Al-Baqoroh Ayat 1
Sabtu, 12 Mei 2018
Add Comment
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
{
الم 1}
Alif lam mim
Para ulama tafsir berselisih pendapat sehubungan dengan huruf-huruf yang
mengawali banyak surat Al-Qur'an. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa hal
ini merupakan sesuatu yang hanya diketahui oleh Allah Swt. saja, maka untuk
mengetahui maknanya mereka mengembalikannya kepada Allah Swt. dan tidak berani
menafsirkannya. Demikianlah menurut riwayat Al-Qurtubi di dalam kitab Tafsir-nya melalui Abu
Bakar, Umar, Usman, Ali, dan Ibnu Mas'ud, semoga Allah melimpahkan rida-Nya
kepada mereka. Hal yang sama dikatakan pula oleh Amir Asy-Sya'bi, Sufyan
As-Sauri, dan Ar-Rabi' ibnu Khaisam, dan dipilih oleh Abu Hatim dan Ibnu
Hibban.
Di antara mereka ada yang menafsirkan, dan mereka berselisih pendapat
mengenai maknanya. Menurut Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, sesungguhnya
huruf-huruf tersebut merupakan nama-nama surat yang bersangkutan. Abul Qasim
Mahmud ibnu Umar Az-Zamakhsyari di dalam kitab Tafsir-nya —yang kemudian diikuti
oleh kebanyakan ulama— mengatakan hal yang sama.
Telah dinukil dari Imam Sibawaih bahwa dia mengatakan hal yang serupa dan ia
memperkuat pendapatnya itu dengan hadis yang disebut di dalam kitab Sahihain
melalui Abu Hurairah r.a.:
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي صَلَاةِ
الصُّبْحِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ الم السَّجْدَةِ وهَلْ أَتى عَلَى
الْإِنْسانِ
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid yang
mengatakan bahwa Alif lam mim, Ha mim, Alif lam mim sad, dan Shad merupakan
pembuka-pembuka surat yang diberlakukan oleh-Nya dalam Al-Qur'an. Hal yang sama
dikatakan pula oleh selainnya, dari Mujahid.
Mujahid —menurut riwayat Abu Huzaifah Musa ibnu Mas'ud, dari Syibl, dari Ibnu
Abu Nujaih, dari Mujahid sendiri— mengatakan bahwa Alif lam mim merupakan salah
satu asma Al-Qur'an. Hal yang sama dikatakan pula oleh Qatadah dan Zaid ibnu
Aslam. Barangkali pendapat ini merujuk kepada pendapat Abdur Rahman ibnu Zaid
ibnu Aslam dalam hal makna, yaitu bahwa nama tersebut merupakan salah satu nama
surat yang bersangkutan; karena sesungguhnya setiap surat dinamakan "Al-Qur'an".
Tetapi tidak masuk akal bila Alif lam mim sad —misalnya— dianggap sebagai nama
Al-Qur'an seluruhnya, karena sesungguhnya pengertian yang sampai terlebih dahulu
ke dalam pemahaman seseorang yang mendengar orang lain mengatakan, "Aku telah
membaca Alif lam mim sad," ialah bahwa orang tersebut telah membaca surat
Al-A'raf, bukan Al-Qur'an seluruhnya.
Menurut suatu pendapat, huruf-huruf tersebut merupakan salah satu nama Allah
Swt. Asy-Sya'bi mengatakan, fawatihus suwar adalah asma-asma Allah. Hal yang
sama dikatakan pula oleh Salim ibnu Abdullah dan Ismail ibnu Abdur Rahman
As-Saddiyyul Kabir. Syu'bah mengatakan dari As-Saddi. telah sampai kepadanya
suatu berita bahwa Ibnu Abbas mengatakan, "Alif lam mim merupakan salah satu
asma Allah Yang Teragung." Demikian pula yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim
melalui hadis Syu'bah.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Bandar, dari Ibnu Mahdi, dari Syu'bah yang
menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada As-Saddi mengenai Hamim ta sin dan
Alif lam mim. Ia menjawab bahwa Ibnu Abbas r.a. pernah mengatakan, "Hal itu
merupakan salah satu asma Allah yang Teragung." Ibnu Jarir mengatakan. telah
menceritakan kepada kami Muhammad Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami
Abun Nu'man, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Ismail As-Saddi, dari
Murrah Al-Hamadani yang mengatakan bahwa Abdullah pernah mengatakan hal yang
serupa. Hal yang sama diriwayatkan pula dari Ali dan Ibnu Abbas.
Ali ibnu Abu Talhah mengatakan dari Ibnu Abbas bahwa hal itu merupakan qasam
(sumpah) yang dipakai oleh Allah dalam sumpah-Nya karena merupakan salah satu
dari asma-asma-Nya. Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir meriwayatkan melalui hadis
Ibnu Ulayyah, dari Khalid Al-Hazza, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa Alif lam
mim merupakan qasam (sumpah). Keduanya meriwayatkan pula melalui hadis Syarik
ibnu Abdullah, dari Ata ibnus Sa'ib, dari Abud Duha, dari ibnu Abbas, bahwa
makna Alif lam mim ialah Anallahu 'alam (Aku Allah Yang Maha Mengetahui). Hal
yang sama dikatakan pula oleh Sa'id ibnu Jabir, dan As-Saddi mengatakannya dari
Abu Malik. Abu Saleh meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dan Murrah Al-Hamadani meriwayatkan
dari Ibnu Mas'ud dan dari sejumlah orang-orang dari kalangan sahabat Nabi Saw.,
bahwa Alif lam mim merupakan huruf-huruf yang dipakai untuk pembukaan; semuanya
berasal dari ejaan hijaiyyah asma-asma Allah.
Abu Ja'far Ar-Razi mengatakan dari Ar-Rabi', dari Anas, dari Abul Aliyah
sehubungan dengan firman Allah Swt., "Alif lam mim." Ketiga huruf ini merupakan
bagian dari dua puluh sembilan huruf yang berlaku di kalangan semua bahasa.
Tiada suatu huruf pun dari (ketiga)nya melainkan huruf tersebut adalah huruf
pertama dari salah satu asma Allah Swt. Tiada suatu huruf pun darinya melainkan
merupakan sebagian dari tanda-tanda kebesaran-Nya, dan tiada suatu huruf pun
darinya melainkan di dalamnya terkandung masa hidup suatu kaum dan ajal mereka.
Isa ibnu Maryam a.s. mengatakan sebagai ungkapan dari keheranannya, "Aku heran,
mereka mengucapkan asma-asma-Nya dan hidup dengan rezeki-Nya, tetapi mengapa
mereka kafir terhadap-Nya?" Huruf alif merupakan huruf pertama dari asma Allah,
huruf lam merupakan kunci asma-Nya Latif {Yang Mahalembut), dan huruf mim
merupakan kunci dari asma-Nya Majid (Yang Mahaagung). Huruf alif adalah
tanda-tanda kebesaran Allah, huruf lam adalah sifat Latif Allah, sedangkan huruf
mim sifat Majdullah. Huruf alif menunjukkan masa satu tahun, huruf lam
menunjukkan masa tiga puluh tahun, dan huruf mim menunjukkan empat puluh
tahun.
Ini adalah lafaz Ibnu Abu Hatim. Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir,
kemudian Ibnu Jarir mengarahkan pendapat-pendapat tersebut dan menyelaraskan di
antara sesamanya, akhirnya dia sampai pada suatu kesimpulan bahwa sebenarnya
tidak ada pertentangan di antara satu pendapat dengan yang lainnya. Semua
pendapat tersebut dapat digabungkan dalam suatu kesimpulan, yaitu "huruf-huruf
tersebut merupakan nama surat-surat, nama asma-asma-Nya, dan pendahuluan
surat-surat". Setiap huruf menunjukkan suatu asma atau suatu sifat Allah Swt.,
sebagaimana membuka banyak surat dalam Al-Qur'an dengan memuji, bertasbih, dan
mengagungkan nama-Nya. Ibnu Jarir melanjutkan, bahwa tidak menutup kemungkinan
bilamana sebagian dari huruf-huruf itu menunjukkan salah satu dari asma-asma
Allah dan salah satu dari sifat-sifat-Nya; juga menunjukkan suatu masa atau lain
sebagainya, sebagaimana yang disebut oleh Ar-Rabi' ibnu Anas dari Abul Aliyah.
Dikatakan demikian karena satu kalimat diucapkan untuk menunjukkan banyak makna,
contohnya lafaz al-ummah. Lafaz al-ummah adakalanya bermakna agama, seperti yang
terdapat di dalam firman-Nya:
إِنَّا
وَجَدْنا آباءَنا عَلى أُمَّةٍ
Sesungguhnya kami menjumpai bapak-bapak kami menganut suatu agama.
(Az-Zukhruf: 22)
Adakalanya diucapkan untuk menunjukkan makna "jamaah", seperti makna yang
terkandung di dalam firman-Nya:
إِنَّ
إِبْراهِيمَ كانَ أُمَّةً قانِتاً لِلَّهِ حَنِيفاً وَلَمْ يَكُ مِنَ
الْمُشْرِكِينَ
Sesungguhnya Ibrahim adalah seoraug imam yang dapat dijadikan teladan lagi
patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang
yang mempersekutukan Tuhan (An-Nahl: 120)
وَلَقَدْ
بَعَثْنا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat.
(An-Nahl: 36)
Adakalanya untuk menunjukkan makna "suatu waktu dari suatu masa", seperti
pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
وَقالَ
الَّذِي نَجا مِنْهُما وَادَّكَرَ بَعْدَ أُمَّةٍ
Dan berkatalah orang yang selamat di antara mereka berdua dan teringat
(kepada Yusuf) sesudah beberapa waktu lamanya. (Yusuf: 45)
Makna yang dimaksud ialah "sesudah lewat beberapa waktu", menurut pendapat
yang paling sahih di antara dua pendapat. Demikianlah kesimpulan pendapat Ibnu jarir secara terarah, tetapi tidak
seperti apa yang dikemukakan oleh Abul Aliyah, karena Abul Aliyah menduga bahwa
huruf tersebut menunjukkan makna anu dan makna ini serta makna itu secara
bersamaan. Sedangkan lafaz ummah dan yang sejenis dengannya —termasuk lafaz
musytarakah dalam peristilahan— sesungguhnya menunjukkan kepada suatu makna
dalam Al-Qur'an berdasarkan konteks sebelumnya. Jika mengartikannya menurut
keseluruhan makna yang dikandungnya jika diperlukan, maka hal ini merupakan
masalah yang masih diperselisihkan di kalangan para ulama usul, pembahasannya
bukan termasuk ke dalam subyek dari kitab ini. Selain itu menunjukkan masing-masing makna lafaz ummah dalam konteks kalimat
dilakukan berdasarkan idiom. Penunjukan makna suatu huruf kepada suatu isim
dapat pula diartikan menunjukkan makna isim yang lain dengan meniadakan
keutamaan antara yang satu dengan yang lain dalam hal taqdir atau idmar, baik
menurut idiom ataupun lainnya. Pengertian seperti ini tidak dapat dimengerti
melainkan melalui tauqif {petunjuk dan syara'). Permasalahan huruf ini merupakan
masalah yang diperselisihkan dan tiada suatu kesepakatan pun hingga dapat
dijadikan sebagai ketentuan hukum.
Mengenai syawahid yang mereka kemukakan untuk memperkuat kebenaran pendapat
yang mengatakan bahwa mengucapkan suatu huruf dapat diartikan sebagai petunjuk
tentang huruf berikutnya dalam kalimat yang dimaksud, hal ini dapat dimengerti
melalui konteks pembicaraan. Permasalahannya berbeda amat jauh dengan
huruf-huruf yang mengawali surat-surat Al-Qur'an. Di antara yang mereka jadikan
sebagai syahid ialah perkataan seorang penyair:
قُلْنَا
قِفِي لَنَا فقالت قاف ...
لا تَحْسَبِي أنا نَسينا الْإِيجَافَ
Kami katakan, "Berhentilah kamu demi
kami. Maka dia (seakan-akan) menjawab, "Aku berhenti." Janganlah kamu menduga
bahwa kami lupa untuk memacu(mu).
مَا
لِلظَّلِيمِ عَالَ كَيْفَ لَا يَا ...
ينقَدُّ عَنْهُ جِلْدُهُ إِذَا يَا
Tiada kemenangan atas orang yang
teraniaya, mengapa dia tidak berbuat; apabila dia berbuat, niscaya tubuhnya akan
didera.
بِالْخَيْرِ
خَيْرَاتٌ وَإِنْ شَرًّا فَا ...
وَلَا أُرِيدُ الشَّرَّ إِلَّا أَنْ تَا
Perbuatan baik akan menghasilkan
kebaikan; dan jika jahat, maka balasannya jahat pula; dan kejahatan itu
tidakakan terjadi kecuali jika kamu menghendakinya.
Penyair mengatakan, "Dan jika jahat, maka balasannya jahat pula. Kejahatan
itu tidaklah dikehendaki kecuali jika kamu menghendakinya." Kedua lafaz tersebut
cukup dimengerti hanya dengan menyebutkan huruf fa dan ta dari kedua kalimat
tersebut. Hanya saja pengertian ini dapat diterka melalui konteks kalimat.
Al-Qurtubi mengatakan sehubungan dengan hadis yang mengatakan:
«مَنْ
أَعَانَ عَلَى قَتْلِ مُسْلِمٍ بِشَطْرِ كَلِمَةٍ»
Menurut Sufyan, makna yang dimaksud ialah "bila seseorang
mengatakan uq dengan maksud uqtul (bunuhlah dia)". Khasif mengatakan dari Mujahid bahwa sesungguhnya semua fa-watihus suwar itu
—seperti qaf sad, ha mim, ta sin mim, Alif lam ra, dan lain-lainnya— merupakan
huruf hijai'. Sebagian ahli bahasa Arab mengatakan bahwa fawatihus suwar itu
merupakan huruf-huruf mu'ja ejaan yang dengan menyebutkan sebagian darinya yang
ada dalam permulaan surat sudah dianggap cukup untuk menunjukkan huruf-huruf
lainnya yang merupakan kelengkapan dari seluruhnya yang berjumlah dua puluh
delapan huruf. Perihalnya sama dengan ucapan seseorang, "Anakku menulis
a-b-c-d," makna yang dimaksud ialah semua huruf ejaan yang dua puluh delapan.
Sudah dianggap cukup untuk menunjukkan yang lainnya hanya dengan menyebutkan
sebagiannya, demikian yang dikemukakan Ibnu Jarir.
Menurut pendapat kami semua huruf yang disebut di dalam permulaan surat-surat
Al-Qur'an dengan membuang huruf yang ber-ulang-ulang semuanya berjumlah empat
belas, yaitu alif, lam. mim. sad, ra, kaf, ha, ya, 'ain, ta, sin, ha, qaf, dan
nun. Kesemuanya dapat dihimpun dalam ucapan, "Nassun hakimun qati'un lahu simin"
(Ini adalah nas yang pasti dari Tuhan Yang Mahabijaksana, mengandung rahasia).
Semuanya itu separo dari bilangan huruf ejaan yang ada, dengan pengertian bahwa
yang tersebut di dalamnya berkedudukan lebih besar daripada yang tidak disebut.
Penjelasan mengenai masalah ini termasuk ke dalam disiplin ilmu tasrif
Az-Zamakhsyari mengatakan bahwa semua huruf yang empat belas ini mengandung
berbagai jenis huruf, di antaranya ada yang mahmus, majhur, rakhwah, syadidah,
mutabbaqah, mafhihah, musta'liyah, munkhafidah, ada pula huruf qalqalah.
Selanjutnya Az-Zamakhsyari menerangkan secara rinci, kemudian ia mengatakan,
"Mahasuci Allah yang kebijaksanaan-Nya Mahateliti dalam segala sesuatu." Semua jenis yang terhitung jumlahnya ini menjadi banyak dengan menyebutkan
sebagian darinya. sebagaimana yang diketahui bahwa hal yang paling pokok dan
paling besar bagi sesuatu menduduki status keseluruhannya. Berdasarkan
pengertian ini sebagian ulama meringkasnya dalam suatu kalimat, tidak diragukan
lagi semua huruf (yang ada dalam fawatihus suwar) ini tidak sekali-kali
diturunkan oleh Allah Swt. secara cuma-cuma/tiada gunanya. Mengenai orang yang
berpendapat bahwa di dalam Al-Qur'an terdapat hal yang bersifat ta'abbud semata
tanpa ada makna sama sekali, sesungguhnya dia sangat keliru. Berdasarkan kesimpulan dari semua itu, dapat dikatakan bahwa huruf-huruf
tersebut memang mempunyai maknanya sendiri. Jika ada berita dari orang yang
terpelihara dari dosa (yakni Nabi Saw.), maka kita mengikuti apa yang
dikatakannya; jika tidak ada, kita hanya mengembalikannya kepada Allah Swt. dan
mengucapkan:
{آمَنَّا
بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا}
Tiada kesepakatan ulama sehubungan dengan masalah fawatihus suwar ini atas
sesuatu yang tertentu, melainkan mereka masih berselisih pendapat. Untuk itu,
barang siapa yang menganggap kuat suatu pendapat dari kalangan mereka dengan
mengetahui dalilnya, ia boleh mengikutinya; tetapi jika tidak. hendaklah dia
bersikap diarn hingga jelas baginya. Semua yang telah dikemukakan merupakan suatu pembahasan, dan pembahasan lain
mengenai hikmah yang terkandung di dalam penyebutan huruf-huruf disebutkan pada
permulaan surat. Hikmah apakah yang terkandung di dalamnya tanpa memandang segi
makna yang terkandung di dalamnya? Sebagian ulama mengatakan bahwa huruf-huruf tersebut disebut sebagai pengenal
permulaan surat-surat Demikian pendapat Ibnu jarir. tetapi pendapat ini lemah
karena keputusannya dapat dilakukan tanpa huruf-huruf tersebut bagi surat yang
tidak mengandungnya; juga bagi surat yang di dalamnya disebut basmalah. baik
secara bacaan maupun tulisan. Menurut ulama lain, huruf-huruf tersebut diletakkan pada permulaan surat
untuk membuka pendengaran kaum musyrik bila mereka saling berpesan di antara
sesamanya agar berpaling dari Al-Qur'an. Apabila pendengaran mereka sudah siap
menerimanya. barulah dibacakan kepada mereka apa yang tersusun sesudahnya.
Demikian menurut riwayat Ibnu Jarir pula, tetapi pendapat ini pun dinilai lemah;
sebab jika memang demikian maksudnya, niscaya huruf-huruf tersebut pasti ada
pada permulaan setiap surat Al-Qur'an, bukan pada sebagiannya saja, bahkan
kebanyakan dari surat Al-Qur'an tidaklah demikian. Seandainya memang demikian,
sudah selayaknya hal itu disebut pada tiap permulaan pembicaraan bersama mereka
(kaum musyrik), tanpa memandang apakah pada pembukaan surat atau pada
selainnya.
Selain itu sesungguhnya surat Al-Baqarah ini bersama surat yang mengiringinya
—yakni surat Ali Imran— adalah Madaniyah; keduanya mengandung khitab (perintah)
bukan ditujukan kepada kaum musyrik. Dengan adanya alasan ini, batallah pendapat
yang mereka sebut itu. Ulama lain berpendapat, sesungguhnya huruf-huruf tersebut dikemukakan pada
permulaan surat yang mengandungnya hanyalah untuk menerangkan mukjizat
Al-Qur'an. Dengan kata lain, semua makhluk tidak akan mampu menentangnya dengan
membuat hal yang semisal dengannya, sekalipun Al-Qur'an terdiri atas huruf-huruf
ejaan itu yang biasa mereka gunakan dalam pembicaraan. Pendapat ini diriwayatkan
oleh Ar-Razi di dalam kitab Tafsir-nya, dari Mubarrad dan sejumlah ulama ahli
tahqiq. Al-Qurtubi meriwayatkan pula hal yang semisal dari Al-Farra dan Qutrub,
kemudian ditetapkan oleh Az-Zamakhsyari di dalam Tafsir Kasysyaf-nya dan ia
mendukungnya dengan dukungan sepenuhnya. Hal yang sama diikuti pula oleh Abul
Abbas ibnu Taimiyyah dan guru kami —Abul Hajjaj Al-Mazi— yang telah
menceritakannya kepadaku, dari Ibnu Taimiyyah.
Az-Zamakhsyari mengatakan. sesungguhnya huruf-huruf tersebut tidak disebutkan
pada permulaan Al-Qur'an secara keseluruhan, dan sesungguhnya huruf-huruf
tersebut diulang-ulang (dalam berbagai surat) tiada lain hanya untuk menunjukkan
makna tantangan dan cemoohan yang lebih keras. Perihalnya sama saja dengan
pengulangan banyak kisahnya dan secara jelas pula tantangan ini dikemukakan oleh
Al-Qur'an di berbagai tempatnya. Az-Zamakhsyari mengatakan bahwa di antaranya
ada yang disebut dengan satu huruf, misalnya sad, nun, dan qaf. ada yang terdiri
atas dua huruf. misalnya ha mim: tiga huruf seperti Alif lam mim; dan empat
huruf, seperti Alif lam mim ra dan Alif lam m'im sad; serta lima huruf, seperti
kaf ha ya 'ain sad dan ha mim 'ain sin, qaf karena bentuk kalimat yang mereka
gunakan seperti itu, di antaranya ada yang terdiri atas satu huruf, dua huruf,
tiga huruf, empat huruf, dan lima huruf, tiada yang lebih dari lima huruf.
Menurut kami, mengingat hal tersebut setiap surat yang dimulai dengan
huruf-huruf itu pasti di dalamnya disebutkan keunggulan dari Al-Qur'an dan
keterangan mengenai mukjizatnya serta keagungannya. Hal ini dapat diketahui
melalui penelitian, dan memang hal ini terjadi pada dua puluh sembilan
surat.
Allah Swt. berfirman:
الم.
ذلِكَ الْكِتابُ لَا رَيْبَ فِيهِ
الم.
اللَّهُ لَا إِلهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتابَ
بِالْحَقِّ مُصَدِّقاً لِما بَيْنَ يَدَيْهِ
المص.
كِتابٌ أُنْزِلَ إِلَيْكَ فَلا يَكُنْ فِي صَدْرِكَ حَرَجٌ مِنْهُ
الر
كِتابٌ أَنْزَلْناهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُماتِ إِلَى النُّورِ
بِإِذْنِ رَبِّهِمْ
الم.
تَنْزِيلُ الْكِتابِ لَا رَيْبَ فِيهِ مِنْ رَبِّ الْعالَمِينَ
حم.
تَنْزِيلٌ مِنَ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
حم.
عسق. كَذلِكَ يُوحِي إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ اللَّهُ الْعَزِيزُ
الْحَكِيمُ
Masih banyak ayat lainnya yang menunjukkan kebenaran pendapat yang dikatakan
oleh mereka bagi orang yang berpikir secara mendalam dalam menekuninya. Ada orang yang menduga bahwa huruf-huruf tersebut menunjukkan pengetahuan
tentang al-madad (masa); juga dikatakan bahwa dari huruf-huruf itu dapat
disimpulkan akan terjadi berbagai macam peristiwa, macam-macam fitnah, dan
berbagai peperangan. Orang yang berpendapat demikian sama saja mendakwakan
hal-hal yang bukan pada tempatnya, menempuh jalan yang bukan tujuannya. Memang
ada sebuah hadis daif yang mengisahkannya, tetapi sekalipun begitu kebatilan
cara demikian jauh lebih kuat daripada berpegang kepada kesahihan hadis yang
dimaksud. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar.
penulis kitab Al-Magazi. Ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Al-Kalbi, dari Abu Saleh,
dari Ibnu Abbas, dari Jabir ibnu Abdullah ibnu Rabbab yang menceritakan bahwa
ketika Abu Yasir ibnu Akhtab sedang berjalan bersama sejumlah orang Yahudi, ia
bersua dengan Rasulullah Saw. yang sedang membaca permulaan surat Al-Baqarah.
yaitu: Alif lam mim. Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan di
dalamnya. (Al-Baqarah: 1-2) Kemudian Abu Yasir ibnu Akhtab menjumpai
saudara lelakinya —yaitu Hay ibnu Akhtab— bersama sejumlah orang-orang Yahudi
tadi. Lalu Abu Yasir berkata, "Tahukah kamu, demi Allah. sesungguhnya aku telah
mendengar Muhammad membaca apa yang telah diturunkan oleh Allah kepadanya,
yaitu, 'Alif lam mim. Kitab (Al-Qur-'an) ini tidak ada keraguan di
dalamnya' (Al-Baqarah: 1-2)." Hay bertanya, "Apakah engkau telah
mendengarnya sendiri?" Abu Yasir menjawab, "Ya." Maka Hay ibnu Akhtab berjalan
bersama rombongan orang-orang Yahudi itu mendekati Rasulullah Saw. Mereka
bertanya, "Hai Muhammad, apakah benar engkau membaca apa yang telah diturunkan
oleh Allah kepadamu Alif lam mim, zalikal kitabul" Rasulullah Saw. menjawab,
"Memang benar." Mereka bertanya, "Apakah Jibril yang menyampaikannya
kepadamu dari sisi Allah?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya." Mereka berkata,
"Sesungguhnya Allah pernah mengutus nabi-nabi sebelum engkau yang belum pernah
kami ketahui Allah menjelaskan kepada seorang nabi dari kalangan mereka tentang
masa kerajaannya. dan berapa lama masa umatnya selain engkau sendiri." Hay ibnu
Akhtab bangkit dan menemui orang-orang yang bersamanya tadi. lalu ia
berkata.”Alif satu, lam tiga puluh, dan mim empat puluh maka jumlah
keseluruhannya adalah tujuh puluh satu tahun. Apakah kalian mau memasuki agama
seorang nabi yang masa kerajaannya dan pada masa umatnya hanya tujuh puluh satu
tahun?" Kemudian Hay kembali menghadap Rasulullah Saw., lalu bertanya, "Hai
Muhammad, apakah selain itu masih ada lagi?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya." Hay
ibnu Akhtab bertanya, "Apakah lainnya itu?" Rasulullah Saw. menjawab, "Alif
lam mim sad." Hay berkata, "Ini lebih berat dan lebih panjang; alif satu,
lam tiga puluh, mim empat puluh, dan sad sembilan puluh; jumlah keseluruhannya
adalah seratus enam puluh satu tahun. Hai Muhammad, apakah ada yang lain selain
dari ini?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya," Hay bertanya, "Apakah itu?"
Rasul Saw. menjawab, "Alif lam ra." Hay menjawab, "Ini lebih berat dan
lebih panjang lagi: alif satu. lam tiga puluh. sedangkan ra dua ratus; jumlah
keseluruhannya dua ratus tiga puluh satu. Apakah masih ada yang lainnya, hai
Muhammad?" Rasul Saw. menjawab, "Ya." Hay bertanya, "Apakah itu?" Rasul
Saw. menjawab, "Alif lam mim ra.”Hay berkata, "Ini jauh lebih berat dan
lebih panjang (daripada sebelumnya). Alif satu, lam tiga puluh, mim empat puluh,
dan ra dua ratus; jumlah keseluruhannya adalah dua ratus tujuh puluh satu
tahun." Kemudian Hay ibnu Akhtab berkata, "Sesungguhnya perkaramu ini sangat
membingungkan kami, hai Muhammad, sehingga kami tidak mengetahui apakah engkau
diberi sedikit atau banyak." Kemudian Hay ibnu Akhtab berkata, "Bangkitlah
kalian semua darinya!" Selanjutnya Abu Yasir berkata kepada saudaranya —Hay ibnu
Akhtab— dan orang-orang yang bersamanya dari kalangan pendeta-pendeta Yahudi,
"Tahukah kalian, barangkali telah dihimpun semuanya itu buat Muhammad, yaitu
tujuh puluh satu, seratus tiga puluh satu, dua ratus tiga puluh satu, dua ratus
tujuh puluh satu, hingga jumlah total keseluruhannya ialah tujuh ratus tiga
puluh empat tahun." Mereka menjawab, "Sesungguhnya perkara dia sangat
membingungkan kami." Mereka menduga bahwa ayat-ayat tersebut diturunkan
berkenaan dengan peristiwa mereka.
Allah Swt. telah berfirman:
هُوَ
الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتابَ مِنْهُ آياتٌ مُحْكَماتٌ هُنَّ أُمُّ
الْكِتابِ وَأُخَرُ مُتَشابِهاتٌ
Dialah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an) kepadamu. Di antara (isi)nya
ada ayat-ayat yang muhkam, itulah pokok-pokok isi Al-Qur'an, dan yang lain
(ayat-ayat) mutasyabih. (Ali Imran: 7)
Hadis ini bersumber dari Muhammad ibnus Sa'id Al-Kalbi, sedangkan dia
termasuk orang yang hadisnya tidak dapat dijadikan sebagai hujah bila menyendiri
dalam periwayatannya. Kemudian jika cara ini dinilai benar sebagai misal,
niscaya masing-masing huruf yang jumlahnya empat belas itu —seperti yang telah
kami sebutkan— dihitung semuanya, pada akhirnya akan mencapai jumlah yang banyak
sekali. Lebih besar lagi jumlahnya bila yang terulang diperhitungkan
pula.
Tafsir Ibnu Katsir
0 Response to "Al-Baqoroh Ayat 1"
Posting Komentar