Al-Baqoroh Ayat 74
Senin, 14 Mei 2018
Add Comment
{ثُمَّ
قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ
قَسْوَةً وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الأنْهَارُ وَإِنَّ
مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاءُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا
يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ (74)
}
Kemudian setelah itu hati kalian menjadi
keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu
sungguh ada yang mengalir sungai-sungai darinya dan di antaranya sungguh ada
yang terbelah, lalu keluarlah mata air darinya dan di antaranya sungguh ada yang
meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah
dari apa yang kalian kerjakan.
Allah Swt. berfirman mencemoohkan Bani Israil dan memberikan peringatan
kepada mereka melalui tanda-tanda kebesaran Allah Swt. dan penghidupan
orang-orang yang telah mati, semuanya itu mereka saksikan dengan mata kepala
mereka sendiri. Tetapi ternyata mereka tetap keras, seperti yang disebutkan di
dalam firman-Nya:
{ثُمَّ
قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ}
Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras. (Al-Baqarah: 74)
Artinya, setelah semuanya itu justru hati kalian menjadi keras seperti batu
yang tidak pernah lunak selama-lamanya. Karena itulah Allah Swt. melarang kaum
mukmin berperilaku seperti mereka, sebagaimana yang dinyatakan di dalam
firman-Nya:
{أَلَمْ
يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نزلَ
مِنَ الْحَقِّ وَلا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ
عَلَيْهِمُ الأمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ
فَاسِقُونَ}
Al-Aufi di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas: Ketika si
terbunuh dipukul dengan salah satu anggota badan sapi betina tersebut, maka si
terbunuh duduk, hidup kembali seperti semula. Lalu ditanyakan kepadanya,
"Siapakah yang telah membunuhmu?" Ia menjawab, "Anak-anak saudaraku yang telah
membunuhku," kemudian ia mati lagi. Selanjutnya anak-anak saudaranya di saat si
terbunuh dicabut lagi nyawanya oleh Allah mereka mengatakan, "Demi Allah, kami
tidak membunuhnya." Mereka mendustakan perkara yang hak sesudah melihatnya
dengan mata kepala mereka sendiri. Maka Allah berfirman: Kemudian setelah itu
hati kalian menjadi keras. (Al-Baqarah: 74) Yakni khitab ditujukan kepada anak-anak saudara si terbunuh. Dalam firman
selanjutnya disebutkan:
{فَهِيَ
كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً}
perihalnya sama seperti batu, bahkan lebih keras lagi. (Al-Baqarah:
74)
Maka setelah berlalunya masa, jadilah hati kaum Bani Israil keras dan tidak
mempan lagi dengan nasihat dan pelajaran, sesudah mereka menyaksikan dengan mata
kepala sendiri tanda-tanda kebesaran Allah dan berbagai mukjizat. Kekerasan hati
mereka sama dengan batu yang mustahil dapat menjadi lunak, bahkan lebih keras
lagi dari batu. Karena sesungguhnya di antara bebatuan terdapat batu yang dapat
rnengalirkan mata air darinya hingga membentuk sungai-sungai. Di antaranya lagi
ada yang terbelah, lalu keluarlah mata air darinya, sekalipun tidak mengalir. Di
antaranya ada yang meluncur jatuh dari atas bukit karena takut kepada Allah, hal
ini menunjukkan bahwa benda mati pun mempunyai perasaan mengenai hal tersebut
disesuaikan dengan keadaannya, seperti yang dijelaskan oleh ayat lain, yaitu
firman-Nya:
{تُسَبِّحُ
لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا
يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ
حَلِيمًا غَفُورًا}
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada
Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi
kalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi
Maha Pengampun. (Al-Isra: 44)
Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan dari Mujahid bahwa ia pernah mengatakan, "Setiap
batu yang memancar darinya air atau terbelah mengeluarkan air, atau meluncur
jatuh dari atas bukit, sungguh hal ini terjadi karena takut kepada Allah.
Demikian menurut keterangan yang diturunkan oleh Al-Qur'an." Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya Muhammad ibnu
Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan firman-Nya: Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir
sungai-sungai darinya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah, lalu keluarlah
mata air darinya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut
kepada Allah. (Al-Baqarah: 74) Yakni sesungguhnya di antara batu-batu itu
terdapat batu yang lebih lunak daripada hati kalian, keadaannya tidaklah seperti
kebenaran yang kalian dakwakan itu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari
apa yang kalian kerjakan. (Al-Baqarah: 74)
Abu Ali Al-Jayyani di dalam kitab tafsirnya mengatakan sehubungan dengan
tafsir firman-Nya: Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang meluncur
jatuh karena takut kepada Allah. (Al-Baqarah: 74) Maksudnya, jatuh meluncur
seperti jatuhnya salju dari awan. Menurut Al-Qadi Al-Baqilani takwil ini jauh dari kebenaran, pendapatnya itu
diikuti oleh Ar-Razi. Memang demikian kenyataannya, mengingat makna yang
menyimpang dari lafaz tanpa dalil tidaklah dibenarkan. Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami
Al-Hakam ibnu Hisyam As-Saqafi, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Abu Talib
(yakni Yahya ibnu Ya'qub) sehubungan dengan firman-Nya: Dan sesungguhnya di
antara batu-batu itu ada yang mengalir sungai-sungai darinya. (Al-Baqarah:
74) Artinya yaitu banyak menangis. Dan sesungguhnya di antara batu-batu itu
ada yang terbelah, lalu keluarlah mata air. (Al-Baqarah: 74) Makna yang
dimaksud ialah sedikit menangis. Dan sesungguhnya di antara batu-batu itu ada
yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. (Al-Baqarah: 74) Yakni
tangisan hati tanpa air mata.
Sebagian ulama menduga bahwa makna ayat ini termasuk ke dalam Bab "Majaz",
yaitu menyandarkan khusyuk kepada batu-batuan, seperti halnya makna menyandarkan
kehendak kepada tembok yang ada dalam firman-Nya: hendak runtuh (roboh).
(Al-Kahfi: 77) Al-Razi dan Al-Qurtubi serta selain keduanya dari kalangan para imam ahli
tafsir mengatakan bahwa takwil seperti ini tidak diperlukan, karena sesungguhnya
Allah Swt. menciptakan watak tersebut pada diri batu; seperti halnya yang
disebutkan di dalam ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
{إِنَّا
عَرَضْنَا الأمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ
يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا}
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan
gunung-gunung; maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir
akan mengkhianatinya. (Al-Ahzab: 72)
تُسَبِّحُ
لَهُ السَّماواتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ
{وَالنَّجْمُ
وَالشَّجَرُ يَسْجُدَانِ}
{أَوَلَمْ
يَرَوْا إِلَى مَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ يَتَفَيَّأُ
ظِلالُهُ}
{قَالَتَا
أَتَيْنَا طَائِعِينَ}
{لَوْ
أَنزلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ}
{وَقَالُوا
لِجُلُودِهِمْ لِمَ شَهِدْتُمْ عَلَيْنَا قَالُوا أَنْطَقَنَا اللَّهُ}
Dan mereka berkata kepada kulit mereka, "Mengapa kamu menjadi saksi
terhadap kami?" Kulit mereka menjawab, "Allah yang telah menjadikan kami dapat
berbicara ...." (Fushshilat: 21)
Di dalam sebuah hadis disebutkan:
"هَذَا
جَبَلٌ يُحِبُّنَا وَنُحِبُّهُ"
Gunung ini (yakni Gunung Uhud) adalah gunung yang mencintai kami dan kami
mencintainya.
Hadis lainnya ialah seperti hadis yang menceritakan rintihan dan tangisan
batang pohon kurma ketika ditinggalkan oleh Nabi Saw., seperti yang dijelaskan
di dalam hadis yang mutawatir.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan sebuah hadis:
"إِنِّي
لَأَعْرِفُ حَجَرًا بِمَكَّةَ كَانَ يُسَلِّمُ عَلِيَّ قَبْلَ أَنْ أُبْعَثَ إِنِّي
لَأَعْرِفُهُ الْآنَ"
Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui sebuah batu di Mekah yang pernah
mengucapkan salam penghormatan kepadaku sebelum aku diangkat menjadi utusan
(rasul); sesungguhnya aku sekarang benar-benar masih mengetahui
tempatnya
Demikian pula hadis yang menceritakan tentang sifat hajar aswad. Di dalamnya
disebutkan bahwa di hari kiamat kelak hajar aswad akan menjadi saksi yang
membela orang yang pernah mengusapnya. Masih banyak hadis lainnya yang
menceritakan hal yang semakna. Imam Qurtubi mengetengahkan sebuah pendapat yang mengatakan bahwa huruf
'ataf dalam ayat ini (Al-Baqarah: 74) mengandung makna takhyir,
yakni misal untuk ini dan misal untuk itu. Contohnya dalam perkataan orang-orang
Arab, "Jalisil hasana au Ibnu Sinn" (duduklah dengan Hasan atau Ibnu
Sirin). Demikian pula yang diriwayatkan oleh Ar-Razi di dalam kitab tafsirnya.
Tetapi Ar-Razi menambahkan pendapat yang lain, yaitu yang mengatakan bahwa huruf
'ataf yang ada dalam ayat ini menunjukkan makna ibham bila
dihubungkan dengan mukhatab (lawan bicara). Perihalnya sama dengan ucapan
seseorang kepada lawan bicaranya, "Kamu telah makan roti atau kurma,"
padahal si pembicara mengetahui mana yang dimakan oleh si lawan bicara.
Pendapat lain mengatakan bahwa huruf 'ataf dalam ayat ini semakna
dengan ucapan seseorang, "Makanlah manisan atau asam-asaman." Dengan kata lain,
tidak dapat makan selain dari salah satu di antara keduanya. Yakni hati kalian
telah menjadi keras seperti batu atau lebih keras lagi daripada itu. Dengan kata
lain, keadaan hati mereka tidak keluar dari salah satu di antara kedua
pengertian tersebut. Para ulama bahasa Arab berbeda pendapat mengenai makna firman-Nya; maka
hati mereka keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. (Al-Baqarah: 74)
sesudah adanya kesepakatan di antara mereka bahwa mustahil huruf 'ataf’
ini bermakna syak (ragu). Sebagian dari mereka mengatakan bahwa huruf au
dalam ayat ini bermakna sama dengan huruf wawu (bermakna dan). Bentuk
lengkapnya adalah seperti berikut: Fahiya kal hijarati wa asyaddu qaswah
(maka hati mereka keras seperti batu dan lebih keras lagi). Perihalnya sama
dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
{وَلا
تُطِعْ مِنْهُمْ آثِمًا أَوْ كَفُورًا}
عُذْراً
أَوْ نُذْراً
Juga seperti apa yang dikatakan oleh An-Nabigah Az-Zibyani (seorang penyair Jahiliah), yaitu:
الَتْ
أَلَا لَيْتَمَا هَذَا الحمامُ لَنَا ... إِلَى
حَمامتنا أَوْ نِصفُه فَقدِ
Mereka mengatakan, "Aduhai, seandainya
burung merpati ini menjadi milik kami menyatu dengan burung merpati milik kami
dan separo darinya hilang."
Menurut Ibnu Jarir, makna yang dimaksud ialah 'mereka menghendaki burung
merpati itu, juga separo dari merpati miliknya'. Penyair lainnya bernama Jarir
ibnu Atiyyah mengatakan pula:
نَالَ الخِلافَةَ أَوْ كَانَتْ لَهُ قَدَرًا ... كَمَا أَتَى ربَّه مُوسى عَلَى
قَدَرِ
Dia (orang yang dipuji oleh penyair)
memperoleh tampuk khalifah dan kekhalifahan itu sudah merupakan takdir baginya,
sama halnya dengan Musa yang datang kepada Tuhannya di waktu yang telah
ditentukan.
Ibnu Jarir mengatakan, makna yang dimaksud ialah bahwa si Mamduh memperoleh
kekhalifahan yang sudah merupakan kepastian baginya. Ulama lainnya mengatakan bahwa huruf au dalam ayat ini (Al-Baqarah:
74) bermakna bal (bahkan), hingga bentuk lengkapnya ialah seperti
berikut: Fahiya kal hijarati bal asyaddu qaswah (maka hati mereka keras
seperti batu, bahkan lebih keras lagi). Perihalnya sama dengan pengertian yang
terkandung di dalam firman-Nya:
{إِذَا
فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ
خَشْيَةً}
tiba-tiba sebagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia
(musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat takut dari itu.
(An-Nisa: 77)
{وَأَرْسَلْنَاهُ
إِلَى مِائَةِ أَلْفٍ أَوْ يَزِيدُونَ}
{فَكَانَ
قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى}
Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah,
bahkan lebih dekat (lagi). (An-Najm: 9) Ulama lainnya mengatakan bahwa makna au adalah menurut aslinya, yaitu:
Maka hatinya keras seperti batu atau lebih keras lagi daripada batu yang biasa
kalian lihat. Demikian menurut riwayat Ibnu Jarir. Ulama lainnya mengatakan, makna yang dimaksud ialah ibham (menyamarkan
pengertian) terhadap mukhatab (lawan bicara), seperti pengertian yang terdapat
di dalam perkataan Abul Aswad, yaitu:
أُحِبُّ
مُحَمَّدًا حُبا شَدِيدًا ... وعبَّاسا وحمزةَ
وَالْوَصِيَّا
فَإِنْ
يَكُ حُبّهم رَشَدًا أُصِبْهُ ... وَلَسْتُ
بِمُخْطِئٍ
إِنْ كَانَ غَيَّا
Aku cinta kepada Muhammad dengan
kecintaan yang mendalam, juga (aku cinta kepada) Abbas, Hamzah, dan orang yang
diwasiati (Ali). Maka apabila cinta kepada mereka dianggap sebagai jalan ke arah
peiunjuk, maka aku mencintainya dengan kecintaan yang mendalam. Dan tidaklah
keliru bila cinta kepada mereka dianggap sebagai suatu kesesatan.
Ibnu Jarir mengatakan, para ulama berpendapat bahwa Abul Aswad sama sekali
tidak meragukan bahwa cinta kepada orang-orang yang telah dia sebut namanya itu
dianggap sebagai jalan menuju ke arah petunjuk (hidayah), tetapi dia ungkapkan
hal ini secara mubham (menyamarkan) terhadap lawan bicaranya. Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah disebutkan suatu riwayat dari Abul
Aswad sendiri ketika dia mengatakan bait-bait syair ini ada orang yang bertanya
kepadanya, "Apakah engkau merasa ragu?" Maka ia menjawab, "Sama sekali tidak,
demi Allah." Kemudian ia membantahnya dengan membacakan firman-Nya:
{وَإِنَّا
أَوْ إِيَّاكُمْ لَعَلَى هُدًى أَوْ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ}
dan sesungguhnya kami atau kalian (orang-orang musyrik) pasti berada dalam
kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. (Saba': 24)
Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa orang yang diberitakan hal ini berada
dalam keraguan, siapakah di antara mereka yang mendapat petunjuk dan siapa pula
yang sesat? Sebagian ulama mengatakan bahwa makna ayat ini ialah hati kalian tidak
terlepas dari kedua misal ini; adakalanya keras seperti batu, dan adakalanya
lebih keras lagi dari itu. Ibnu Jarir mengatakan, be-dasarkan takwil ini berarti
makna yang dimaksud ialah bahwa sebagian dari hati mereka ada yang keras seperti
batu, dan sebagian yang lain ada yang lebih keras daripada batu. Pendapat inilah
yang dinilai rajih (kuat) oleh Ibnu Jarir disertai pengarahan lainnya. Menurut kami, pendapat terakhir ini mirip dengan beberapa pengertian yang
terkandung di dalam firman-Nya, yaitu:
{مَثَلُهُمْ
كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا}
{أَوْ
كَصَيِّبٍ مِنَ السَّمَاءِ}
{وَالَّذِينَ
كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ}
{أَوْ
كَظُلُمَاتٍ فِي بَحْرٍ لُجِّيٍّ}
Dengan kata lain, di antara mereka ada yang seperti ini dan ada yang seperti itu.
قَالَ
الْحَافِظُ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ
بْنِ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَيُّوبَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي الثَّلْجِ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حَفْصٍ، حَدَّثَنَا
إِبْرَاهِيمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَاطِبٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
دِينَارٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا تُكْثِرُوا الْكَلَامَ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ، فَإِنَّ
كَثْرَةَ الْكَلَامِ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ قَسْوَةُ الْقَلْبِ، وَإِنَّ أَبْعَدَ
النَّاسِ مِنَ اللَّهِ الْقَلْبُ الْقَاسِي".
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan, telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muhammad
ibnu Ayyub, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu
Abus-Salj, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hafs, telah menceritakan
kepada kami Ibrahim ibnu Abdullah ibnu Hatib, dari Abdullah ibnu Dinar, dari
Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Janganlah kalian banyak
bicara selain zikir kepada Allah, karena sesungguhnya banyak bicara selain zikir
kepada Allah mengakibatkan hati menjadi keras. Sesungguhnya sejauh-jauh
manusia dari Allah ialah orang yang berhati keras.
Imam Turmuzi meriwayatkan pula hadis ini di dalam Kitabuz Zuhdi di dalam
kitab Jami'-nya. dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abus Salj (murid Imam Ahmad)
dengan lafaz yang sama. Ia meriwayatkannya pula dari jalur yang lain melalui
Ibrahim ibnu Abdullah ibnul Haris ibnu Hatib dengan lafaz yang sama. Selanjutnya
ia mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib, kami tidak mengetahuinya
kecuali dari jalur Ibrahim.
Al-Bazzar meriwayatkan sebuah hadis melalui Anas secara marfu’ yaitu:
"أَرْبَعٌ
مِنَ الشَّقَاءِ: جُمُودُ الْعَيْنِ، وَقِسِيُّ الْقَلْبِ، وَطُولُ الْأَمَلِ،
والحرص على الدنيا"
Ada empat pekerti yang menyebabkan kecelakaan, yaitu kerasnya mata (tidak
pernah menangis karena Allah), hati yang keras. panjang angan-angan, dan rakus
terhadap keduniawian.
Tafsir Ibnu Katsir
0 Response to "Al-Baqoroh Ayat 74"
Posting Komentar