Al-Baqoroh Ayat 144
Senin, 14 Mei 2018
Add Comment
{قَدْ
نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا
وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ
الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ (144)
}
Sesungguhnya Kami (sering) melihat mukamu
menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang
kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah
Masjidil Haram. Dan di mana saja kalian berada, palingkanlah muka kalian ke
arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab
(Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu
adalah benar dari Tuhannya, dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang
mereka kerjakan.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, mula-mula ayat Al-Qur'an
yang di-mansukh adalah masalah kiblat. Demikian itu terjadi ketika Rasulullah
Saw. hijrah ke Madinah, kebanyakan penduduk Madinah saat itu terdiri atas
orang-orang Yahudi. Maka Allah memerintahkannya agar menghadap ke arah Baitul
Maqdis. Melihat hal ini orang-orang Yahudi merasa gembira. Rasulullah Saw.
menghadap ke Baitul Maqdis selama belasan bulan, padahal beliau sendiri menyukai
kiblat Nabi Ibrahim a.s. Beliau Saw. selalu berdoa kepada Allah serta sering
memandang ke langit (menunggu-nunggu wahyu). Maka Allah Swt. menurunkan
firman-Nya: Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit.
(Al-Baqarah: 144) Sampai dengan firman-Nya: Palingkanlah muka kalian ke
arahnya. (Al-Baqarah: 144)
Melihat hal tersebut orang-orang Yahudi merasa curiga, lalu mereka mengatakan
seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{مَا
وَلاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ
وَالْمَغْرِبُ}
Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis)
yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah, "Kepunyaan Allah-lah
timur dan barat." (Al-Baqarah: 142)
فَأَيْنَما
تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ
Maka kemanapun kamu menghadap, di situlah wajah Allah. (Al-Baqarah:
115)
{وَمَا
جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ
الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ}
Dan Kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblat kalian melainkan agar
Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang
membelot. (Al-Baqarah: 143)
Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui hadis Al-Qasim Al-Umra dan pamannya
Ubaidillah ibnu Amr, dari Daud ibnul Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang
menceritakan bahwa Nabi Saw. apabila telah salam dari salatnya yang menghadap ke
arah Baitul Maqdis selalu menengadahkan kepalanya ke langit, maka Allah
menurunkan firman-Nya: Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang
kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. (Al-Baqarah: 144)
Yakni ke arah Ka'bah, tepat ke arah mizab (talang)nya, sedangkan Malaikat Jibril
a.s. bermakmum kepadanya.
Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya meriwayatkan melalui hadis Syu'bah,
dari Ya'la ibnu Ata, dari Yahya ibnu Quttah yang menceritakan bahwa ia pernah
melihat Abdullah ibnu Amr duduk di Masjidil Haram di tempat yang lurus dengan
talang Ka'bah, lalu ia membacakan firman-Nya: Maka sungguh Kami akan
memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. (Al-Baqarah: 144) Ia membacakan
ayat ini seraya mengisyaratkan ke arah talang Ka'bah.
Kemudian Imam Hakim mengatakan, hadis ini sahih sanad-nya, tetapi keduanya
(Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim, dari Al-Hasan ibnu Arafah,
dari Hisyam, dari Ya'la ibnu Ata dengan lafaz yang sama. Hal yang sama dikatakan
pula oleh yang lainnya.
Pendapat ini merupakan salah satu dari dua pendapat Imam Syafii r.a. yang
mengatakan bahwa sesungguhnya yang dimaksud ialah menghadap ke arah 'ainul
Ka'bah. Sedangkan pendapat lainnya yang dianut oleh kebanyakan ulama mengatakan,
yang dimaksud ialah muwajahah (menghadap ke arahnya), seperti yang
disebutkan di dalam riwayat Imam Hakim melalui hadis Muhammad ibnu Ishaq, dari
Umair ibnu Ziad Al-Kindi, dari Ali ibnu Abu Talib r.a. sehubungan dengan tafsir
firman-Nya: Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. (Al-Baqarah: 144)
Yang dimaksud dengan syatrahu ialah ke arahnya (tidak harus tepat ke
Ka'bah).
Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih sanadnya, tetapi
keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Hal ini merupakan pendapat Abul Aliyah, Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair,
Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan lain-lainnya. Seperti yang telah disebutkan
dalam hadis terdahulu, yaitu:
«مَا
بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ قِبْلَةٌ»
Di antara timur dan barat terdapat arah kiblat.
Al-Qurtubi mengatakan bahwa Ibnu Juraij meriwayatkan dari Ata, dari Ibnu
Abbas r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَا
بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ قِبْلَةٌ لِأَهْلِ الْمَسْجِدِ، وَالْمَسْجِدُ
قِبْلَةٌ لِأَهْلِ الْحَرَمِ، وَالْحَرَمُ قِبْلَةٌ لِأَهْلِ الْأَرْضِ فِي
مَشَارِقِهَا وَمَغَارِبِهَا مِنْ أُمَّتِي "
Baitullah adalah kiblat bagi ahli masjid, dan masjid adalah kiblat bagi
penduduk kota suci, sedangkan kota suci merupakan kiblat bagi penduduk bumi yang
ada di timur dan barat dari kalangan umatku.
Abu Na'im (yaitu Al-Fadl ibnu Dakin) mengatakan:
حَدَّثَنَا
زُهَيْرٌ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْبَرَاءِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صلَّى قبلَ بَيْتِ الْمَقْدِسِ سِتَّةَ عَشَرَ شَهْرًا أَوْ
سَبْعَةَ عَشَرَ شَهْرًا، وَكَانَ يُعْجِبُهُ قِبْلَتُهُ قِبَلَ الْبَيْتِ
وَأَنَّهُ صَلّى صَلَاةَ الْعَصْرِ، وَصَلَّى مَعَهُ قَوْمٌ، فَخَرَجَ رَجُلٌ
مِمَّنْ كَانَ يُصَلِّي مَعَهُ، فَمَرَّ عَلَى أَهْلِ الْمَسْجِدِ وَهُمْ
رَاكِعُونَ، فَقَالَ: أَشْهَدُ بِاللَّهِ لَقَدْ صَلّيت مَعَ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قبل مكَّة، فداروا كما هم قبل
البيت
telah menceritakan kepada kami Zuhair, dari Abi Ishaq, dari Al-Barra yang
menceritakan hadis berikut: Bahwa Nabi Saw. salat menghadap ke arah Baitul
Maqdis selama enam belas atau tujuh belas bulan, padahal beliau sendiri lebih
suka bila kiblatnya ke arah Baitullah (Ka'bah). Dan (pada suatu hari) beliau
melakukan salat Asar dan salat pula bersamanya suatu kaum (maka turunlah ayat
memerintahkan agar menghadap ke Ka'bah), lalu keluarlah seorang lelaki dari
jamaah yang ikut salat bersamanya. Kemudian lelaki itu melewati ahli masjid yang
sedang rukuk dalam salatnya, lalu lelaki itu berkata, "Aku bersaksi dengan nama
Allah, sesungguhnya aku telah solat bersama Rasulullah Saw. Dengan menghadap ke
arah Mekah.” Maka mereka berputar menghadap ke arah Baitullah dalam keadaan
rukuk.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu
Ishaq, dari Al-Barra yang menceritakan "bahwa ketika Rasulullah Saw. tiba di
Madinah, beliau salat menghadap ke Baitul Maqdis selama enam belas atau tujuh
belas bulan. Rasulullah Saw. menyukai bila dipalingkan ke arah Ka'bah. Maka
turunlah firman-Nya: Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke
langit. (Al-Baqarah: 144) Maka beliau berpaling menghadap ke arah
Ka'bah.
Imam Nasai meriwayatkan dari Abu Sa'id ibnul Ma'la yang menceritakan:
كُنَّا
نَغْدُو إِلَى الْمَسْجِدِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَنَمُرُّ عَلَى الْمَسْجِدِ فَنُصَلِّي فِيهِ، فَمَرَرْنَا يَوْمًا
-وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاعِدٌ عَلَى الْمِنْبَرِ
-فَقُلْتُ: لَقَدْ حَدث أَمْرٌ، فَجَلَسْتُ، فَقَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ الْآيَةَ: {قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي
السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا} حَتَّى فَرَغَ مِنَ الْآيَةِ.
فَقُلْتُ لِصَاحِبِي: تَعَالَ نَرْكَعُ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَنْزِلَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَكُونَ أَوَّلَ مَنْ صَلَّى،
فَتَوَارَيْنَا فَصَلَّيْنَاهُمَا. ثُمَّ نَزَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى لِلنَّاسِ الظُّهْرَ يَوْمَئِذٍ
"Kami biasa berangkat ke masjid di siang hari pada masa Rasulullah Saw. untuk
melakukan salat. Pada suatu hari kami lewat ketika Rasulullah Saw. sedang duduk
di atas mimbarnya. Maka aku berkata, 'Sesungguhnya telah terjadi suatu peristiwa
penting.' Aku duduk dan Rasulullah Saw. membacakan ayat ini: Sungguh Kami
(sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan
kamu ke kiblat yang kamu sukai. (Al-Baqarah: 144), hingga selesai dari ayat
ini. Aku berkata kepada temanku, 'Marilah kita salat dua rakaat sebelum
Rasulullah Saw. turun dari mimbarnya. Dengan demikian, kita adalah orang yang
mula-mula salat (menghadap ke arah Ka'bah).' Maka kami bersembunyi dan salat dua
rakaat. Kemudian Nabi Saw. turun dari mimbamya dan salat Lohor menjadi imam
orang-orang yang hadir saat itu."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih melalui sahabat Ibnu Umar
r.a., bahwa salat yang mula-mula dilakukan oleh Rasulullah Saw. dengan menghadap
ke arah kiblat ialah salat Lohor. Salat Lohorlah yang dimaksud dengan salat
Wusta itu.
Tetapi menurut pendapat yang masyhur, salat yang mula-mula dilakukan oleh
Rasulullah Saw. dengan menghadap ke arah Ka'bah adalah salat Asar. Karena itu,
maka berita pemindahan ini terlambat sampai kepada penduduk Quba dan baru sampai
kepada mereka pada salat Subuhnya.
قَالَ
الْحَافِظُ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدَوَيْهِ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ،
حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ إِسْحَاقَ التَّسْتَري، حَدَّثَنَا رَجَاءُ بْنُ
مُحَمَّدٍ السَّقَطِيُّ، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِدْرِيسَ، حَدَّثَنَا
إِبْرَاهِيمُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ جَدَّتِهِ أُمِّ أَبِيهِ
نُوَيلة بِنْتِ مُسْلِمٍ، قَالَتْ: صَلَّينا الظُّهْرَ -أَوِ الْعَصْرَ -فِي
مَسْجِدِ بَنِي حَارِثَةَ، فَاسْتَقْبَلْنَا مَسْجِدَ إِيلِيَاءَ فَصَلَّيْنَا
رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ جَاءَ مَنْ يُحَدِّثُنَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدِ اسْتَقْبَلَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ، فَتَحَوَّلَ النساءُ
مَكَانَ الرِّجَالِ، والرجالُ مَكَانَ النِّسَاءِ، فَصَلَّيْنَا السَّجْدَتَيْنِ
الْبَاقِيَتَيْنِ، وَنَحْنُ مُسْتَقْبِلُونَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ. فَحَدَّثَنِي
رَجُلٌ مِنْ بَنِي حَارِثَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: "أُولَئِكَ رِجَالٌ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ"
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Ishaq
At-Tusturi, telah menceritakan kepada kami Raja' ibnu Muhammad As-Siqti, telah
menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Idris, telah menceritakan kepada kami
Ibrahim ibnu Ja'far, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari neneknya (ibu
ayah-nya) —yaitu Nuwailah binti Muslim— yang menceritakan, "Kami salat Lohor
atau salat Asar di masjid Bani Harisah. Kami menghadapkan wajah kami ke arah
Masjid Elia (Yerussalem/Baitul Maqdis). Setelah kami lakukan salat dua rakaat,
tiba-tiba datanglah seseorang yang menceritakan kepada kami bahwa Rasulullah
Saw. telah menghadap ke arah Baitullah. Maka kaum wanita beralih menduduki
tempat kaum laki-laki, dan kaum laki-laki beralih menduduki tempat kaum wanita.
Lalu kami melanjutkan salat kami yang tinggal dua rakaat lagi menghadap ke arah
Baitullah." Kemudian ada seorang lelaki dari kalangan Bani Harisah yang
menceritakan kepadaku bahwa Nabi Saw. telah bersabda: Mereka adalah kaum
laki-laki yang beriman kepada yang gaib.
Ibnu Murdawaih mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Ali ibnu Duhaim, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Hazim, telah
menceritakan kepada kami Malik ibnu Ismail An-Nahdi, telah menceritakan kepada
kami Qais, dari Ziad ibnu Alaqah ibnu Imarah ibnu Aus yang menceritakan, "Ketika
kami sedang dalam salat kami yang menghadap ke Baitul Maqdis, yaitu dalam rukuk
kami, tiba-tiba datanglah seorang yang menyerukan di pintu (masjid) bahwa kiblat
telah dialihkan ke arah Ka'bah."
Imarah ibnu Aus melanjutkan kisahnya, bahwa ia menyaksikan imam mereka
berpaling mengalihkan wajah mereka ke arah Ka'bah bersama-sama kaum laki-laki
dan anak-anak yang bermakmum kepadanya, semua dalam keadaan rukuk.
***********
Firman Allah Swt:
{وَحَيْثُمَا
كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ}
Dan di mana saja kalian berada, palingkanlah mukamu ke arah-nya.
(Al-Baqarah: 144)
Allah Swt. memerintahkan menghadap ke arah Ka'bah dari segenap penjuru dunia,
baik dari timur, barat, utara, maupun selatan; semua diperintahkan agar
menghadap ke arahnya. Dalam hal ini tiada yang dikecualikan selain dari orang
yang mengerjakan salat sunat di atas kendaraannya dalam perjalanan; ia
diperbolehkan mengerjakan salat sunat menghadap ke arah mana pun kendaraannya
menghadap, tetapi hatinya harus tetap tertuju ke arah Ka'bah. Demikian pula di
saat perang sedang berkecamuk, orang-orang yang terlibat di dalamnya
diperbolehkan salat dalam keadaan apa pun. Dan orang yang tidak mengetahui arah
kiblat boleh salat menghadap ke arah yang menurut ijtihadnya adalah arah kiblat,
sekalipun pada hakikatnya keliru; karena sesungguhnya Allah Swt. tidak
sekali-kali memberatkan seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya.
Mazhab Maliki menyimpulkan dalil ayat ini, bahwa orang yang salat harus
memandang ke arah depannya, bukan ke arah tempat sujudnya. Seperti juga yang
dikatakan oleh Imam Syafii, Imam Ahmad, dan Imam Abu Hanifah.
Mazhab Maliki mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Palingkanlah mukamu
ke arah Masjidil Haram. (Al-Baqarah: 144) Seandainya seseorang menghadapkan
pandangannya ke tempat sujudnya, niscaya hal ini memerlukan sedikit menunduk,
padahal hal ini bertentangan dengan kesempurnaan berdiri.
Sebagian ulama mengatakan bahwa seorang yang berdiri dalam salatnya memandang
ke arah dadanya.
Syuraik Al-Qadi mengatakan bahwa orang yang berdiri dalam salatnya memandang
ke arah tempat sujudnya. Hal yang sama dikatakan oleh jumhur jamaah, karena hal
ini lebih menampilkan rasa tunduk dan lebih kuat kepada kekhusyukan, dan memang
ada keterangan hadis yang menganjurkannya.
Dalam keadaan rukuk pandangan mata diarahkan ke tempat kedua telapak kaki,
dan dalam keadaan sujud pandangan mata ditujukan ke arah hidung, sedangkan dalam
keadaan duduk pandangan mata diarahkan ke pangkuan.
**************
Firman Allah Swt.:
{وَإِنَّ
الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ
رَبِّهِمْ}
Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi
Al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram
itu adalah benar dari Tuhannya. (Al-Baqarah: 144)
Yakni orang-orang Yahudi yang memprotes kalian menghadap ke arah Ka'bah dan
berpalingnya kalian dari arah Baitul Maqdis mengetahui bahwa Allah Swt. pasti
akan mengarahkan kamu ke Ka'bah, melalui apa yang termaktub di dalam kitab-kitab
mereka dari para nabi mereka tentang sifat dan ciri khas Nabi Muhammad Saw.
serta umatnya. Disebutkan pula di dalamnya kekhususan yang diberikan oleh Allah
kepadanya serta penghormatan yang diberikan-Nya, yaitu berupa syariat yang
sempurna lagi besar. Akan tetapi Ahli Kitab menyembunyikan hal ini di antara
sesama mereka karena dengki, kufur, dan ingkar. Karena itulah Allah mengancam
mereka melalui firman-Nya:
{وَمَا
اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ}
Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
(Al-Baqarah: 144)
Tafsir Ibnu Katsir
0 Response to "Al-Baqoroh Ayat 144"
Posting Komentar