Al-Baqoroh Ayat 282
Selasa, 15 Mei 2018
Add Comment
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى
فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلا يَأْبَ كَاتِبٌ
أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ
الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ
الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ
يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ
رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ
تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا
الأخْرَى وَلا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلا تَسْأَمُوا أَنْ
تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ
اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلا تَرْتَابُوا إِلا أَنْ تَكُونَ
تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلا
تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلا شَهِيدٌ
وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ
اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (282) }
Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian
bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kalian menuliskannya
dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah
mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu
mengimlakan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun dari utangnya. Jika yang
berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri
tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur. Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antara
kalian). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua
orang perempuan dari saksi-saksi yang kalian ridai, supaya jika seorang lupa,
maka yang seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan
(memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kalian jemu menulis
utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian
itu lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan kesaksian dan lebih
dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguan kalian. (Tulislah muamalah kalian
itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kalian jalankan di antara
kalian; maka tak ada dosa bagi kalian, (jika) kalian tidak menulisnya. Dan
persaksikanlah apabila kalian berjual-beli; dan janganlah penulis dan saksi
saling menyulitkan. Jika kalian lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal
itu adalah suatu kefasikan pada diri kalian. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah
mengajar kalian; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Ayat yang mulia ini merupakan ayat yang terpanjang di dalam Al-Qur'an.
Imam Abu Jafar ibnu jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Yunus,
dari Ibnu Syihab yang menceritakan bahwa telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnul
Musayyab, telah sampai kepadanya bahwa ayat Al-Qur'an yang menceritakan
peristiwa yang terjadi di Arasy adalah ayat dain (utang piutang).
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ،
عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ يُوسُفَ بْنِ مِهْران، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ
قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ آيَةُ الدَّيْنِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ أَوَّلَ مَنْ جَحَدَ آدَمُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ، أَنَّ
اللَّهَ لَمَّا خَلَقَ آدَمَ، مَسَحَ ظَهْرَهُ فأخرِج مِنْهُ مَا هُوَ ذَارِئٌ
إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، فَجَعَلَ يَعْرِضُ ذُرِّيَّتَهُ عَلَيْهِ، فَرَأَى
فِيهِمْ رَجُلًا يَزْهر، فَقَالَ: أَيْ رَبِّ، مَنْ هَذَا؟ قَالَ: هُوَ ابْنُكَ
دَاوُدُ. قَالَ: أَيْ رَبِّ، كَمْ عُمُرُهُ؟ قَالَ: سِتُّونَ عَامًا، قَالَ: رَبِّ
زِدْ فِي عُمُرِهِ. قَالَ: لَا إِلَّا أَنْ أَزِيدَهُ مِنْ عُمُرِكَ. وَكَانَ
عُمُرُ آدَمَ أَلْفَ سَنَةٍ، فَزَادَهُ أَرْبَعِينَ عَامًا، فَكَتَبَ عَلَيْهِ
بِذَلِكَ كِتَابًا وَأَشْهَدَ عَلَيْهِ الْمَلَائِكَةَ، فَلَمَّا احتُضر آدَمُ
وَأَتَتْهُ الْمَلَائِكَةُ قَالَ: إِنَّهُ قَدْ بَقِيَ مِنْ عُمُرِي أَرْبَعُونَ
عَامًا، فَقِيلَ لَهُ: إِنَّكَ قَدْ وَهَبْتَهَا لِابْنِكَ دَاوُدَ. قَالَ: مَا
فَعَلْتُ. فَأَبْرَزَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْكِتَابَ، وَأَشْهَدَ عَلَيْهِ
الْمَلَائِكَةَ".
وَحَدَّثَنَا
أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ، فَذَكَرَهُ، وَزَادَ فِيهِ:
"فَأَتَمَّهَا اللَّهُ لِدَاوُدَ مِائَةً، وَأَتَمَّهَا لِآدَمَ أَلْفَ
سَنَةٍ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah
menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari Yusuf
ibnu Mahran, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa tatkala ayat mengenai utang
piutang diturunkan, Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya orang yang
mula-mula berbuat ingkar adalah Adam a.s. Bahwa setelah Allah menciptakan Adam,
lalu Allah mengusap punggung Adam, dan dikeluarkan dari punggungnya itu semua
keturunannya hingga hari kiamat, semua keturunannya ditampilkan kepadanya.
Lalu Adam melihat di antara mereka seorang lelaki yang kelihatan
cemerlang. Maka Adam bertanya, "Wahai Tuhanku, siapakah orang ini?" Allah
menjawab, "Dia adalah anakmu Daud." Adam berkata, "Wahai Tuhanku, berapakah
umurnya?" Allah menjawab, "Enam puluh tahun." Adam berkata, "Wahai Tuhanku,
tambahlah usianya.” Allah berfirman, "Tidak dapat, kecuali jika Aku
menambahkannya dari usiamu." Dan tersebutlah bahwa usia Adam (ditakdirkan)
selama seribu tahun. Maka Allah menambahkan kepada Daud empat puluh tahun
(diambil dari usia Adam). Lalu Allah mencatatkan hal tersebut ke dalam suatu
catatan dan dipersaksikan oleh para malaikat. Ketika Adam menjelang wafat dan
para malaikat datang kepadanya, maka Adam berkata, "Sesungguhnya masih tersisa
usiaku selama empat puluh tahun.” Lalu dikatakan kepadanya, "Sesungguhnya kamu
telah memberikannya kepada anakmu Daud.” Adam menyangkal, "Aku tidak pernah
melakukannya.” Maka Allah menampakkan kepadanya catatan itu dan para
malaikat mempersaksikannya. Telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu
Amir ibnu Hammad ibnu Salamah, lalu ia menyebutkan hadis ini, tetapi di dalamnya
ditambahkan seperti berikut: Maka Allah menggenapkan usia Daud menjadi
seratus tahun, dan menggenapkan bagi Adam usia seribu tahun.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari Yusuf ibnu Abu Habib,
dari Abu Daud At-Tayalisi, dari Hammad ibnu Salamah. Hadis ini garib sekali. Ali
ibnu Zaid ibnu Jad'an hadis-hadisnya berpredikat munkar (tidak dapat
diterima).
Tetapi hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Hakim di dalam kitab
Mustadrak-nya dengan lafaz yang semisal dari hadis Al-Haris ibnu Abdur Rahman
ibnu Abu Wisab, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah. Juga dari riwayat Abu
Daud ibnu Abu Hind, dari Asy-Sya'bi, dari Abu Hurairah; serta dari jalur
Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah; juga dari hadis Tammam
ibnu Sa'd, dari Zaid ibnu Aslam, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah, dari Nabi
Saw. Lalu Imam Hakim menuturkan hadis yang semisal.
*******************
Firman Allah Swt.:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذا تَدايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلى أَجَلٍ مُسَمًّى
فَاكْتُبُوهُ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian bermuamalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya.
(Al-Baqarah: 282)
Hal ini merupakan petunjuk dari Allah Swt. buat hamba-hamba-Nya yang mukmin
apabila mereka mengadakan muamalah secara tidak tunai, yaitu hendaklah mereka
mencatatkannya; karena catatan itu lebih memelihara jumlah barang dan masa
pembayarannya serta lebih tegas bagi orang yang menyaksikannya. Hikmah ini
disebutkan dengan jelas dalam akhir ayat, yaitu melalui firman-Nya:
{ذَلِكُمْ
أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلا
تَرْتَابُوا}
Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan
kesaksian dan lebih dekat kepada tidak' (menimbulkan) keraguan kalian.
(Al-Baqarah: 282)
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid, dari Ibnu
Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, apabila
kalian bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah
kalian menuliskannya. (Al-Baqarah: 282) Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini
diturunkan berkenaan dengan transaksi salam yang dibatasi dengan waktu
tertentu.
Qatadah meriwayatkan dari Abu Hassan Al-A:raj, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan, "Aku bersaksi bahwa utang yang dalam tanggungan sampai dengan batas
waktu yang tertentu merupakan hal yang dihalalkan dan diizinkan oleh Allah
pemberlakuannya." Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: Hai orang-orang
yang beriman, apabila kalian bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan. (Al-Baqarah: 282)
Demikianlah menurut riwayat Imam Bukhari. Telah ditetapkan di dalam kitab
Sahihain melalui riwayat Sufyan ibnu Uyaynah, dari Ibnu Abu Nujaih, dari
Abdullah ibnu Kasir, dari Abul Minhal, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa
ketika Nabi Saw. tiba di Madinah, para penduduknya telah terbiasa saling
mengutangkan buah-buahan untuk masa satu tahun, dua tahun, sampai tiga tahun.
Maka Rasulullah Saw. bersabda:
«مَنْ
أَسْلَفَ فَلْيُسْلِفْ فِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ، وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ، إِلَى أَجَلٍ
مَعْلُومٍ»
Barang siapa yang berutang, maka hendaklah ia berutang dalam takaran yang
telah dimaklumi dan dalam timbangan yang telah dimaklumi untuk waktu yang
ditentukan.
*******************
Firman Allah Swt.:
فَاكْتُبُوهُ
hendaklah kalian menuliskannya. (Al-Baqarah: 282)
Melalui ayat ini Allah memerintahkan adanya catatan untuk memperkuat dan
memelihara. Apabila timbul suatu pertanyaan bahwa telah ditetapkan di dalam
kitab Sahihain dari Abdullah ibnu Umar yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw.
telah bersabda:
«إِنَّا
أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لَا نَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ»
Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi (buta huruf), kami tidak dapat
menulis dan tidak pula menghitung.
Maka bagaimanakah menggabungkan pengertian antara hadis ini dan perintah
mengadakan tulisan (catatan)? Sebagai jawabannya dapat dikatakan bahwa utang piutang itu bila dipandang
dari segi hakikatnya memang tidak memerlukan catatan pada asalnya. Dikatakan
demikian karena Kitabullah telah dimudahkan oleh Allah untuk dihafal manusia;
demikian pula sunnah-sunnah, semuanya dihafal dari Rasulullah Saw. Hal yang
diperintahkan oleh Allah untuk dicatat hanyalah masalah-masalah rinci yang biasa
terjadi di antara manusia. Maka mereka diperintahkan untuk melakukan hal
tersebut dengan perintah yang mengandung arti petunjuk, bukan perintah yang
berarti wajib seperti yang dikatakan oleh sebagian ulama.
Ibnu Juraij mengatakan, "Barang siapa yang melakukan transaksi utang piutang,
hendaklah ia mencatatnya; dan barang siapa yang melakukan jual beli, hendaklah
ia mengadakan persaksian. Qatadah mengatakan, disebutkan kepada kami bahwa Abu Sulaiman Al-Mur'isyi
(salah seorang yang berguru kepada Ka'b) mengatakan kepada teman-teman
(murid-murid)nya, "Tahukah kalian tentang seorang yang teraniaya yang berdoa
kepada Tuhannya, tetapi doanya tidak dikabulkan?" Mereka menjawab, "Mengapa bisa
demikian?" Abu Sulaiman berkata, "Dia adalah seorang lelaki yang menjual suatu
barang untuk waktu tertentu, tetapi ia tidak memakai saksi dan tidak pula
mencatatnya. Ketika tiba masa pembayarannya, ternyata si pembeli mengingkarinya.
Lalu ia berdoa kepada Tuhannya, tetapi doanya tidak dikabulkan. Demikian itu
karena dia telah berbuat durhaka kepada Tuhannya (tidak menuruti perintah-Nya
yang menganjurkannya untuk mencatat atau mempersaksikan hal itu)."
Abu Sa'id, Asy-Sya'bi, Ar-Rabi’ ibnu Anas, Al-Hasan, Ibnu Juraij, dan Ibnu
Zaid serta lain-lainnya mengatakan bahwa pada mulanya hal ini (menulis utang
piutang dan jual beli) hukumnya wajib, kemudian di-mansukh oleh firman-Nya:
فَإِنْ
أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضاً فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ
أَمانَتَهُ
Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya). (Al-Baqarah:
283)
Dalil lain yang memperkuat hal ini ialah sebuah hadis yang menceritakan
tentang syariat umat sebelum kita, tetapi diakui oleh syariat kita serta tidak
diingkari, yang isinya menceritakan tiada kewajiban untuk menulis dan mengadakan
persaksian.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا لَيْثٌ، عَنْ
جَعْفَرِ بْنِ رَبِيعَةَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ هُرْمُز، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ
ذَكَرَ "أَنَّ رَجُلًا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ سَأَلَ بَعْضَ بَنِي إِسْرَائِيلَ
أَنْ يُسْلفه أَلْفَ دِينَارٍ، فَقَالَ: ائْتِنِي بِشُهَدَاءَ أُشْهِدُهُمْ. قَالَ:
كَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا. قَالَ: ائْتِنِي بِكَفِيلٍ. قَالَ: كَفَى بِاللَّهِ
كَفِيلًا. قَالَ: صَدَقْتَ. فَدَفَعَهَا إِلَيْهِ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى، فَخَرَجَ
فِي الْبَحْرِ فَقَضَى حَاجَتَهُ، ثُمَّ الْتَمَسَ مَرْكَبًا يَقَدَمُ عَلَيْهِ
لِلْأَجَلِ الَّذِي أجله، فلم يجد مركبا، فأخذ خشبة فنقرها فَأَدْخَلَ فِيهَا
أَلْفَ دِينَارٍ وَصَحِيفَةً مَعَهَا إِلَى صَاحِبِهَا، ثُمَّ زَجج مَوْضِعَهَا،
ثُمَّ أَتَى بِهَا الْبَحْرَ، ثُمَّ قَالَ: اللَّهُمَّ إِنَّكَ قَدْ عَلِمْتَ
أَنِّي اسْتَسْلَفْتُ فُلَانًا أَلْفَ دِينَارٍ، فَسَأَلَنِي كَفِيلًا فَقُلْتُ:
كَفَى بِاللَّهِ كَفِيلًا. فَرَضِيَ بِذَلِكَ، وَسَأَلَنِي شَهِيدًا، فَقُلْتُ:
كَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا. فَرَضِيَ بِذَلِكَ، وَإِنِّي قَدْ جَهِدْتُ أَنْ أَجِدَ
مَرْكَبًا أَبْعَثُ بِهَا إِلَيْهِ بِالَّذِي أَعْطَانِي فَلَمْ أَجِدْ مَرْكَبًا،
وَإِنِّي اسْتَوْدعْتُكَها. فَرَمَى بِهَا فِي الْبَحْرِ حَتَّى وَلَجَتْ فِيهِ،
ثُمَّ انْصَرَفَ، وَهُوَ فِي ذَلِكَ يَطْلُبُ مَرْكَبًا إِلَى بَلَدِهِ، فَخَرَجَ
الرَّجُلُ الَّذِي كَانَ أَسْلَفَهُ يَنْظُرُ لَعَلَّ مَرْكَبًا تَجِيئُهُ
بِمَالِهِ، فَإِذَا بِالْخَشَبَةِ الَّتِي فِيهَا الْمَالُ، فَأَخَذَهَا لِأَهْلِهِ
حَطَبًا فَلَمَّا كَسَرَهَا وَجَدَ الْمَالَ وَالصَّحِيفَةَ، ثُمَّ قَدِمَ
الرَّجُلُ الَّذِي كَانَ تَسَلف مِنْهُ، فَأَتَاهُ بِأَلْفِ دِينَارٍ وَقَالَ:
وَاللَّهِ مَا زِلْتُ جَاهِدًا فِي طَلَبِ مَرْكَبٍ لِآتِيَكَ بِمَالِكَ فَمَا
وَجَدْتُ مَرْكَبًا قَبْلَ الَّذِي أَتَيْتُ فِيهِ. قَالَ: هَلْ كُنْتَ بَعَثْتَ
إِلَيَّ بِشَيْءٍ؟ قَالَ: أَلَمْ أُخْبِرْكَ أَنِّي لَمْ أَجِدْ مَرْكَبًا قَبْلَ
هَذَا الَّذِي جِئْتُ فِيهِ؟ قَالَ: فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ أَدَّى عَنْكَ الَّذِي
بَعَثْتَ بِهِ فِي الْخَشَبَةِ، فَانْصَرِفْ بِأَلْفِكَ رَاشِدًا".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad,
telah menceritakan kepada kami Lais, dari Ja'far ibnu Rabi'ah, dari Abdur Rahman
ibnu Hurmuz, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw. yang mengisahkan dalam
sabdanya: Bahwa (dahulu) ada seorang lelaki dan kalangan Bani Israil meminta
kepada seseorang yang juga dari kalangan Bani Israil agar meminjaminya uang
sebanyak seribu dinar. Maka pemilik uang berkata kepadanya, "Datangkanlah
kepadaku para saksi agar transaksiku ini dipersaksikan oleh mereka." Ia
menjawab, "Cukuplah Allah sebagai saksi." Pemilik uang berkata, "Datangkanlah
kepadaku seorang yang menjaminmu." Ia menjawab, "Cukuplah Allah sebagai
penjamin." Pemilik uang berkata, "Engkau benar." Lalu pemilik uang memberikan
utang itu kepadanya untuk waktu yang ditentukan. Lalu ia berangkat memakai jalan
laut (naik perahu). Setelah keperluannya selesai, lalu ia mencari perahu yang
akan mengantarkannya ke tempat pemilik uang karena saat pelunasan utangnya
hampir tiba. Akan tetapi, ia tidak menjumpai sebuah perahu pun. Akhirnya ia
mengambil sebatang kayu, lalu melubangi tengahnya, kemudian uang seribu dinar
itu dimasukkan ke dalam kayu itu berikut sepucuk surat buat alamat yang dituju.
Lalu lubang itu ia sumbat rapat, kemudian ia datang ke tepi laut dan kayu itu ia
lemparkan ke dalamnya seraya berkata, "Ya Allah, sesungguhnya Engkau telah
mengetahui bahwa aku pernah berutang kepada si Fulan sebanyak seribu dinar.
Ketika ia meminta kepadaku seorang penjamin, maka kukatakan, 'Cukuplah Allah
sebagai penjaminku,' dan ternyata ia rela dengan hal tersebut. Ia meminta saksi
kepadaku, lalu kukatakan, 'Cukuplah Allah sebagai saksi,' dan ternyata ia rela
dengan hal tersebut. Sesungguhnya aku telah berusaha keras untuk menemukan
kendaraan (perahu) untuk mengirimkan ini kepada orang yang telah memberiku
utang, tetapi aku tidak menemukan sebuah perahu pun. Sesungguhnya sekarang aku
titipkan ini kepada Engkau." Lalu ia melemparkan kayu itu ke laut hingga
tenggelam ke dalamnya. Sesudah itu ia berangkat dan tetap mencari kendaraan
perahu untuk menuju ke negeri pemilik piutang. Lalu lelaki yang memberinya utang
keluar dan melihat-lihat barangkali ada perahu yang tiba membawa uangnya.
Ternyata yang ia jumpai adalah sebatang kayu tadi yang di dalamnya terdapat
uang. Maka ia memungut kayu itu untuk keluarganya sebagai kayu bakar. Ketika ia
membelah kayu itu, ternyata ia menemukan sejumlah harta dan sepucuk surat itu.
Kemudian lelaki yang berutang kepadanya tiba, dan datang kepadanya dengan
membawa uang sejumlah seribu dinar, lalu berkata, "Demi Allah, aku terus
berusaha keras mencari perahu untuk sampai kepadamu dengan membawa uangmu,
tetapi ternyata aku tidak dapat menemukan sebuah perahu pun sebelum aku tiba
dengan perahu ini." Ia bertanya, "Apakah engkau pernah mengirimkan sesuatu
kepadaku?" Lelaki yang berutang balik bertanya, "Bukankah aku telah katakan
kepadamu bahwa aku tidak menemukan sebuah perahu pun sebelum perahu yang datang
membawaku sekarang?" Ia berkata, "Sesungguhnya Allah telah membayarkan utangmu
melalui apa yang engkau kirimkan di dalam kayu tersebut. Maka kembalilah kamu
dengan seribu dinarmu itu dengan sadar."
Sanad hadis ini sahih, dan Imam Bukhari meriwayatkannya dalam tujuh tempat
(dari kitabnya) melalui berbagai jalur yang sahih secara muallaq dan memakai
sigat jazm (ungkapan yang tegas). Untuk itu ia mengatakan bahwa Lais ibnu Sa'id
pernah meriwayatkan, lalu ia menuturkan hadis ini.
Menurut suatu pendapat, Imam Bukhari meriwayatkan sebagian dari hadis ini
melalui Abdullah ibnu Saleh, juru tulis Al-Lais, dari Al-Lais.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَلْيَكْتُبْ
بَيْنَكُمْ كاتِبٌ بِالْعَدْلِ
Dan hendaklah seorang penulis di antara kalian menuliskannya dengan
benar. (Al-Baqarah: 282)
Yakni secara adil dan benar. Dengan kata lain, tidak berat sebelah dalam
tulisannya; tidak pula menuliskan, melainkan hanya apa yang telah disepakati
oleh kedua belah pihak, tanpa menambah atau menguranginya.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَلا
يَأْبَ كاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَما عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ
Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah
mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis. (Al-Baqarah: 282)
Janganlah seorang yang pandai menulis menolak bila diminta untuk mencatatnya
buat orang lain; tiada suatu hambatan pun baginya untuk melakukan hal ini.
Sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya apa yang belum ia ketahui
sebelumnya, maka hendaklah ia bersedekah kepada orang lain yang tidak pandai
menulis, melalui tulisannya. Hendaklah ia menunaikan tugasnya itu dalam menulis,
sesuai dengan apa yang disebutkan oleh sebuah hadis:
«إِنَّ
مِنَ الصَّدَقَةِ أَنْ تُعِينَ صَانِعًا أَوْ تَصْنَعَ لِأَخْرَقَ»
Sesungguhnya termasuk sedekah ialah bila kamu memberikan bantuan dalam
bentuk jasa atau membantu orang yang bisu.
Dalam hadis yang lain disebutkan:
«مَنْ
كَتَمَ عِلْمًا يَعْلَمُهُ أُلْجِمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ
نَارٍ»
Barang siapa yang menyembunyikan suatu pengetahuan yang dikuasainya, maka
kelak di hari kiamat akan dicocok hidungnya dengan kendali berupa api
neraka.
Mujahid dan Ata mengatakan, orang yang pandai menulis diwajibkan mengamalkan
ilmunya.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَلْيُمْلِلِ
الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ
dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakan (apa yang akan ditulis
itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya. (Al-Baqarah: 282)
Dengan kata lain, hendaklah orang yang berutang mengimlakan kepada si penulis
tanggungan utang yang ada padanya, dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam
hal ini.
وَلا
يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئاً
dan janganlah ia mengurangi sedikit pun dari utangnya. (Al-Baqarah:
282)
Artinya, jangan sekali-kali ia menyembunyikan sesuatu dari utangnya.
فَإِنْ
كانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهاً
Jika yang berutang itu orang yang lemah
akalnya. (Al-Baqarah: 282)
Yang dimaksud dengan istilah safih ialah orang yang dilarang
ber-tasarruf karena dikhawatirkan akan berbuat sia-sia atau lain
sebagainya.
أَوْ
ضَعِيفاً
atau lemah keadaannya. (Al-Baqarah: 282)
Yakni karena masih kecil atau berpenyakit gila.
أَوْ
لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ
atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan. (Al-Baqarah: 282)
Umpamanya karena bicaranya sulit atau ia tidak mengetahui mana yang
seharusnya ia lakukan dan mana yang seharusnya tidak ia lakukan (tidak
mengetahui mana yang benar dan mana yang salah). Dalam keadaan seperti ini
disebutkan oleh firman-Nya:
{فَلْيُمْلِلْ
وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ}
maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur.
(Al-Baqarah: 282)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
وَاسْتَشْهِدُوا
شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجالِكُمْ
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di
antara kalian). (Al-Baqarah: 282) Ayat ini memerintahkan mengadakan persaksian di samping tulisan untuk lebih
memperkuat kepercayaan.
فَإِنْ
لَمْ يَكُونا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتانِ
Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang
perempuan. (Al-Baqarah: 282)
Hal ini berlaku hanya dalam masalah harta dan segala sesuatu yang berhubungan
dengannya. Sesungguhnya persaksian wanita diharuskan dua orang untuk menduduki
tempat seorang lelaki, hanyalah karena akal wanita itu kurang. Seperti yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab sahihnya:
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي
عَمْرو، عَنِ المَقْبُري، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ، تَصَدَّقْنَ
وَأَكْثِرْنَ الِاسْتِغْفَارَ، فَإِنِّي رأيتكُن أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ"،
فَقَالَتِ امْرَأَةٌ مِنْهُنَّ جَزْلة: وَمَا لَنَا -يَا رَسُولَ اللَّهِ -أَكْثَرُ
أَهْلِ النَّارِ ؟ قَالَ: "تُكْثرْنَ اللَّعْنَ، وتكفُرْنَ الْعَشِيرَ، مَا رأيتُ
مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَغْلَبَ لِذِي لُب مِنْكُنَّ". قَالَتْ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، مَا نُقْصَانُ الْعَقْلِ وَالدِّينِ؟ قَالَ: "أَمَّا نُقْصَانُ
عَقْلِهَا فَشَهَادَةُ امْرَأَتَيْنِ تَعْدل شَهَادَةَ رَجُلٍ، فَهَذَا نُقْصَانُ
الْعَقْلِ، وَتَمْكُثُ اللَّيَالِي لَا تُصَلِّي، وَتُفْطِرُ فِي رَمَضَانَ،
فَهَذَا نُقْصَانُ الدين"
telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami
Ismail ibnu Ja'far, dari Amr ibnu Abu Amr, dari Al-Maqbari, dari Abu Hurairah,
dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Hai semua kaum wanita, bersedekahlah dan
banyaklah beristigfar, karena sesungguhnya aku melihat kalian adalah mayoritas
penghuni neraka. Lalu ada salah seorang wanita dari mereka yang kritis
bertanya, "Wahai Rasulullah, mengapa kami adalah kebanyakan penghuni neraka?"
Nabi Saw. menjawab, "Kalian banyak melaknat dan ingkar kepada suami. Aku
belum pernah melihat orang (wanita) yang lemah akal dan agamanya dapat
mengalahkan orang (lelaki) yang berakal selain dari kalian." Wanita itu
bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan lemah akal dan
agamanya itu?" Nabi Saw. bersabda, "Adapun kelemahan akalnya ialah kesaksian
dua orang wanita mengimbangi kesaksian seorang lelaki, inilah segi kelemahan
akalnya. Dan ia diam selama beberapa malam tanpa salat serta berbuka dalam bulan
Ramadan (karena haid), maka segi inilah kelemahan agamanya."
*******************
Firman Allah Swt.:
مِمَّنْ
تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَداءِ
dari saksi-saksi yang kalian ridai. (Al-Baqarah: 282)
Di dalarn ayat ini terkandung makna yang menunjukkan adanya persyaratan adil
bagi saksi. Makna ayat ini bersifat muqayyad (mengikat) yang dijadikan pegangan
hukum oleh Imam Syafii dalam menangani semua kemutlakan di dalam Al-Qur'an yang
menyangkut perintah mengadakan persaksian tanpa syarat. Ayat ini dijadikan dalil
oleh orang yang menolak kesaksian seseorang yang tidak dikenal. Untuk itu ia
mempersyaratkan, hendaknya seorang saksi itu haras adil lagi disetujui.
*******************
Firman Allah Swt.:
أَنْ
تَضِلَّ إِحْداهُما
Supaya jika seorang lupa. (Al-Baqarah: 282)
Yakni jika salah seorang dari kedua wanita itu lupa terhadap
kesaksiannya,
فَتُذَكِّرَ
إِحْداهُمَا الْأُخْرى
maka yang seorang lagi mengingatkannya. (Al-Baqarah: 282)
Maksudnya, orang yang lupa akan diingatkan oleh temannya terhadap kesaksian
yang telah dikemukakannya. Berdasarkan pengertian inilah sejumlah ulama ada yang
membacanya fatuzakkira dengan memakai tasydid. Sedangkan orang yang
berpendapat bahwa kesaksian seorang wanita yang dibarengi dengan seorang wanita
lainnya, membuat kesaksiannya sama dengan kesaksian seorang laki-laki;
sesungguhnya pendapat ini jauh dari kebenaran. Pendapat yang benar adalah yang
pertama.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَلا
يَأْبَ الشُّهَداءُ إِذا مَا دُعُوا
Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila
dipanggil. (Al-Baqarah: 282)
Makna ayat ini menurut suatu pendapat yaitu 'apabila para saksi itu dipanggil
untuk mengemukakan kesaksiannya, maka mereka harus mengemukakannya'. Pendapat
ini dikatakan oleh Qatadah dan Ar-Rabi' ibnu Anas. Hal ini sama dengan makna
firman-Nya:
وَلا
يَأْبَ كاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَما عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ
Dan janganlah penults enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah
mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis. (Al-Baqarah: 282)
Berdasarkan pengertian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa mengemukakan
kesaksian itu hukumnya fardu kifayah. Menurut pendapat yang lain, makna ini
merupakan pendapat jumhur ulama; dan yang dimaksud dengan firman-Nya: Dan
janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila dipanggil.
(Al-Baqarah: 282), menunjukkan pengertian pemberian keterangan secara hakiki.
Sedangkan firman-Nya, "Asy-syuhada" yang dimaksud dengannya ialah orang
yang menanggung persaksian. Untuk itu apabila ia dipanggil untuk memberikan
keterangan, maka ia harus menunaikannya bila telah ditentukan. Tetapi jika ia
tidak ditentukan, maka hukumnya adalah fardu kifayah.
Mujahid dan Abu Mijlaz serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang
mengatakan, "Apabila kamu dipanggil menjadi saksi, maka kamu boleh memilih
antara mau dan tidak. Tetapi jika kamu telah bersaksi, kemudian dipanggil untuk
memberikan keterangan, maka kamu harus menunaikannya."
Di dalam kitab Sahih Muslim telah ditetapkan —demikian pula di dalam
kitab-kitab sunnah lainnya— melalui jalur Malik, dari Abdullah ibnu Abu Bakar
ibnu Muhammad ibnu Amr ibnu Hazm, dari ayahnya (yaitu Abdullah ibnu Amr ibnu
Usman), dari Abdur Rahman ibnu Abu Amrah, dari Zaid ibnu Khalid, bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«أَلَا
أُخْبِرُكُمْ بِخَيْرِ الشُّهَدَاءِ؟ الَّذِي يَأْتِي بِشَهَادَتِهِ قَبْلَ أَنْ
يُسْأَلَهَا»
Maukah aku ceritakan kepada kalian sebaik-baik para saksi? Yaitu orang
yang memberikan keterangan (kesaksian)nya sebelum diminta untuk
mengemukakannya.
Hadis lain dalam kitab Sahihain menyebutkan:
«أَلَا
أُخْبِرُكُمْ بِشَرِّ الشُّهَدَاءِ؟ الَّذِينَ يَشْهَدُونَ قَبْلَ أَنْ
يُسْتَشْهَدُوا»
Maukah aku ceritakan kepada kalian para saksi yang buruk? Yaitu
orang-orang yang mengemukakan kesaksiannya sebelum diminta melakukannya.
Demikian pula sabda Nabi Saw. yang mengatakan:
«ثُمَّ
يَأْتِي قَوْمٌ تَسْبِقُ أَيْمَانُهُمْ شَهَادَتَهُمْ، وَتَسْبِقُ شَهَادَتُهُمْ
أَيْمَانَهُمْ»
Kemudian datanglah suatu kaum yang kesaksian mereka mendahului sumpah, dan
sumpah mereka mendahului kesaksiannya.
Menurut riwayat yang lain disebutkan:
"ثُمَّ
يَأْتِي قَوْمٌ يَشْهَدُون وَلَا يُسْتَشْهَدون"
Kemudian datanglah suatu kaum yang selalu mengemukakan kesaksian mereka,
padahal mereka tidak diminta untuk mengemukakan kesaksiannya.
Mereka adalah saksi-saksi palsu.
Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Al-Hasan Al-Basri bahwa makna ayat ini
mencakup kedua keadaan itu, yakni menanggung dan mengemukakan persaksian.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَلا
تَسْئَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيراً أَوْ كَبِيراً إِلى أَجَلِهِ
dan janganlah kalian jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar
sampai batas waktu membayarnya. (Al-Baqarah: 282)
Hal ini merupakan kesempurnaan dari petunjuk, yaitu perintah untuk mencatat
hak, baik yang kecil maupun yang besar. Karena disebutkan pada permulaannya.
la tas-amu, artinya janganlah kalian merasa enggan mencatat hak dalam
jumlah seberapa pun, baik sedikit ataupun banyak, sampai batas waktu
pembayarannya.
*******************
Firman Allah Swt.:
ذلِكُمْ
أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهادَةِ وَأَدْنى أَلَّا
تَرْتابُوا
Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan
persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguan kalian.
(Al-Baqarah: 282)
Maksudnya, hal yang Kami perintahkan kepada kalian —yaitu mencatat hak
bilamana transaksi dilakukan secara tidak tunai— merupakan hal yang lebih adil
di sisi Allah. Juga lebih menguatkan persaksian, yakni lebih kukuh kesaksian si
saksi bila ia membubuhkan tanda tangannya; karena manakala ia melihatnya, ia
pasti ingat akan persaksiannya. Mengingat bisa saja seandainya ia tidak
membubuhkan tanda tangannya, ia lupa pada persaksiannya, seperti yang kebanyakan
terjadi.
وَأَدْنى
أَلَّا تَرْتابُو
dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguan kalian.
(Al-Baqarah: 282)
Yakni lebih menghapus keraguan; bahkan apabila kalian berselisih pendapat,
maka catatan yang telah kalian tulis di antara kalian dapat dijadikan sebagai
rujukan, sehingga perselisihan di antara kalian dapat diselesaikan dan hilanglah
rasa keraguan.
*******************
Firman Allah Swt.:
إِلَّا
أَنْ تَكُونَ تِجارَةً حاضِرَةً تُدِيرُونَها بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ
جُناحٌ أَلَّا تَكْتُبُوها
kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kalian jalankan di antara
kalian, maka tak ada dosa bagi kalian, (jika) kalian tidak menulisnya.
(Al-Baqarah: 282)
Dengan kata lain, apabila transaksi jual beli dilakukan secara kontan dan
serah terima barang dan pembayarannya, tidak mengapa jika tidak dilakukan
penulisan, mengingat tidak ada larangan bila tidak memakainya. Adapun mengenai masalah persaksian atas jual beli, hal ini disebutkan oleh
firman-Nya:
وَأَشْهِدُوا
إِذا تَبايَعْتُمْ
Dan persaksikanlah apabila kalian berjual beli. (Al-Baqarah: 282)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah
menceritakan kepadaku Yahya ibnu Abdullah ibnu Bakr, telah menceritakan kepadaku
Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepadaku Ata ibnu Dinar, dari Sa'id ibnu
Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan persaksikanlah apabila kalian
berjual beli. (Al-Baqarah: 282) Yaitu buatlah persaksian atas hak kalian
jika memakai tempo waktu, atau tidak memakai tempo waktu. Dengan kata lain,
buatlah persaksian atas hak kalian dalam keadaan apa pun.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Jabir ibnu Zaid, Mujahid,
Ata, dan Ad-Dahhak hal yang semisal. Asy-Sya'bi dan Al-Hasan mengatakan bahwa perintah yang ada dalam ayat ini
di-mansukh oleh firman-Nya: Akan tetapi jika sebagian kalian mempercayai
sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanat-nya
(utangnya). (Al-Baqarah: 283)
Tetapi menurut jumhur ulama, perintah yang terkandung di dalam ayat ini
ditafsirkan sebagai petunjuk dan anjuran, namun bukan perintah wajib. Sebagai
dalilnya ialah hadis Khuzaimah ibnu Sabit Al-Ansari yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا
أَبُو الْيَمَانِ، حَدَّثَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، حَدَّثَنِي عمَارة بْنُ
خُزَيْمَةَ الْأَنْصَارِيُّ، أَنَّ عَمَّهُ حَدَّثَهُ -وَهُوَ مِنْ أَصْحَابِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ابْتَاعَ فَرَسًا مِنْ أَعْرَابِيٍّ، فَاسْتَتْبَعَهُ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيَقْضِيَهُ ثَمَنَ فَرَسِهِ،
فَأَسْرَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبْطَأَ
الْأَعْرَابِيُّ، فَطَفِقَ رِجَالٌ يَعْتَرِضُونَ الْأَعْرَابِيَّ فَيُسَاوِمُونَهُ
بِالْفَرَسِ، وَلَا يَشْعُرُونَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ابْتَاعَهُ، حَتَّى زَادَ بَعْضُهُمُ الْأَعْرَابِيَّ فِي السَّوْمِ
عَلَى ثَمَنِ الْفَرَسِ الَّذِي ابْتَاعَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَنَادَى الْأَعْرَابِيُّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ: إِنْ كُنْتَ مُبْتَاعًا هَذَا الْفَرَسَ فابتَعْه، وَإِلَّا بعتُه،
فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حين سمع نداء الأعرابي، قال:
"أو ليس قَدِ ابْتَعْتُهُ مِنْكَ؟ " قَالَ الْأَعْرَابِيُّ: لَا وَاللَّهِ مَا
بِعْتُكَ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "بَلْ قَدِ
ابْتَعْتُهُ مِنْكَ". فَطَفِقَ النَّاسُ يَلُوذُونَ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْأَعْرَابِيِّ وَهُمَا يَتَرَاجَعَانِ، فَطَفِقَ
الْأَعْرَابِيُّ يَقُولُ: هَلُم شَهِيدًا يَشْهَدُ أَنِّي بَايَعْتُكَ. فَمَنْ
جَاءَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ قَالَ لِلْأَعْرَابِيِّ: وَيْلَكَ! إِنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَكُنْ يَقُولُ إِلَّا حَقًّا. حَتَّى
جَاءَ خزَيْمة، فَاسْتَمَعَ لِمُرَاجَعَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَمُرَاجَعَةِ الْأَعْرَابِيِّ يَقُولُ هَلُمَّ شَهِيدًا يَشْهَدُ أَنِّي
بَايَعْتُكَ. قَالَ خُزَيْمَةُ: أَنَا أَشْهَدُ أَنَّكَ قَدْ بَايَعْتَهُ.
فَأَقْبَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى خُزَيْمَةَ
فَقَالَ: "بِمَ تَشْهَدُ؟ " فَقَالَ: بِتَصْدِيقِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ. فَجَعَلَ
رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهَادَةَ خُزَيمة بِشَهَادَةِ
رَجُلَيْنِ.
telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami
Syu'aib, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Imarah ibnu Khuzaimah
Al-Ansari, bahwa pamannya yang merupakan salah seorang sahabat Nabi Saw. pernah
menceritakan kepadanya hadis berikut: Nabi Saw. pernah membeli seekor kuda dari
seorang Arab Badui. Setelah harganya disetujui, maka Nabi Saw. mencari lelaki
Badui itu untuk membayar harga kuda tersebut. Nabi Saw. mengambil keputusan yang
cepat, sedangkan lelaki Badui itu terlambat. Akhirnya di tengah jalan lelaki
Badui itu dikerumuni oleh banyak orang lelaki; mereka menawar harga kuda itu,
sedangkan mereka tidak mengetahui bahwa Nabi Saw. telah membelinya. Hingga salah
seorang dari mereka ada yang mau membelinya dengan harga yang lebih tinggi dari
apa yang pernah ditawar oleh Nabi Saw. Lalu lelaki Badui itu berseru kepada Nabi
Saw., "Jika engkau ingin membeli kuda ini, maka belilah; dan jika engkau tidak
mau membelinya, aku akan menjualnya (kepada orang lain)." Maka Nabi Saw. berdiri
dan bangkit ketika mendengar seruan itu, lalu beliau bersabda, "Bukankah aku
telah membelinya darimu?" Lelaki Badui itu menjawab, "Tidak, demi Allah, aku
belum menjualnya kepadamu." Nabi Saw. bersabda, "Tidak, bahkan aku telah
membelinya darimu." Maka orang-orang mengerumuni Nabi Saw. dan lelaki
Badui yang sedang berbantahan itu. Orang Badui itu berkata, "Datangkanlah
seseorang yang mempersaksikan bahwa aku telah menjual kuda ini kepadamu." Lalu
setiap orang yang datang dari kaum muslim mengatakan kepada lelaki Badui itu,
"Celakalah kamu ini, sesungguhnya Nabi Saw. tidak pernah berbicara tidak benar
melainkan hanya benar belaka." Hingga datanglah Khuzaimah, lalu ia mendengarkan
pengakuan Nabi Saw. dan sanggahan lelaki Badui yang mengatakan, "Datangkanlah
seorang saksi yang mempersaksikan bahwa aku telah menjual(nya) kepadamu." Lalu
Khuzaimah berkata, "Aku bersaksi bahwa engkau (Nabi Saw.) telah membeli kuda itu
darinya." Lalu Nabi Saw. berpaling ke arah Khuzaimah dan bersabda, "Dengan
alasan apakah kamu bersaksi?" Khuzaimah menjawab, "Dengan percaya kepadamu,
wahai Rasulullah." Maka Rasulullah Saw. menjadikan persaksian Khuzaimah sama
kedudukannya dengan persaksian dua orang lelaki.
Hal yang semisal diriwayatkan pula oleh Imam Abu Daud melalui hadis Syu'aib
dan An-Nasai melalui riwayat Muhammad ibnul Walid Az-Zubaidi; keduanya
meriwayatkan hadis ini dari Az-Zuhri dengan lafaz yang semisal.
Akan tetapi, untuk lebih hati-hati sebagai tindakan preventif ialah pendapat
yang mengatakan sebagai petunjuk dan sunnah, karena berdasarkan apa yang telah
diriwayatkan oleh kedua Imam, yaitu Al-Hafiz Abu Bakar Ibnu Murdawaih dan Imam
Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui riwayat Mu'az ibnu Mu'az Al-Anbari,
dari Syu'bah, dari Firas, dari Asy-Sya'bi, dari Abu Burdah, dari Abu Musa, dari
Nabi Saw. yang telah bersabda:
«ثَلَاثَةٌ
يَدْعُونَ اللَّهَ فَلَا يُسْتَجَابُ لَهُمْ: رَجُلٌ لَهُ امْرَأَةٌ سَيِّئَةُ
الْخُلُقِ فَلَمْ يُطَلِّقْهَا، وَرَجُلٌ دَفَعَ مَالَ يَتِيمٍ قَبْلَ أَنْ
يَبْلُغَ، وَرَجُلٌ أَقْرَضَ رَجُلًا مَالًا فَلَمْ يُشْهِدْ»
Ada tiga macam orang yang berdoa kepada Allah, tetapi tidak diperkenankan
bagi mereka, yaitu seorang lelaki yang mempunyai istri yang berakhlak buruk,
tetapi ia tidak menceraikannya. Seorang lelaki yang menyerahkan harta anak yatim
kepada anak yatim yang bersangkutan sebelum usianya balig, dan seorang lelaki
yang memberikan sejumlah utang kepada lelaki lain tanpa memakai saksi.
Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih dengan syarat
Syaikhain. Imam Hakim mengatakan, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya,
mengingat murid-murid Syu'bah me-mauquf-kan hadis ini hanya pada Abu Musa
(yakni kata-kata Abu Musa). Sesungguhnya yang mereka sepakati sanad hadis
Syu'bah hanyalah hadis yang mengatakan: Ada tiga macam orang yang diberikan
pahalanya kepada mereka dua kali lipat...
*******************
Firman Allah Swt.:
وَلا
يُضَارَّ كاتِبٌ وَلا شَهِيدٌ
dan janganlah penulis serta saksi saling sulit-menyulitkan.
(Al-Baqarah: 282)
Menurut suatu pendapat, makna ayat ini ialah janganlah penulis dan saksi
berbuat menyeleweng, misalnya dia menulis hal yang berbeda dari apa yang
diimlakan kepadanya, sedangkan si saksi memberikan keterangan yang berbeda
dengan apa yang didengarnya, atau ia menyembunyikan kesaksiannya secara
keseluruhan. Pendapat ini dikatakan oleh Al-Hasan dan Qatadah serta selain
keduanya. Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah tidak boleh
mempersulit keduanya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Usaid ibnu Asim,
telah menceritakan kepada kami Al-Husain (yakni Ibnu Hafs), telah menceritakan
kepada kami Sufyan, dari Yazid ibnu Abu Ziad, dari Miqsam, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan firman-Nya: dan janganlah penulis serta saksi saling
sulit-menyulitkan. (Al-Baqarah: 282) Bahwa seorang lelaki datang, lalu
memanggil keduanya (juru tulis dan saksi) supaya mencatat dan mempersaksikan,
lalu keduanya mengatakan, "Kami sedang dalam keperluan." Kemudian ia berkata,
"Sesungguhnya kamu berdua telah diperintahkan melakukannya." Maka tidak boleh
baginya mempersulit keduanya.
Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa hal yang semisal telah diriwayatkan
dari Ikrimah, Mujahid, Tawus, Sa'id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, Atiyyah, Muqatil
ibnu Hayyan, dan Ar-Rabi' ibnu Anas serta As-Saddi.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَإِنْ
تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ
Jika kalian lakukan (yang demikian itu), maka sesungguhnya hal itu adalah
suatu kefasikan pada diri kalian. (Al-Baqarah: 282)
Yakni jika kalian menyimpang dari apa yang diperintahkan kepada kalian atau
kalian melakukan hal yang dilarang kalian melakukannya, maka hal ini merupakan
perbuatan kefasikan yang kalian lakukan. Kalian dicap sebagai orang yang fasik,
tidak dapat dielakkan lagi; dan kalian tidak terlepas dari julukan ini.
Firman Allah Swt.:
وَاتَّقُوا
اللَّهَ
Dan bertakwalah kepada Allah. (Al-Baqarah: 282)
Yaitu takutlah kalian kepada-Nya, tanamkanlah rasa raqabah (pengawasan
Allah) dalam diri kalian, kerjakanlah apa yang diperintahkan oleh-Nya, dan
tinggalkanlah apa yang dilarang oleh-Nya.
وَيُعَلِّمُكُمُ
اللَّهُ
Allah mengajari kalian. (Al-Baqarah: 282)
sama pengertiannya dengan firman Allah Swt.:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ
فُرْقاناً
Hai orang-orang yang beriman, jika kalian bertakwa kepada Allah, niscaya
Dia akan memberikan kepada kalian Furqan. (Al-Anfal: 29)
Sama pula dengan makna firman-Nya:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَآمِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ
كِفْلَيْنِ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيَجْعَلْ لَكُمْ نُوراً تَمْشُونَ
بِهِ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berimanlah
kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepada kalian dua bagian,
dan menjadikan untuk kalian cahaya, dengan cahaya itu kalian dapat berjalan.
(Al-Hadid: 28)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
وَاللَّهُ
بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيم
Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Baqarah: 282)
Yakni Dia mengetahui semua hakikat, semua urusan,
kemaslahatan-kemaslahatannya, dan akibat-akibatnya; tiada sesuatu pun yang samar
bagi Dia, melainkan pengetahuan-Nya meliputi semua makhluk.
Tafsir Ibnus Katsir
0 Response to "Al-Baqoroh Ayat 282"
Posting Komentar