Al-Baqoroh Ayat 133-134
Senin, 14 Mei 2018
Add Comment
{أَمْ
كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا
تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ
إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ
مُسْلِمُونَ (133) تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا
كَسَبْتُمْ وَلا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ (134)
}
Adakah kalian hadir ketika Ya'qub kedatangan
(tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya, "Apa yang kalian
sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab, "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan
nenek moyangmu Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami
hanya tunduk patuh kepada-Nya." Itu adalah umat yang lalu, baginya apa yang
telah diusahakannya dan bagi kalian apa yang sudah kalian usahakan, dan kalian
tidak akan diminta pertanggungjawaban tentang apa yang telah mereka
kerjakan.
Melalui ayat-ayat ini Allah Swt. membantah orang-orang musyrik Arab dari
kalangan anak-anak Ismail dan orang-orang kafir dari kalangan Bani Israil (yaitu
Ya'qub ibnu Ishaq ibnu Ibrahim a.s.), bahwa Ya'qub ketika menjelang kematiannya
berwasiat kepada anak-anak-nya agar menyembah kepada Allah semata, tiada sekutu
bagi-Nya. Untuk itu ia berkata seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{مَا
تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ
إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ}
"Apa yang kalian sembah sesudahku?' Mereka menjawab, "Kami akan menyembah
Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq." (Al-Baqarah:
133)
Penyebutan Nabi Ismail yang dimasukkan ke dalam kategori ayah dari Nabi
Ya'qub termasuk ke dalam ungkapan taglib (prioritas), mengingat Nabi Ismail
adalah paman Nabi Ya'qub. An-Nahhas mengatakan, orang-orang Arab biasa menyebut
paman dengan sebutan ayah. Demikianlah menurut apa yang dinukil oleh Imam
Qurtubi.
Ayat ini dijadikan dalil oleh orang yang menjadikan kakek sama kedudukannya
dengan ayah, dan kakek dapat menghalangi hak warisan saudara-saudara, seperti
pendapat yang dikatakan oleh Abu Bakar As-Siddiq. Demikianlah menurut apa yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari darinya melalui jalur Ibnu Abbas dan Ibnuz
Zubair. Kemudian Imam Bukhari mengatakan bahwa pendapat ini tidak
diperselisihkan. Siti Aisyah Ummul Mu’minin sependapat dengan apa yang dikatakan
oleh Abu Bakar As-Siddiq ini. Hal yang sama dikatakan pula oleh Al-Hasan
Al-Basri, Tawus, dan Ata. Pendapat inilah yang dianut oleh mazhab Hanafi dan
bukan hanya seorang ulama dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf.
Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad menurut pendapat yang terkenal di
kalangan mazhabnya mengatakan bahwa kakek ber-muqasamah (berbagi-bagi
warisan) dengan saudara-saudara si mayat. Pendapat ini diriwayatkan dari Umar,
Usman, Ali, Ibnu Mas'ud, Zaid ibnu Sabit, dan sejumlah ulama dari kalangan ulama
Salaf dan Khalaf. Pendapat inilah yang dipilih oleh dua murid terkemuka Imam Abu
Hanifah, yaitu Abu Yusuf dan Muhammad ibnul Hasan. Penjelasan dari masalah ini
akan dikemukakan di lain pembahasan dalam ayat yang menyangkut pembagian
warisan.
Firman Allah Swt. yang mengatakan, "liahan wahidan," artinya kami
mengesakan-Nya sebagai Tuhan kami, dan kami tidak akan mempersekutukan sesuatu
pun dengan-Nya di samping Dia.
Firman Allah Swt. yang mengatakan, "Wanahnu lahu muslimun," artinya
kami tunduk patuh kepada-Nya. Pengertian ini sama dengan apa yang terkandung di
dalam firman Allah Swt.:
{وَلَهُ
أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ
يُرْجَعُونَ وسلم}
Padahal kepada-Nyalah menyerahkan diri segala apa yang di Langit dan di
bumi, baik dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada Allah-lah mereka
dikembalikan. (Ali Imran: 83)
Pada garis besamya Islam merupakan agama semua para nabi, sekalipun
syariatnya bermacam-macam dan tuntunannya berbeda-beda, seperti yang disebutkan
oleh firman-Nya:
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami
wahyukan kepadanya, "Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah
oleh kamu sekalian akan Akur (Al-Anbiya: 25)
Ayat-ayat dan hadis-hadis yang mengutarakan makna ini banyak jumlahnya. Di
antara hadis-hadis tersebut ialah sabda Nabi Saw. yang mengatakan:
"نَحْنُ
مَعْشَرَ الْأَنْبِيَاءِ أَوْلَادُ عَلات دِينُنَا وَاحِدٌ"
Kami para nabi adalah anak-anak dari ibu yang berbeda-beda, agama kami
satu (sama, yakni Islam).
***************
Firman Allah Swt:
{تِلْكَ
أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ لَهَا
مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ}
Itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya, dan bagi
kalian apa yang sudah kalian usahakan. (Al-Baqarah: 134)
Dengan kata lain, sesungguhnya orang-orang terdahulu dari kalangan kakek
moyang kalian yang menjadi nabi-nabi dan orang-orang saleh, tiada manfaatnya
bagi kalian ikatan kalian dengan mereka jika kalian sendiri tidak mengerjakan
kebaikan yang manfaatnya justru kembali kepada kalian. Karena sesungguhnya bagi
mereka amalan mereka, dan bagi kalian amalan kalian sendiri. Dalam ayat
berikutnya disebutkan:
{وَلا
تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ}
Dan kalian tidak akan diminta pertanggungjawaban tentang apa yang telah
mereka kerjakan. (Al-Baqarah: 134)
Abul Aliyah, Ar-Rabi', dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan takwil
firman-Nya: Itu adalah umat yang lalu. (Al-Baqarah: 134) Bahwa yang
dimaksud adalah Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Ishaq, Nabi Ya'qub, dan anak
cucunya. Karena itu, di dalam sebuah asar disebutkan:
مَنْ
أَبْطَأَ به عمله لم يسرع به نسبه
Barang siapa yang lamban amalnya karena mengandalkan kepada keturunan,
maka keturunan (yang dibangga-banggakannya) itu tidak akan cepat
menyusulnya.
Akan tetapi, adakalanya suatu asar dikemukakan sebagai suatu bagian dari
makna yang terkandung di dalam hadis marfu', mengingat asar ini diriwayatkan
oleh Imam Muslim secara marfu' melalui hadis yang panjang dari Abu Hurairah
r.a.
Tafsir Ibnu Katsir
0 Response to "Al-Baqoroh Ayat 133-134"
Posting Komentar