Syaqiq. Ia pernah mendengar ayahnya mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abu Hamzah, dari Al-A'masy, dari Mujahid, dari Ibnu
Abbas sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Masing-masing dari mereka ingin
agar diberi umur seribu tahun. (Al-Baqarah: 96) Maknanya sama dengan ucapan
seorang Ajam (Persia), "Hazarsal nuruz wamahrajan," semoga usia sepuluh
ribu tahun penuh dengan kegembiraan. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Masing-masing dari
mereka ingin agar diberi umur seribu tahun. (Al-Baqarah: 96) "Aku berharap
semoga sepanjang usia mereka dipenuhi dengan dosa-dosa."
Mujahid ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Sa'id
atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Padahal
usia panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa.
(Al-Baqarah: 96) Yakni hal tersebut tidak dapat menyelamatkannya dari siksa.
Demikian itu karena orang musyrik tidak mengharapkan akan dibangkitkan kembali
sesudah matinya, dia selalu mencintai hidup di dunia dalam usia yang panjang.
Sedangkan seorang Yahudi telah mengetahui kehinaan apa yang bakal diterimanya
kelak di akhirat, karena ia telah menyia-nyiakan ilmu yang ada pada dirinya.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
Padahal usia panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa.
(Al-Baqarah: 96) Mereka yang berharap demikian adalah orang-orang (Yahudi) yang
memusuhi Malaikat Jibril. Abul Aliyah dan Ibnu Umar mengatakan sehubungan dengan tafsir firman ini,
bahwa hal tersebut (usia panjang) tidak dapat menolongnya dari azab, tidak pula
dapat menyelamatkannya.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan tafsir firman ini
mengatakan bahwa orang Yahudi itu adalah setamak-tamak manusia kepada kehidupan
di dunia daripada selain mereka. Orang-orang Yahudi ingin seandainya
masing-masing dari mereka diberi umur seribu tahun, padahal usia panjang itu
sama sekali tidak dapat menyelamatkan dirinya dari azab Allah. Seandainya dia
diberi usia sebagaimana iblis, niscaya hal tersebut tiada manfaatnya bagi
dirinya, mengingat dia adalah orang kafir.
{وَاللَّهُ
بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ}
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (Al-Baqarah:
96)
Allah Mahawaspada lagi Maha Melihat semua yang dilakukan oleh
hamba-hamba-Nya, baik amal baik atau pun amal buruk; dan kelak setiap orang yang
beramal akan menerima balasan yang setimpal karena perbuatannya.
Tafsir Ibnu Katsir
0 Response to "Al-Baqoroh Ayat 94-96"
Posting Komentar