Al-Baqoroh Ayat 20
Minggu, 13 Mei 2018
Add Comment
{أَوْ
كَصَيِّبٍ مِنَ السَّمَاءِ فِيهِ ظُلُمَاتٌ وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ يَجْعَلُونَ
أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِمْ مِنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ وَاللَّهُ
مُحِيطٌ بِالْكَافِرِينَ (19) يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ كُلَّمَا
أَضَاءَ لَهُمْ مَشَوْا فِيهِ وَإِذَا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوا وَلَوْ شَاءَ
اللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ (20) }
Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan
lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh, dan kilat; mereka menyumbat
telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan
mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir. Hampir-hampir kilat itu
menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka
berjalan di bawah sinar itu; dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti.
Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan
mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.
Ayat ini merupakan perumpamaan lain yang dibuat oleh Allah Swt. yang
menggambarkan keadaan orang-orang munafik. Mereka adalah kaum yang lahiriahnya
kadangkala menampakkan Islam, dan kadangkala di lain waktu mereka ragu
terhadapnya. Hati mereka yang berada dalam keraguan, kekufuran, dan kebimbangan
itu diserupakan dengan sayyib; makna sayyib ialah hujan. Demikianlah menurut
Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, dan sejumlah sahabat; juga menurut Abu Aliyah,
Mu-jahid, Sa'id ibnu Jubair, Ata, Al-Hasan Al-Basri, Qatadah, Atiyyah, Al-Aufi,
Ata Al-Khurrasani, As-Saddi, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
Menurut Ad-Dahhak, makna sayyibun adalah awan.
Tetapi menurut pendapat yang terkenal, artinya hujan yang turun dari langit.
Dalam keadaan gelap gulita maksudnya keraguan, kekufuran, dan kemunafikan;
sedangkan maksud dari suara guruh ialah rasa takut yang mencekam hati, mengingat
orang munafik itu selalu berada dalam ketakutan yang sangat dan rasa ngeri,
sebagaimana yang dinyatakan di dalam firman Lainnya, yaitu:
يَحْسَبُونَ
كُلَّ صَيْحَةٍ عَلَيْهِمْ
Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada
mereka. (Al-Munafiqun: 4)
{وَيَحْلِفُونَ
بِاللَّهِ إِنَّهُمْ لَمِنْكُمْ وَمَا هُمْ مِنْكُمْ وَلَكِنَّهُمْ قَوْمٌ
يَفْرَقُونَ * لَوْ يَجِدُونَ مَلْجَأً أَوْ مَغَارَاتٍ أَوْ مُدَّخَلا لَوَلَّوْا
إِلَيْهِ وَهُمْ يَجْمَحُونَ}
Dan mereka (orang-orang munafik) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa
sesungguhnya mereka termasuk golongan kalian; padahal mereka bukanlah dari
golongan kalian, tetapi mereka adalah orang-orang yang sangat takut (kepada
kalian). Jikalau mereka memperoleh tempat perlindungan atau gua-gua atau
lubang-lubang (dalam tanah), niscaya mereka pergi kepadanya dengan
secepat-cepatnya. (At-Taubah: 56-57)
Al-barqu artinya kilat, sedangkan yang dimaksud ialah suatu hal yang
berkilat di dalam hati golongan orang-orang munafik sebagai pertanda cahaya
iman, hanya dalam waktu sebentar dan sekali-kali. Karena itu, Allah Swt.
berfirman dalam ayat selanjutnya:
{يَجْعَلُونَ
أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِمْ مِنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ وَاللَّهُ
مُحِيطٌ بِالْكَافِرِينَ}
mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara)
petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.
(Al-Baqarah: 19)
Dengan kata lain, tiada gunanya sama sekali sikap waspada mereka, karena
Allah dengan kekuasaan-Nya Maha Meliputi; mereka berada di bawah kehendak dan
kekuasaan-Nya, sebagaimana yang dikatakan di dalam firman-Nya:
{هَلْ
أَتَاكَ حَدِيثُ الْجُنُودِ * فِرْعَوْنَ وَثَمُودَ * بَلِ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي
تَكْذِيبٍ * وَاللَّهُ مِنْ وَرَائِهِمْ مُحِيطٌ}
Sudahkah datang kepadamu berita kaum-kaum penentang, (yakni kaum) Fir'aun
dan (kaum) Sarnud? Sesungguhnya orang-orang kafir selalu mendustakan, padahal
Allah mengepung mereka dari belakang mereka. (Al-Buruj: 17-20)
Kemudian dalam firman selanjutnya disebutkan, "Hampir-hampir kilat itu
menyambar penglihatan mereka." Dikatakan demikian karena sifat cahaya kilat
tersebut kuat dan keras, sedangkan pandangan mata mereka (orang-orang munafik)
lemah, dan hati mereka tidak mantap keimanannya.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
firman-Nya, "Yakadul barqu yakhtafu absarahum" artinya "hampir-hampir ayat-ayat
muhkam Al-Qur'an membuka kedok orang-orang munafik".
Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu
Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
firman-Nya, "Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka."
Dikatakan demikian karena kuatnya cahaya kebenaran.”Setiap kali kilat itu
menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu; bila gelap gulita menimpa
mereka, mereka berhenti." Manakala muncul seberkas cahaya iman di dalam diri
mereka, lalu mereka merasa kangen dan mengikutinya, tetapi di lain waktu muncul
keraguan yang membuat hati mereka gelap dan berhenti dalam keadaan
kebingungan.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya, "Kullama ada-a lahum masyau fihi," artinya "manakala
orang-orang munafik itu beroleh manfaat dari kejayaan Islam, mereka merasa
tenang; tetapi bila Islam tertimpa cobaan, mereka bangkit kembali kepada
kekufuran", sebagaimana pengertian yang terkandung di dalam firman Allah
Swt.:
{وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ
بِهِ [وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ] }
Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di
tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu; dan jika
ia ditimpa oleh suatu bencana berbaliklah ia ke belakang. (Al-Hajj: 11)
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari
Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas mengenai firman-Nya, "Kullama
ada-a lahum masyau fihi, wa iza azla-ma 'alaihim qamu" artinya "manakala
mereka mengetahui perkara yang hak dan membicarakannya, hal ini dimengerti
melalui percakapan mereka berada dalam jalan yang lurus. Tetapi manakala mereka
berbalik dari iman menjadi kafir, mereka berhenti, maksudnya kebingungan.
Demikianlah takwil Abul Aliyah, Al-Hasan Al-Basri, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas,
dan As-Saddu berikut sanadnya, dari sejumlah sahabat. Pendapat inilah yang
paling sahih dan paling kuat.
Demikianlah keadaan orang-orang munafik kelak di hari kiamat, yaitu di saat
manusia diberi nur sesuai dengan kadar keimanan masing-masing. Di antara mereka
ada orang yang diberi nur yang dapat menerangi perjalanan yang jaraknya
berpos-pos buatnya, bahkan lebih dari itu atau kurang dari itu. Di antara mereka
ada yang nur-nya kadangkala padam dan kadangkala bercahaya. Di antara mereka ada
yang dapat berjalan di atas sirat di suatu waktu, sedangkan di waktu lainnya dia
berhenti. Di antara mereka ada yang nur-nya padam (tidak menyala) sama sekali,
mereka adalah orang-orang munafik militan yang digambarkan oleh firman-Nya:
{يَوْمَ
يَقُولُ الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ لِلَّذِينَ آمَنُوا انْظُرُونَا
نَقْتَبِسْ مِنْ نُورِكُمْ قِيلَ ارْجِعُوا وَرَاءَكُمْ فَالْتَمِسُوا
نُورًا}
Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata
kepada orang-orang yang beriman, "Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil
sebagian cahaya kalian." Dikatakan (kepada mereka), "Kembalilah kalian ke
belakang dan carilah sendiri cahaya (untuk kalian)." (Al-Hadid: 13)
Sehubungan dengan orang-orang mukmin di hari kiamat nanti, Allah Swt.
menceritakan perihal mereka melalui firman-Nya:
{يَوْمَ
تَرَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ يَسْعَى نُورُهُمْ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ
وَبِأَيْمَانِهِمْ بُشْرَاكُمُ الْيَوْمَ جَنَّاتٌ}
Pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan,
sedangkan cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka,
(dikatakan kepada mereka), "Pada hari ini ada berita gembira untuk kalian,
(yaitu) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai." (Al-Hadid: 12)
Dalam firman lainnya Allah Swt. mengatakan:
{يَوْمَ
لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى
بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا
وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ}
Pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman
bersama dia; sedangkan cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan
mereka, sambil mereka mengatakan, "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami
cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala
sesuatu. (At-Tahrim: 8)
Sa'id ibnu Abu Arubah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan
firman-Nya:
{يَوْمَ
تَرَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ}
Pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan,
hingga akhir ayat. (Al-Hadid: 12)
Disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"مِنَ
الْمُؤْمِنِينَ مَنْ يُضِيءُ نُورُهُ مِنَ الْمَدِينَةِ إِلَى عَدَنَ، أَوْ بَيْنَ
صَنْعَاءَ وَدُونَ ذَلِكَ، حَتَّى إِنَّ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ مَنْ لَا يُضِيءُ
نُورُهُ إِلَّا مَوْضِعَ قَدَمَيْهِ"
Di antara orang-orang mukmin ada yang cahayanya dapat menyinari sejauh
antara Madinah sampai 'Adn yang lebih jauh dari San'a, dan ada pula yang kurang
dari itu, hingga sesungguhnya di antara orang-orang mukmin ada yang cahayanya
hanya dapat menyinari tempat kedua telapak kakinya saja.
Hadis riwayat Ibnu Jarir, diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim melalui hadis
Imran ibnu Daud Al-Qattan, dari Qatadah hadis yang semisal. Hadis ini sama dengan apa yang dikatakan oleh Al-Minhal ibnu Amr, dari Qais
ibnus Sakan, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang me-ngatakan bahwa kepada mereka
diberikan cahaya yang sesuai dengan amal perbuatan masing-masing; di antara
mereka ada yang diberi cahaya seperti pohon kurma, ada yang seperti seorang
lelaki berdiri, se-dangkan yang paling kecil cahayanya di antara mereka ialah
sebesar ibu jari, terkadang padam dan terkadang menyala. Begitu pula menurut
riwayat Ibnu Jarir, dari Ibnu Musanna, dari Ibnu Idris, dari ayahnya, dari
Al-Minhal.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Idris yang pernah mendengar dari ayahnya yang
menceritakan dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Qais ibnus Sakan, dari Abdullah ibnu
Mas'ud sehubungan dengan makna firmannya: sedangkan cahaya mereka memancar di
hadapan dan di sebelah kanan mereka. (At-Tahrim: 8) Yakni sesuai dengan
kadar amal perbuatan masing-masing. Mereka melewati sirat, di antara mereka ada
yang cahayanya semisal gunung, ada pula yang seperti pohon kurma, dan orang yang
paling kecil cahayanya di antara mereka ialah yang sebesar ibu jarinya,
adakalanya bercahaya dan adakalanya padam.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Ismail Al-Ahmasi, telah menceritakan kepada kami Abu Yahya Al-Hammani, telah
menceritakan kepada kami Uqbah ib-nul Yaqzan, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa tiada seorang pun dari kalangan ahli tauhid melainkan diberi
cahaya di hari kiamat kelak. Orang munafik cahayanya padam, orang muk-min merasa
kasihan melihat orang-orang munafik padam cahayanya, lalu orang-orang mukmin
berkata, "Wahai Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami."
Ad-Dahhak ibnu Muzahim mengatakan, setiap orang yang menampakkan keimanan di
dunia kelak di hari kiamat akan diberi cahaya. Tetapi bila sampai di sirat, maka
padamlah cahaya orang-orang munafik. Ketika orang-orang mukmin melihat hal itu,
mereka merasa kasihan, lalu berkata, "Wahai Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami
cahaya kami."
Berdasarkan pengertian ini, maka manusia itu terbagi menjadi beberapa macam:
Pertama, yang mukmin secara murni, yaitu mereka yang sifat-sifatnya disebut pada
keempat ayat dari permulaan surat Al-Baqarah. Kedua, orang-orang kafir murni,
yaitu mereka yang sifat-sifatnya disebut dalam dua ayat berikutnya. Ketika
orang-orang munafik terbagi menjadi dua golongan, yaitu munafik militan —yang
dibuat perumpamaan api bagi mereka— dan orang-orang munafik yang masih
terombang-ambing dalam kemunafikannya. Adakalanya tampak bagi mereka berkas
sinar iman, dan terkadang sinar iman padam dalam diri mereka; mereka adalah
orang-orang yang diumpamakan dengan air hujan. Golongan yang terakhir ini lebih
ringan daripada golongan sebelumnya.
Perumpamaan mengenai diri seorang mukmin ini ditinjau dari berbagai segi,
mirip dengan apa yang disebut di dalam surat An-Nur, yaitu tentang apa yang
dijadikan oleh Allah di dalam kalbunya berupa hidayah dan cahaya. Hal ini
diserupakan dengan pelita yang berada di dalam kaca, sedangkan kaca tersebut
seakan-akan bintang mutiara yang bercahaya dengan sendirinya. Demikianlah
keadaan kalbu orang mukmin yang dijadikan secara fitrah beriman dan mendapat
siraman dari syariah yang jernih secara langsung menyentuhnya tanpa kekeruhan
dan tanpa ada campuran, sebagaimana yang akan dijelaskan nanti pada tempatnya,
insya Allah.
Kemudian Allah membuat perumpamaan buat hamba-hamba yang kafir, yaitu mereka
yang menduga bahwa diri mereka beroleh suatu manfaat, padahal tiada suatu
manfaat pun yang mereka peroleh. Mereka adalah orang-orang yang jahil murakkab,
sebagaimana yang disebut di dalam firman-Nya:
{وَالَّذِينَ
كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّى
إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا}
Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di
tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila
didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun. (An-Nur.
39)
Kemudian Allah Swt. membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir yang
kebodohannya tidak terlalu parah. Mereka adalah orang-orang yang disebut di
dalam firman-Nya:
{أَوْ
كَظُلُمَاتٍ فِي بَحْرٍ لُجِّيٍّ يَغْشَاهُ مَوْجٌ مِنْ فَوْقِهِ مَوْجٌ مِنْ
فَوْقِهِ سَحَابٌ ظُلُمَاتٌ بَعْضُهَا فَوْقَ بَعْضٍ إِذَا أَخْرَجَ يَدَهُ لَمْ
يَكَدْ يَرَاهَا وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُورًا فَمَا لَهُ مِنْ
نُورٍ}
Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak,
yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang
tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat
melihatnya; (dan) barang siapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah,
tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun. (An-Nur: 40)
Berdasarkan hal ini orang-orang kafir pun terbagi menjadi dua bagian, yaitu
orang kafir militan dan orang kafir ikut-ikutan, sebagaimana keduanya disebut di
dalam permulaan surat Al-Hajj melalui firman-Nya:
{وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّبِعُ كُلَّ شَيْطَانٍ
مَرِيدٍ}
Di antara manusia ada orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu
pengetahuan dan mengikuti setiap setan yang sangat jahat. (Al-Hajj: 3)
{وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلا هُدًى وَلا كِتَابٍ
مُنِيرٍ}
Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa
ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk, dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya.
(Al-Hajj: 8)
Allah telah mengklasifikasikan orang-orang mukmin pada permulaan surat
Al-Waqi'ah dan bagian akhirnya, sedangkan di dalam surat Al-Insan mereka terbagi
menjadi dua bagian, yaitu orang-orang yang terdahulu mereka adalah golongan
orang-orang muqarrabin (dekat dengan Allah); dan golongan as-habul yamin, yaitu
orang-orang yang bertakwa.
Dari ayat-ayat di atas dapat disimpulkan bahwa orang-orang mukmin itu terdiri
atas dua golongan, yaitu orang-orang yang dekat dengan Allah dan orang-orang
yang bertakwa. Orang-orang kafir pun terbagi menjadi dua golongan, yaitu
orang-orang kafir militan dan orang-orang kafir muqallid (ikut-ikutan).
Orang-orang munafik pun terbagi menjadi dua golongan, yaitu munafik militan dan
munafik dari salah satu seginya saja, sebagaimana yang disebut di dalam kitab
Sahihain melalui Abdullah ibnu Amr, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
"ثَلَاثٌ
مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ وَاحِدَةٌ
مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعها: مَنْ إِذَا
حَدّث كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ"
Ada tiga perkara, barang siapa menyandang ketiganya, maka dia adalah orang
munafik militan; dan barang siapa yang menyandang salah satunya, maka di dalam
dirinya terdapat suatu pekerti munafik hingga ia meninggalkannya. Yaitu orang
yang apabila berbicara berdusta, apabila berjanji ingkar, dan apabila dipercaya
khianat.
Berdasarkan hadis ini para ulama menyimpulkan bahwa di dalam diri seseorang
itu adakalanya terdapat suatu cabang dari iman dan suatu cabang dari sifat
munafik, yang dalam realisasinya adakalanya berupa amali (perbuatan) berdasarkan
hadis ini, atau berupa i'tiqadi (keyakinan) berdasarkan apa yang telah
ditunjukkan oleh ayat tadi. Demikian pendapat segolongan ulama Salaf dan
sejumlah ulama yang telah disebut di atas.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو النَّضْرِ، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ
يَعْنِي شَيْبَانَ، عَنْ لَيْثٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ، عَنْ أَبِي
الْبَخْتَرِيِّ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "الْقُلُوبُ أَرْبَعَةٌ: قَلْبٌ أَجْرَدُ، فِيهِ مِثْلُ
السِّرَاجِ يُزْهر، وَقَلْبٌ أَغْلَفُ مَرْبُوطٌ عَلَى غِلَافِهِ، وَقَلْبٌ
مَنْكُوسٌ، وَقَلْبٌ مُصَفَّح، فَأَمَّا الْقَلْبُ الْأَجْرَدُ فَقَلْبُ
الْمُؤْمِنِ، سِرَاجُهُ فِيهِ نُورُهُ، وَأَمَّا الْقَلْبُ الْأَغْلَفُ فَقَلْبُ
الْكَافِرِ، وَأَمَّا الْقَلْبُ الْمَنْكُوسُ فَقَلْبُ الْمُنَافِقِ الْخَالِصِ،
عَرَفَ ثُمَّ أَنْكَرَ، وَأَمَّا الْقَلْبُ الْمُصَفَّحُ فَقَلْبٌ فِيهِ إِيمَانٌ
وَنِفَاقٌ، ومَثَل الْإِيمَانِ فِيهِ كَمَثَلِ الْبَقْلَةِ، يَمُدُّهَا الْمَاءُ
الطَّيِّبُ، وَمَثَلُ النِّفَاقِ فِيهِ كَمَثَلِ الْقُرْحَةِ يَمُدّها الْقَيْحُ
وَالدَّمُ، فَأَيُّ الْمَدَّتَيْنِ غَلَبَتْ عَلَى الْأُخْرَى غَلَبَتْ
عَلَيْهِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abun Nadr, telah
menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah (yakni Syaiban), dari Lais, dari Amr ibnu
Murrah, dari Abul Bukhturi, dari Abu Sa'id yang menceritakan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda:
Kalbu (manusia) itu ada empat macam, yaitu kalbu yang jernih, bagian
dalamnya seperti pelita yang bercahaya, kalbu yang terbungkus dalam keadaan
terikat oleh pembungkusnya, kalbu yang layu, dan kalbu yang terlapisi. Adapun
kalbu yang jernih ialah kalbu orang mukmin, sedangkan pelita yang di dalam
adalah cahayanya. Adapun kalbu yang terbungkus ialah (perumpamaan) kalbu orang
kafir, sedangkan kalbu yang layu ialah kalbu orang munafik murni (militan); pada
mulanya mengetahui (perkara yang hak), kemudian mengingkarinya. Kalbu yang
terlapisi ialah kalbu yang di dalamnya terdapat iman dan kemunafikan.
Perumpamaan iman di dalam kalbu adalah seperti sayuran yang selalu diberi air
yang baik, sedangkan perumpamaan nifaq adalah seperti luka yang selalu
mengeluarkan nanah dan darah. Maka yang mana pun di antara kedua benda yang
diperumpamakan itu lebih kuat daripada yang lainnya, berarti ia dapat
mengalahkannya.
Hadis ini berpredikat jayyid lagi hasan. Allah SWT telah berfirman:
{وَلَوْ
شَاءَ اللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ}
Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan
penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.
(Al-Baqarah: 20)
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu
Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
makna ayat ini, bahwa demikian itu terjadi setelah mereka mengetahui perkara
hak, lalu mereka meninggalkannya.
Innallaha 'ala kulli syaiin qadir, menurut Ibnu Abbas artinya 'bahwa
sesungguhnya Allah Mahakuasa terhadap semua hal yang di-kehendaki-Nya atas
hamba-hamba-Nya berupa pembalasan atau ampunan'.
Ibnu Jarir mengatakan, sesungguhnya Allah Swt. menyifati diri-Nya dengan
sifat Kuasa terhadap segala sesuatu dalam hal ini, karena Dia bertindak
memperingatkan terhadap orang-orang munafik akan azab dan siksanya. Allah
memberitakan kepada mereka bahwa Dia Maha Meliputi mereka dan Mahakuasa untuk
menghilangkan pendengaran dan penglihatan mereka. Makna lafaz qadir adalah
qadir, sama halnya dengan lafaz 'alim bermakna 'alim.
Ibnu Jarir dan orang-orang yang mengikutinya dari kebanyakan ahli tafsir
berpendapat bahwa kedua perumpamaan yang dibuat oleh Allah ini menggambarkan
keadaan suatu golongan dari orang-orang munafik. Dengan demikian, berarti huruf
au yang terdapat di dalam firman-Nya, "Au kasayyibim minas sama,"
bermakna wawu. Perihalnya sama dengan yang terdapat di dalam firman lainnya,
yaitu:
{وَلا
تُطِعْ مِنْهُمْ آثِمًا أَوْ كَفُورًا}
Dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara
mereka. (Al-Insan: 24)
Atau huruf au ini bermakna takhyir (pilihan), dengan kata lain 'aku
buatkan perumpamaan ini bagi mereka atau jika kamu suka perumpamaan
lainnya'.
Imam Qurtubi mengatakan bahwa huruf au di sini menunjukkan makna tasawi
(persamaan atau pembanding), misalnya dikatakan: "Bergaullah kamu dengan
Al-Hasan atau Ibnu Sirin." Demikian yang dikemukakan oleh Az-Zamakhsyari, yaitu
masing-masing dari keduanya memiliki persamaan dengan yang lain dalam hal boleh
bergaul. Dengan demikian, berarti makna ayat menunjukkan mana saja di antara
perumpamaan ini atau yang lainnya untuk menggambarkan mereka dinilai sesuai
dengan keadaan mereka.
Menurut kami, perumpamaan ini dikemukakan berdasarkan jenis orang-orang
munafik, karena sesungguhnya mereka terdiri atas berbagai macam tingkatan dan
memiliki keadaan serta sifat masing-masing, sebagaimana yang disebut di dalam
surat Bara-ah (At-Taubah) dengan memakai ungkapan waminhum (dan di antara
mereka) secara berulang-ulang. Setiap kali disebut lafaz waminhum, dijelaskan
keadaan dan sifat-sifat mereka, ciri khas perbuatan serta ucapan mereka. Maka
menginterpretasikan kedua perumpamaan ini buat dua golongan di antara mereka
(orang-orang munaflk) lebih tepat dan lebih sesuai dengan keadaan dan
sifat-sifat mereka.
Allah Swt. telah membuat dua perumpamaan bagi dua jenis orang-orang kafir
—yaitu orang kafir militan dan orang kafir ikut-ikutan— melalui firman-Nya di
dalam surat An-Nur, yaitu:
{وَالَّذِينَ
كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ}
Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di
tanah yang datar. (An-Nur: 39)
{أَوْ
كَظُلُمَاتٍ فِي بَحْرٍ لُجِّيٍّ يَغْشَاهُ مَوْجٌ}
Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam. (An-Nur: 40)
Perumpamaan yang pertama ditujukan untuk orang kafir militan, yaitu mereka
yang jahil murakkab (mereka tidak mengetahui bahwa dirinya tidak tahu);
sedangkan yang kedua ditujukan untuk orang kafir yang kebodohannya tidak terlalu
parah, yaitu mereka dari kalangan para pengikut dan yang membebek kepada para
pemimpinnya.
0 Response to "Al-Baqoroh Ayat 20"
Posting Komentar