Al-Baqoroh Ayat 30
Minggu, 13 Mei 2018
Add Comment
{وَإِذْ
قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا
أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ
بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ (30)
}
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.'"
Mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang
yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau!" Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kalian ketahui.”
Allah Swt. menceritakan perihal anugerah-Nya kepada Bani Adam, yaitu sebagai
makhluk yang mulia; mereka disebutkan di kalangan makhluk yang tertinggi —yaitu
para malaikat— sebelum mereka diciptakan. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat. (Al-Baqarah:
30)
Makna yang dimaksud ialah 'hai Muhammad, ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada para malaikat, dan ceritakanlah hal ini kepada kaummu'. Ibnu Jarir meriwayatkan dari salah seorang ahli bahasa Arab —yaitu Abu
Ubaidah— bahwa lafaz iz dalam ayat ini merupakan huruf zaidah (tambahan),
dan bentuk lengkap kalimat ialah wa qala rabbuka tanpa memakai iz.
Pendapat tersebut dibantah oleh Ibnu Jarir. Menurut Al-Qurtubi, semua ahli
tafsir pun membantahnya. Hingga Az-Zujaj mengatakan bahwa pendapat tersebut
merupakan suatu tindakan kurang ajar dari Abu Ubaidah.
{إِنِّي
جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً}
Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.
(Al-Baqarah: 30)
Yakni suatu kaum yang sebagiannya menggantikan sebagian yang lain silih
berganti, abad demi abad, dan generasi demi generasi, sebagaimana pengertian
yang terkandung di dalam firman-Nya:
{وَهُوَ
الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلائِفَ الأرْضِ
{وَيَجْعَلُكُمْ
خُلَفَاءَ الأرْضِ}
{وَلَوْ
نَشَاءُ لَجَعَلْنَا مِنْكُمْ مَلائِكَةً فِي الأرْضِ يَخْلُفُونَ}
Dan kalau Kami kehendaki benar-benar Kami jadikan sebagai ganti kalian di
muka bumi malaikat-malaikat yang turun-temurun. (Az-Zukhruf: 60)
{فَخَلَفَ
مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ}
Menurut qiraah yang syaz dibaca inni ja'ilun fil ardi khalifah
(sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah-khalifah di muka bumi). Demikianlah
diriwayatkan oleh Zamakhsyari dan lain-lainnya.
Al-Qurtubi menukil dari Zaid ibnu Ali, yang dimaksud dengan khalifah dalam
ayat ini bukanlah Nabi Adam a.s. saja seperti yang dikatakan oleh sejumlah ahli
tafsir. Al-Qurtubi menisbatkan pendapat ini kepada Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, dan
semua ahli takwil. Akan tetapi, apa yang dikatakan oleh Al-Qurtubi ini masih
perlu dipertimbangkan. Bahkan perselisihan dalam masalah ini banyak, menurut
riwayat Ar-Razi dalam kitab tafsirnya, juga oleh yang lainnya.
Pengertian lahiriah Nabi Adam a.s. saat itu masih belum kelihatan di alam
wujud. Karena jikalau sudah ada, berarti ucapan para malaikat yang disitir oleh
firman-Nya dinilai kurang sesuai, yaitu: Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah? (Al-Baqarah: 30)
Karena sesungguhnya mereka (para malaikat) bermaksud bahwa di antara jenis
makhluk ini ada orang-orang yang melakukan hal tersebut, seakan-akan mereka
mengetahui hal tersebut melalui ilmu yang khusus, atau melalui apa yang mereka
pahami dari watak manusia. Karena Allah Swt. memberitahukan kepada mereka bahwa
Dia akan menciptakan jenis makhluk ini dari tanah liat kering yang berasal dari
lumpur hitam. Atau mereka berpemahaman bahwa yang dimaksud dengan khalifah ialah
orang yang melerai persengketaan di antara manusia, yaitu memutuskan hukum
terhadap apa yang terjadi di kalangan mereka menyangkut perkara-perkara
penganiayaan, dan melarang mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang diharamkan
serta dosa-dosa. Demikianlah menurut Al-Qurtubi. Atau para malaikat mengkiaskan
manusia dengan makhluk sebelumnya, sebagaimana yang akan kami kemukakan dalam
berbagai pendapat ulama tafsir.
Ucapan para malaikat ini bukan dimaksudkan menentang atau memprotes Allah,
bukan pula karena dorongan dengki terhadap manusia, sebagaimana yang diduga oleh
sebagian ulama tafsir. Sesungguhnya Allah Swt. menyifati para malaikat; mereka
tidak pernah mendahului firman Allah Swt., yakni tidak pernah menanyakan sesuatu
kepada-Nya yang tidak diizinkan bagi mereka mengemukakannya.
Dalam ayat ini (dinyatakan bahwa) ketika Allah memberitahukan kepada mereka
bahwa Dia akan menciptakan di bumi suatu makhluk —menurut Qatadah—, para
malaikat telah mengetahui sebelumnya bahwa makhluk-makhluk tersebut gemar
menimbulkan kerusakan padanya (di bumi). Maka mereka mengatakan: Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah? (Al-Baqarah: 30)
Sesungguhnya kalimat ini merupakan pertanyaan meminta informasi dan
pengetahuan tentang hikmah yang terkandung di dalam penciptaan itu. Mereka
mengatakan, "Wahai Tuhan kami, apakah hikmah yang terkandung dalam penciptaan
mereka, padahal di antara mereka ada orang-orang yang suka membuat kerusakan di
muka bumi dan mengalirkan darah? Jikalau yang dimaksudkan agar Engkau disembah,
maka kami selalu bertasbih memuji dan menyucikan Engkau," yakni kami selalu
beribadah kepada-Mu, sebagaimana yang akan disebutkan nanti. Dengan kata lain
(seakan-akan para malaikat mengatakan), "Kami tidak pernah melakukan sesuatu pun
dari hal itu (kerusakan dan mengalirkan darah), maka mengapa Engkau tidak cukup
hanya dengan kami para malaikat saja?"
Allah Swt. berfirman menjawab pertanyaan tersebut:
{إِنِّي
أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ}
Dengan kata lain, seakan-akan Allah bermaksud bahwa sesungguhnya Aku
mengetahui hal-hal yang tidak kalian ketahui menyangkut kemaslahatan yang jauh
lebih kuat dalam penciptaan jenis makhluk ini daripada kerusakan-kerusakan yang
kalian sebut itu. Karena sesungguhnya Aku akan menjadikan dari kalangan mereka
nabi-nabi dan rasul-rasul; di antara mereka ada para siddiqin, para syuhada,
orang-orang saleh, ahli ibadah, ahli zuhud, para wali, orang-orang bertakwa,
para muqarrabin, para ulama yang mengamalkan ilmunya, orang-orang yang khusyuk,
dan orang-orang yang cinta kepada Allah Swt. lagi mengikuti jejak
rasul-rasul-Nya.
Ditetapkan di dalam hadis sahih bahwa para malaikat itu apabila naik (ke
langit) menghadap kepada Tuhan mereka seraya membawa amal-amal hamba-hamba-Nya,
maka Allah Swt. bertanya kepada mereka (sekalipun Dia lebih mengetahui), "Dalam
keadaan apakah kalian tinggalkan hamba-hamba-Ku?" Mereka (para malaikat)
menjawab, "Kami datangi mereka dalam keadaan sedang salat, dan kami tinggalkan
mereka dalam keadaan sedang salat."
Demikian itu karena mereka datang kepada kita secara silih berganti, dan
mereka berkumpul dalam salat Subuh dan salat Asar. Malaikat yang datang tinggal
bersama kita, sedangkan malaikat yang telah menunaikan tugasnya naik
meninggalkan kita seraya membawa amal-amal kita, sebagaimana yang disebutkan
oleh sabda Nabi Saw.:
"يُرْفَعُ
إِلَيْهِ عَمَلُ اللَّيْلِ قَبْلَ النَّهَارِ، وَعَمَلُ النَّهَارِ قَبْلَ
اللَّيْلِ"
Dilaporkan kepada-Nya amal perbuatan malam hari sebelum siang hari, dan
amal siang hari sebelum malam hari.
Ucapan para malaikat yang mengatakan, "Kami datangi mereka sedang dalam
keadaan salat, dan kami tinggalkan mereka sedang dalam keadaan salat," merupakan
tafsir dari firman-Nya kepada mereka (para malaikat): Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kalian ketahui. (Al-Baqarah: 30)
Menurut pendapat lain, firman-Nya ini merupakan jawaban kepada mereka, yang
artinya, "Sesungguhnya Aku mempunyai hikmah terinci mengenai penciptaan makhluk
ini, sedangkan keadaan yang kalian sebut itu sebenarnya kalian tidak
mengetahuinya."
Menurut pendapat lainnya, firman Allah Swt ini merupakan jawaban ucapan
mereka yang disitir oleh firman-Nya: padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan menyucikan Engkau. (Al-Baqarah: 30) Lalu Allah Swt.
berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.
(Al-Baqarah: 30) Maksudnya, keberadaan iblis di antara kalian dan keadaan
penciptaan ini tidaklah sebagaimana yang kalian gambarkan itu.
Menurut pendapat yang lain, bahkan ucapan para malaikat tersebut disitir oleh
firman-Nya: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang
yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau.
(Al-Baqarah: 30) Ayat ini mengandung makna permintaan mereka kepada Allah untuk
menghuni bumi sebagai ganti dari Bani Adam, lalu Allah Swt. berfirman kepada
mereka: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.
(Al-Baqarah: 30) Artinya, keberadaan kalian pada tempatnya lebih maslahat dan
lebih layak bagi kalian. Demikian yang disebut oleh Ar-Razi dalam salah satu
jawabannya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadanya Al-Qasim ibnul Hasan,
telah menceritakan kepadaku Al-Hajjaj, dari Jarir ibnu Hazim dan Mubarak, dari
Al-Hasan dan Abu Bakar, dari Al-Hasan dan Qatadah. Semua menceritakan bahwa
Allah berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menciptakan
khalifah di muka bumi." Firman Allah yang menyatakan bahwa 'Dia akan melakukan
hal tersebut' artinya 'Dia memberitahukan hal tersebut kepada mereka'.
As-Saddi mengatakan, Allah bermusyawarah dengan para malaikat tentang
penciptaan Adam. Demikian diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. As-Saddi mengatakan
bahwa hal yang semisal diriwayatkan pula oleh Qatadah. Ungkapan ini mengandung
sikap gegabah jika tidak dikembalikan kepada pengertian pemberitahuan. Ungkapan
Al-Hasan serta Qatadah dalam riwayat Ibnu Jarir merupakan ungkapan yang lebih
baik.
Sehubungan dengan makna firman-Nya, "Fil ardi," Ibnu Abu Hatim meriwayatkan:
حَدَّثَنَا
أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ حَدَّثَنَا عَطَاءُ بْنُ
السَّائِبِ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَابِطٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "دُحِيت الْأَرْضُ مِنْ مَكَّةَ، وَأَوَّلُ مَنْ
طَافَ بِالْبَيْتِ الْمَلَائِكَةُ، فَقَالَ اللَّهُ: إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ
خَلِيفَةً، يَعْنِي مَكَّةَ"
Hadis ini berpredikat mursal, sedangkan di dalam sanadnya terdapat kelemahan, dan di dalam hadis ini terdapat madraj (kalimat yang dari luar hadis), yaitu makna yang dimaksud dengan bumi adalah Mekah. Karena sesungguhnya menurut pengertian lahiriah, yang dimaksud dengan bumi lebih umum daripada hal itu (Mekah).
Firman Allah, "Khalifah," menurut As-Saddi di dalam kitab tafsirnya, dari Abu
Malik dan dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, juga dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud
serta dari sejumlah sahabat, disebutkan bahwa Allah Swt berfirman kepada para
malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi." Mereka
bertanya, "Wahai Tuhan kami, siapakah khalifah tersebut?" Allah berfirman,
"Kelak dia mempunyai keturunan yang suka membuat kerusakan di muka bumi, saling
mendengki, dan sebagian mereka membunuh sebagian yang lain."
Ibnu Jarir mengatakan bahwa takwil ayat ini seperti berikut, "Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah dari-Ku yang berkedudukan
menggantikan diri-Ku dalam memutuskan hukum secara adil di kalangan makhluk-Ku."
Sesungguhnya khalifah itu adalah Adam dan orang-orang yang menempati
kedudukannya dalam ketaatan kepada Allah dan memutuskan hukum dengan adil di
kalangan makhluk-Nya. Mereka yang suka menimbulkan kerusakan dan mengalirkan
darah tanpa alasan yang dibenarkan, hal itu bukan berasal dari
khalifah-khalifah-Nya.
Ibnu Jarir mengatakan, sesungguhnya makna khilafah yang disebut oleh Allah
Swt. tiada lain khilafah satu generasi dari mereka atas generasi yang lainnya.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa khalifah fi'liyyah diambil dari perkataan
khalafa fulanun fulanan fi hazal amri; dikatakan demikian apabila Fulan
pertama menggantikan Fulan yang kedua dalam hal itu sesudahnya. Pengertiannya
sama dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
{ثُمَّ
جَعَلْنَاكُمْ خَلائِفَ فِي الأرْضِ مِنْ بَعْدِهِمْ لِنَنْظُرَ كَيْفَ
تَعْمَلُونَ}
Kemudian Kami jadikan kalian pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi
sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kalian berbuat. (Yunus:
14)
Termasuk ke dalam pengertian ini dikatakan kepada sultan yang terbesar
sebagai khalifah, karena dia berkedudukan menggantikan sultan yang sebelumnya
dalam menjabat urusan-urusannya, maka dikatakanlah dia sebagai penggantinya.
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa Muhammad Ibnu Ishaq mengatakan sehubungan
dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah
di muka bumi. (Al-Baqarah: 30) Yang dimaksud ialah sebagai penghuni dan
pembangunnya. Dengan kata lain, yang akan membangun bumi dan menghuninya adalah
makhluk selain kalian (para malaikat).
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah
menceritakan kepada kami Usman ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Bisyr
ibnu Imarah, dari Abu Rauq, dari Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas yang mengatakan,
"Sesungguhnya yang pertama kali menghuni bumi adalah makhluk jin. Lalu mereka
menimbulkan kerusakan di atas bumi dan mengalirkan banyak darah serta sebagian
dari mereka membunuh sebagian yang lain." Ibnu Abbas melanjutkan perkataannya,
"Setelah itu Allah mengirimkan Iblis untuk memerangi mereka. Akhirnya iblis
bersama para malaikat memerangi jin, hingga mengejar mereka sampai ke
pulau-pulau yang ada di berbagai laut dan sampai ke puncak-puncak gunung.
Setelah itu Allah menciptakan Adam, lalu menempatkannya di bumi. Untuk itu Allah
Swt berfirman: 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi' (Al-Baqarah: 30)."
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Ata ibnus Sa'ib, dari Ibnu Sabit sehubungan
dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah
di muka bumi. Mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di
muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah. (Al-Baqarah: 30) Yang dimaksud oleh para malaikat adalah Bani Adam
(manusia).
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa Allah berfirman kepada
para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menciptakan di muka bumi makhluk
(manusia) dan Aku akan menjadikan seorang khalifah padanya," sedangkan saat itu
Allah Swt. tidak memiliki makhluk selain malaikat dan bumi yang masih belum ada
makhluknya. Maka para malaikat berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan?"
Dalam keterangan yang lalu telah disebutkan sebuah riwayat yang diketengahkan
oleh As-Saddi melalui Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, serta sejumlah sahabat; ketika
Allah Swt. memberitahukan kepada para malaikat tentang apa saja yang akan
dilakukan oleh keturunan Adam, maka malaikat mengatakan hal tersebut.
Dalam keterangan yang lalu disebutkan pula sebuah riwayat yang diketengahkan
oleh Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas, bahwa jin menimbulkan kerusakan di muka bumi
sebelum Adam, maka para malaikat mengatakan hal tersebut; mereka mengkiaskan
manusia dengan jin.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Ta-nafisi, telah menceritakan
kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Bukair ibnul Akhnas, dari
Mujahid, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa pada mulanya Jin Banul
Jan adalah penghuni bumi sebelum Adam diciptakan dalam tenggang masa dua
ribu tahun. Lalu jin menimbulkan kerusakan di bumi dan mengalirkan darah. Maka
Allah mengirimkan bala tentara dari kalangan para malaikat. Lalu para malaikat
memukul (memerangi) mereka hingga mengejar mereka sampai ke pulau-pulau di
berbagai lautan. Kemudian Allah berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata, "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah? (Al-Baqarah: 30) Lalu Allah
berfirman menjawab mereka: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian
ketahui. (Al-Baqarah: 30)
Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Razi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah
sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi. (Al-Baqarah: 30) sampai dengan firman-Nya: dan Aku
mengetahui apa yang kalian lahirkan dan apa yang kalian sembunyikan.
(Al-Baqarah: 33) Bahwa Allah menciptakan malaikat pada hari Rabu, menciptakan
jin pada hari Kamis, dan menciptakan Adam pada hari Jumat. Ternyata suatu kaum
dari makhluk jin itu kafir, lalu para malaikat turun ke bumi memerangi mereka
karena mereka membangkang yang sebelumnya diawali dengan kerusakan di muka bumi.
Karena itulah para malaikat berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah
di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya, seperti kerusakan yang
dilakukan oleh makhluk jin. dan mengalirkan darah seperti yang dilakukan oleh
mereka?'*
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu
Muhammad ibnus Sabah, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Sulaiman, telah
menceritakan kepada kami Mubarak ibnu Fudalah, telah menceritakan kepada kami
Al-Hasan, bahwa Allah Swt. berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi," yakni Allah berfirman kepada
mereka, "Sesungguhnya Aku hendak melakukannya." Mereka beriman kepada Tuhannya,
lalu Tuhan mengajarkan kepada mereka suatu ilmu dan menyembunyikan ilmu yang
lain dari mereka yang hanya diketahui-Nya, sedangkan mereka tidak mengetahuinya.
Lalu mereka mengatakan atas dasar ilmu yang mereka ketahui, "Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah?" Lalu Allah menjawab melalui firman-Nya,
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui."
Al-Hasan mengatakan, dahulu makhluk jin menimbulkan kerusakan di muka bumi
dan gemar mengalirkan darah. Akan tetapi, Allah menjadikan dalam hati mereka
(para malaikat) bahwa hal tersebut akan terjadi, lalu mereka mengucapkan
kata-kata yang diajarkan-Nya kepada mereka itu.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah, sehubungan dengan makna
firman-Nya: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang
yang akan membuat kerusakan padanya. (Al-Baqarah: 30) Pada mulanya Allah
memberitahukan kepada para malaikat, "Apabila di muka bumi terdapat makhluk,
niscaya makhluk itu akan menimbulkan kerusakan padanya dan suka mengalirkan
darah." Oleh sebab itu mereka mengatakan, "Mengapa Engkau hendak menjadikan
khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya?"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Hisyam Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Ibnul
Mubarak, dari orang yang dikenal (yakni Ibnu Kharbuz Al-Makki), dari seseorang
yang pernah mendengar Abu Ja'far Muhammad ibnu Ali mengatakan hal berikut:
As-Sijl adalah malaikat, teman-temannya antara lain Harut dan Marut, sedangkan
As-Sijl setiap harinya mempunyai kesempatan melihat Ummul Kitab (Lauh Mahfuz)
sebanyak tiga kali. Kemudian ia melihat sesuatu yang belum pernah ia lihat
sebelumnya, maka ia memandangnya dan ternyata di dalamnya terdapat perihal
penciptaan Adam dan semua perkara yang berkaitan dengannya. Lalu As-Sijl
membisikkan hal tersebut kepada Harut dan Marut yang merupakan pembantu As-Sijl.
Ketika Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi." Mereka mengatakan, "Mengapa Engkau hendak menjadikan
khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah?" Keduanya mengatakan hal tersebut dengan maksud ingin melebihi para
malaikat lainnya.
Asar ini garib (aneh), seandainya asar ini memang benar dari Abu Ja'far
Muhammad ibnu Ali Ibnul Husain Al-Baqir, maka dia menukilnya dari kalangan ahli
kitab; di dalam kisah ini terkandung kemungkaran yang mengakibatkan asar ini
ditolak. Kesimpulan riwayat ini menyatakan bahwa malaikat yang mengatakan hal
tersebut hanya dua malaikat saja, padahal pengertian ini bertentangan dengan
konteksnya.
Hal yang lebih aneh lagi ialah asar yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim
yang menyatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepadaku Hisyam ibnu Abu Ubaidillah, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu
Yahya ibnu Abu Kasir yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar ayahnya
mengatakan bahwa para malaikat yang mengatakan seperti apa yang disebut dalam
ayat berikut, yaitu firman-Nya: Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di
bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan
Engkau. (Al-Baqarah: 30) Jumlah mereka semuanya ada sepuluh ribu malaikat,
kemudian keluarlah api dari sisi Allah dan membakar mereka. Kisah ini pun
merupakan kisah Israiliat yang mungkar, sama dengan kisah sebelumnya.
Ibnu Juraij mengatakan, sesungguhnya mereka (para malaikat) hanya mengatakan
apa-apa yang telah diajarkan oleh Allah kepada mereka, yaitu bahwa hal tersebut
akan terjadi sejak penciptaan Adam, lalu mereka berkata, "Mengapa Engkau
menjadikan khalifah di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah?"
Ibnu Jarir mengatakan, sebagian ulama mengatakan bahwa sesungguhnya para
malaikat mengatakan, "Mengapa Engkau menjadikan khalifah di muka bumi itu orang
yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?" Karena Allah telah
mengizinkan mereka menanyakan hal tersebut sesudah Allah memberitahukan kepada
mereka bahwa hal itu akan terjadi di kalangan Bani Adam. Lalu para malaikat
bertanya kepada Allah Swt. dengan ungkapan yang mengandung pengertian aneh
terhadap hal tersebut, "Mengapa mereka berbuat durhaka terhadap-Mu, wahai Tuhan,
padahal Engkaulah Yang menciptakan mereka?" Maka Allah menjawab mereka melalui
firman-Nya: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.
(Al-Baqarah: 30) Dengan kata lain, hal tersebut pasti terjadi di kalangan
mereka, sekalipun kalian tidak diberi tahu mengenainya; dan sebagian dari apa
yang kalian kemukakan kepada-Ku menunjukkan rasa taat kalian kepada-Ku.
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa sebagian ulama mengatakan hal tersebut
diajukan oleh para malaikat untuk meminta petunjuk tentang hal-hal yang tidak
mereka ketahui mengenai hal itu. Seakan-akan mereka-mengatakan, "Wahai Tuhan,
ceritakanlah kepada kami," sebagai ungkapan meminta penjelasan, bukan sebagai
ungkapan protes. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Sa'id ibnu Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna fir-man-Nya:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." (Al-Baqarah: 30) Bahwa
para malaikat meminta pendapat tentang penciptaan Adam. Untuk itu mereka
berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di muka bumi orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?" Mereka mengatakan demikian
karena mengetahui bahwa tiada suatu perbuatan pun yang lebih dibenci oleh Allah
selain dari mengalirkan darah dan membuat kerusakan di muka bumi. Lalu para
malaikat berkata pula, "Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau
dan menyucikan Engkau." Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa
yang tidak kalian ketahui." Termasuk di antara hal yang hanya ada dalam
pengetahuan Allah Swt. ialah bahwa di antara khalifah tersebut terdapat para
nabi, para rasul, kaum yang saleh, dan para penghuni surga.
Sa'id ibnu Qatadah mengatakan, telah sampai kepada kami, dari Ibnu Abbas r.a., bahwa dia pernah berkata, "Sesungguhnya ketika Allah Swt. hendak menciptakan Adam a.s., para malaikat berkata, 'Allah tidak akan menciptakan makhluk yang lebih mulia dan lebih alim di sisi-Nya daripada kami.' Maka mereka diuji dengan penciptaan Adam." Setiap makhluk mendapat ujian, seperti langit dan bumi menerima ujian untuk taat kepada Allah Swt., sebagaimana yang dinyatakan di dalam firman-Nya;
{اِئْتِيَا
طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ}
Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau
terpaksa! Keduanya menjawab, "Kami datang dengan suka hati." (Fushshila:t
11)
***************
Firman Allah Swt.:
{وَنَحْنُ
نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ}
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah yang mengatakan bahwa
tasbih dan taqdis artinya salat. As-Saddi meriwayatkan dari Abu Malik, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, juga
dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud serta dari sejumlah sahabat sehubungan dengan
firman-Nya: Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
menyucikan Engkau. (Al-Baqarah: 30) Menurut mereka, makna yang dimaksud
ialah para malaikat berkata, "Kami senantiasa salat kepada-Mu."
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa kami senantiasa
mengagungkan dan membesarkan Engkau. Sedangkan menurut Ad-Dahhak, makna taqdis
ialah menyucikan. Menurut Muhammad ibnu Ishaq, makna firman-Nya: Padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau.
(Al-Baqarah: 30) Kami tidak pernah berbuat maksiat terhadap-Mu dan kami tidak
pernah melakukan sesuatu yang tidak Engkau sukai.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna taqdis ialah mengagungkan dan menyucikan.
Termasuk ke dalam pengertian ini ialah lafaz subbuhun quddusun;
dimaksudkan dengan ucapan mereka subbuhun artinya memahasucikan Allah,
dan arti quddusun ialah menyucikan dan mengagungkan Allah. Hal yang sama
dikatakan pula terhadap tanah seperti Tanah Suci, yang dimaksud ialah tanah yang
disucikan. Dengan demikian, berarti makna firman-Nya: Padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau. (Al-Baqarah: 30) Kami senantiasa menyucikan
Engkau dan membersihkan Engkau dari hal-hal yang dinisbatkan oleh orang-orang
kafir kepada-Mu. Dan makna firman-Nya: dan menyucikan Engkau.
(Al-Baqarah: 30) Kami nisbatkan Engkau kepada suatu hal dari sifat-sifat-Mu,
yaitu suci dari semua hal yang kotor dan suci dari segala sesuatu yang
disandarkan oleh orang-orang kafir kepada Engkau.
Di dalam sebuah hadis sahih Muslim disebutkan dari Abu Zar r.a. bahwa
Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai kalam (zikir) yang paling utama. Maka
beliau menjawab:
"مَا
اصْطَفَى اللَّهُ لِمَلَائِكَتِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ"
Zikir yang dipilih oleh Allah buat para malaikat-Nya yaitu Subhanallah wa
bihamdihi (Mahasuci Allah dengan segala puji-Nya).
Al-Baihaqi meriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Qart, bahwa Rasulullah Saw. di
malam beliau di-isra-kan mendengar suara tasbih di langit yang tertinggi
mengatakan:
"سُبْحَانَ
الْعَلِيِّ الْأَعْلَى سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى"
Subhanal 'aliyyil A’la subhanahu wa ta'ala (Mahasuci Tuhan Yang Maha
Tinggi atas segalanya, Mahasuci Dia dan Maha Tinggi).
**********
Firman Allah Swt.:
{قَالَ
إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ}
Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian
ketahui." (Al-Baqarah: 30)
Qatadah mengatakan, tersebut di dalam ilmu Allah bahwa kelak di kalangan
khalifah tersebut terdapat para nabi, para rasul, kaum yang saleh, dan para
penghuni surga. Dalam pembahasan berikut akan disebutkan berbagai pendapat dari
Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, serta sejumlah sahabat dan tabi'in mengenai hikmah yang
terkandung di dalam firman-Nya: Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kalian ketahui." (Al-Baqarah: 30)
Al-Qurtubi dan lain-lainnya menyimpulkan dalil ayat ini, wajib mengangkat
seorang khalifah untuk memutuskan perkara yang diperselisihkan di antara
manusia, memutuskan persengketaan mereka, menolong orang-orang yang teraniaya
dari perlakuan sewenang-wenang orang-orang yang zalim dari kalangan mereka,
menegakkan hukuman-hukuman had, dan memperingatkan mereka dari
perbuatan-perbuatan keji serta hal-hal lainnya yang penting dan tidak dapat
ditegakkan kecuali dengan adanya seorang imam, mengingat suatu hal yang
merupakan kesempurnaan bagi perkara yang wajib hukumnya wajib pula. Pengangkatan
imam dapat dilakukan melalui nas seperti yang dikatakan oleh golongan ahli
sunnah sehubungan dengan pengangkatan sahabat Abu Bakar r.a. Atau dengan
penunjukan seperti yang dikatakan oleh golongan lain dari kalangan ahli sunnah.
Atau dengan pengangkatan oleh khalifah yang mendahuluinya, seperti yang
dilakukan oleh sahabat Abu Bakar As-Siddiq terhadap sahabat Umar ibnul Khattab.
Atau pengangkatannya diserahkan kepada permusyawaratan sejumlah orang-orang yang
saleh, seperti yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar. Atau dengan kesepakatan
ahlul hilli wal 'aqdi yang sepakat mem-bai’at-nya.
Atau melalui pem-bai’at-an yang dilakukan oleh salah seorang dari
ahlul hilli wal 'aqdi terhadap seseorang yang di-bai'at-nya. Bila
terjadi hal ini, maka menurut jumhur ulama wajib ditetapkan. Imam Haramain
meriwayatkan adanya kesepakatan ulama terhadap hal ini.
Atau orang yang terkuat di kalangan orang-orang banyak mengangkat dirinya
secara paksa untuk ditaati, maka khilafah wajib diberikan kepadanya untuk
menghindari perpecahan dan perselisihan. Pendapat ini telah dinaskan oleh Imam
Syafii. Apakah wajib mempersaksikan pengangkatan imam? Hal ini masih diperselisihkan.
Di antara ulama ada yang mengatakan tidak disyaratkan adanya kesaksian,
sedangkan pendapat yang lainnya mengatakan kesaksian merupakan syarat
pengangkatan; hal ini cukup dilakukan oleh dua orang saksi.
Al-Jiba'i mengatakan bahwa saksi harus dilakukan oleh empat orang selain dari
orang yang mengangkat dan orang yang diangkatnya, seperti yang pernah dilakukan
oleh Khalifah Umar r.a. Dia menyerahkan pengangkatan khalifah kepada
permusyawaratan di antara enam orang. Yang terpilih menjadi pengangkat ialah
sahabat Abdur Rahman ibnu Auf, dan yang diangkatnya ialah sahabat Usman,
sedangkan hukum wajib saksi empat orang disimpulkan dari empat orang dari
sisanya. Akan tetapi, pendapat ini masih perlu dipertimbangkan.
Seorang khalifah wajib laki-laki, merdeka, balig, berakal, muslim, adil,
mujtahid, dapat melihat, semua anggota tubuhnya sehat, berpengalaman dalam
masalah pertempuran dan memiliki pendapat; dan dari kalangan Quraisy menurut
pendapat yang sahih. Dalam hal ini tidak disyaratkan harus seorang Hasyimi,
tidak pula orang yang terpelihara dari kekeliruan; berbeda dengan pendapat kaum
militan dari golongan Rafidah.
Seandainya imam berbuat fasik, apakah harus dipecat atau tidak? Masalah ini
masih diperselisihkan. Tetapi menurut pendapat yang sahih, ia tidak dipecat
karena berdasarkan sabda Rasulullah Saw. yang mengatakan:
"إِلَّا
أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنَ اللَّهِ فِيهِ
بُرْهَانٌ"
Terkecuali jika kalian melihat kekufuran yang terang-terangan
(dilakukannya) terhadap Allah di antara kalian, sedangkan hal itu ada
buktinya.
Apakah seorang imam boleh mengundurkan diri? Masalah ini masih
diperselisihkan. Al-Hasan ibnu Ali r.a. mengundurkan diri dan menyerahkan
jabatannya kepada Mu'awiyah. Akan tetapi, apa yang dilakukannya itu mempunyai
uzur (alasan)nya tersendiri, ternyata sikapnya itu terpuji.
Pengangkatan dua orang imam dalam satu negeri atau lebih dari dua orang
hukumnya tidak boleh karena ada sabda Nabi Saw. yang mengatakan:
"مَنْ
جَاءَكُمْ وَأَمْرُكُمْ جَمِيعٌ يُرِيدُ أَنْ يُفَرِّقَ بَيْنَكُمْ فَاقْتُلُوهُ
كَائِنًا مَنْ كَانَ"
Barang siapa datang kepada kalian, sedangkan perkara kalian telah bersatu,
dia bermaksud memecah belah di antara kalian, maka bunuhlah dia oleh kalian di
mana pun ia berada.
Demikianlah pendapat jumhur ulama, dan menurut suatu riwayat yang bukan hanya
diketengahkan oleh satu orang disebutkan adanya kesepakatan mengenai hal ini; di
antara mereka yang meriwayatkannya adalah Imam Haramain.
Mazhab Karamiyah mengatakan, diperbolehkan mengangkat dua orang imam, bahkan
lebih, seperti yang terjadi pada Ali dan Mu'awiyah yang keduanya merupakan imam
yang harus ditaati. Mereka mengatakan, apabila diperbolehkan mengutus dua orang
nabi dalam waktu yang sama dan bahkan lebih dari dua orang, hal ini pun
diperbolehkan dalam imamah, karena kenabian lebih tinggi kedudukannya daripada
imamah tanpa ada yang memperselisihkan.
Imam Haramain meriwayatkan dari Abu Ishaq, diperbolehkan mengangkat dua orang
imam atau lebih apabila letak wilayahnya berjauhan, sedangkan daerah-daerah di
antara keduanya cukup luas. Akan tetapi, Imam Haramain bersikap ragu dalam hal
ini. Menurut kami, pendapat ini mirip dengan keadaan para Khalifah Bani Abbas di
Irak, Khalifah Fatimiyyah di Mesir, serta Khalifah Umawiyah di Magrib. Kami akan
membahas seluruh masalah ini di tempat yang lain, yaitu bagian dari Kitabul
Ahkam, insya Allah.
Tafsir Ibnu Katsir
0 Response to "Al-Baqoroh Ayat 30"
Posting Komentar