Al-Baqoroh Ayat 275
Selasa, 15 Mei 2018
Add Comment
{الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ
الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ
مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ
وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (275)
}
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak
dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu karena mereka berkata
(berpendapat) bahwa sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah
sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil
riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan);
dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya.
Setelah Allah menuturkan perihal orang-orang yang bertakwa, yaitu orang-orang
yang menafkahkan hartanya, mengeluarkan zakatnya, lagi suka berbuat kebajikan
dan memberi sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan, juga kepada
kaum kerabatnya dalam semua waktu dan dengan berbagai cara, maka Allah Swt.
menyebutkan perihal orang-orang yang memakan riba dan memakan harta orang lain
dengan cara yang batil, serta melakukan berbagai macam usaha syubhat. Melalui
ayat ini Allah Swt. memberitakan keadaan mereka kelak di saat mereka
dibangkitkan dari kuburnya, lalu berdiri menuju tempat dihimpunnya semua
makhluk. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ الرِّبا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَما يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطانُ مِنَ الْمَسِّ
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit
gila. (Al-Baqarah: 275)
Dengan kata lain, tidak sekali-kali mereka bangkit dari kuburnya pada hari
kiamat nanti, melainkan seperti orang gila yang terbangun pada saat mendapat
tekanan penyakit dan setan merasukinya. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi
berdiri mereka pada saat itu sangat buruk.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa orang yang memakan riba (melakukan riba)
dibangkitkan pada hari kiamat nanti dalam keadaan gila dan tercekik. Demikianlah
menurut riwayat Ibnu Abu Hatim. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan
pula hal yang semisal dari Auf ibnu Malik, Sa'id ibnu Jubair, As-Saddi, Ar-Rabi'
ibnu Anas, Qatadah, dan Muqatil ibnu Hayyan.
Telah diriwayatkan dari Abdullah ibnu Abbas, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair,
Al-Hasan, Qatadah, dan Muqatil ibnu Hayyan, bahwa mereka telah mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba
tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan
karena (tekanan) penyakit gila. (Al-Baqarah: 275), Yakni kelak pada hari
kiamat. Hal yang sama dikatakan oleh Ibnu Abu Nujaih dari Mujahid, Ad-Dahhak,
dan Ibnu Zaid.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan melalui hadis Abu Bakar ibnu Abu Maryam dari
Damrah ibnu Hanif, dari Abu Abdullah ibnu Mas'ud, dari ayahnya, bahwa ia membaca
ayat berikut dengan bacaan berikut tafsirnya, yaitu: Orang-orang yang makan
(mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang
yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakil gila, kelak di hari
kiamat. (Al-Baqarah: 275)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah
menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami
Rabi'ah ibnu Kalsum, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Sa'id ibnu
Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa kelak di hari kiamat dikatakan
kepada pemakan riba, "Ambillah senjatamu untuk perang," lalu ia membacakan
firman-Nya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri,
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan)
penyakil gila. (Al-Baqarah: 275) Demikian itu terjadi ketika mereka bangkit
dari kuburnya.
Di dalam hadis Abu Sa'id Al-Khudri yang mengisahkan tentang hadis Isra,
seperti yang disebutkan di dalam surat Al-Isra", dinyatakan bahwa Rasulullah
Saw. di malam beliau melakukan Isra melewati suatu kaum yang mempunyai perut
besar-besar seperti rumah. Maka beliau Saw. bertanya (kepada Jibril) tentang
mereka, lalu dikatakan kepadanya bahwa mereka adalah orang-orang yang memakan
riba. Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam hadis yang panjang.
قَالَ
ابْنُ مَاجَهْ: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ
بْنُ مُوسَى، عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ أَبِي
الصَّلْتِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَتَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى قَوْمٍ بُطُونُهُمْ
كَالْبُيُوتِ، فِيهَا الْحَيَّاتُ تُرَى مِنْ خَارِجِ بُطُونِهِمْ. فَقُلْتُ: مَنْ
هَؤُلَاءِ يَا جِبْرِيلُ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ أَكَلَةُ الرِّبَا".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Ibnu Abu
Syaibah. telah menceritakan kepada kami Al-Hasan Ibnu Musa, dari Hammad ibnu
Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari Abus Silt, dari Abu Hurairah yang menceritakan
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Aku bersua di malam aku menjalani Isra
dengan suatu kaum yang perut mereka sebesar-besar rumah, di dalam perut mereka
terdapat ular-ular yang masuk dari luar perut mereka. Maka aku bertanya,
"Siapakah mereka itu, hai Jibril?" Jibril menjawab, "Mereka adalah para pemakan
riba."
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Hasan dan Affan, keduanya dari
Hammad ibnu Salamah dengan lafaz yang sama, tetapi di dalam sanadnya terkandung
kelemahan. Imam Bukhari meriwayatkan dari Samurah ibnu Jundub di dalam hadisul
manam (mengenai mimpi) yang cukup panjang. Di dalamnya disebutkan bahwa kami
menjumpai sebuah sungai, yang menurut dugaanku perawi mengatakan bahwa warna
airnya merah seperti darah. Tiba-tiba di dalam sungai itu terdapat seorang
lelaki yang sedang berenang, sedangkan di pinggir sungai terdapat lelaki lain
yang telah mengumpulkan batu-batuan yang banyak di dekatnya. Lalu lelaki yang
berenang itu menuju ke arah lelaki yang di dekatnya banyak batu. Ketika lelaki
yang berenang itu mengangakan mulutnya, maka lelaki yang ada di pinggir sungai
menyumbatnya dengan batu. Lalu perawi menuturkan dalam tafsir hadis ini bahwa
lelaki yang berenang itu adalah pemakan riba.
*******************
Firman Allah Swt.:
{ذَلِكَ
بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ
الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا}
Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat)
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba. (Al-Baqarah: 275)
Dengan kata lain, sesungguhnya mereka menghalalkan hal tersebut tiada lain
karena mereka menentang hukum-hukum Allah dalam syariat-Nya, dan hal ini
bukanlah analogi mereka yang menyamakan riba dengan jual beli, karena
orang-orang musyrik tidak mengakui kaidah jual beli yang disyariatkan oleh Allah
di dalam Al-Qur'an. Sekiranya hal ini termasuk ke dalam pengertian kias
(analogi), niscaya mereka mengatakan, "Sesungguhnya riba itu seperti jual beli,"
tetapi ternyata mereka mengatakan: sesungguhnya jual beli sama dengan
riba. (Al-Baqarah: 275)
Dengan kata lain, jual beli itu sama dengan riba; mengapa yang ini
diharamkan, sedangkan yang itu tidak? Hal ini jelas merupakan pembangkangan dari
mereka terhadap hukum syara'. Yakni yang ini sama dengan yang itu, tetapi yang
ini dihalalkan dan yang itu (riba) diharamkan.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَأَحَلَّ
اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا
Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
(Al-Baqarah: 275)
Makna ayat ini dapat ditafsirkan sebagai kelanjutan dari kalam sebelumnya
untuk menyanggah protes yang mereka katakan, padahal mereka mengetahui bahwa
Allah membedakan antara jual beli dan riba secara hukum. Dia Maha Mengetahui
lagi Mahabijaksana yang tiada akibat bagi keputusan hukum-Nya, tidak dimintai
pertanggung-jawaban atas apa yang diperbuat-Nya, sedangkan mereka pasti dimintai
pertanggungjawabannya. Dia Maha Mengetahui semua hakikat segala perkara dan
kemaslahatannya; mana yang bermanfaat bagi hamba-hamba-Nya, hal itu
dihalalkan-Nya bagi mereka; dan mana yang membahayakan mereka, maka Dia melarang
mereka darinya. Dia lebih belas kasihan kepada mereka daripada belas kasih
seorang ibu kepada bayinya. Karena itulah dalam firman selanjutnya Allah Swt
berfirman:
فَمَنْ
جاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى
اللَّهِ
Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan), dan urusannya terserah kepada
Allah. (Al-Baqarah: 275)
Dengan kata lain, barang siapa yang telah sampai kepadanya larangan Allah
terhadap riba, lalu ia berhenti dari melakukan riba setelah sampai berita itu
kepadanya, maka masih diperbolehkan mengambil apa yang dahulu ia lakukan sebelum
ada larangan. Dikatakan demikian karena firman-Nya:
عَفَا
اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ
Allah memaafkan apa yang telah lalu. (Al-Maidah: 95)
Seperti apa yang dikatakan oleh Nabi Saw. pada hari kemenangan atas kota
Mekah, yaitu:
«وَكُلُّ
رِبًا فِي الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ تَحْتَ قَدَمَيْ هَاتَيْنِ، وَأَوَّلُ رِبًا
أَضَعُ رِبَا الْعَبَّاسِ»
Semua riba Jahiliah telah diletakkan di bawah kedua telapak kakiku ini
(dihapuskan), mula-mula riba yang kuhapuskan adalah riba Al-Abbas.
Nabi Saw. tidak memerintahkan kepada mereka untuk mengembalikan bunga yang
diambil mereka di masa Jahiliah, melainkan memaafkan apa yang telah lalu.
Seperti juga yang disebutkan di dalam firman-Nya: maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. (Al-Baqarah: 275)
Menurut Sa'id ibnu Jubair dan As-Saddi, baginya apa yang telah lalu dari
perbuatan ribanya dan memakannya sebelum datang larangan dari Allah Swt.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah membacakan kepadaku Muhammad ibnu Abdullah
ibnu Abdul Hakam, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan
kepadaku Jarir ibnu Hazm, dari Abu Ishaq Al-Hamdani, dari Ummu Yunus (yakni
istrinya yang bernama Aliyah binti Abqa'). Ia menceritakan bahwa Ummu Bahnah
(ibu dari anak Zaid ibnu Arqam) pernah mengatakan kepada Siti Aisyah r.a., istri
Nabi Saw., "Hai Ummul Mukminin, kenalkah engkau dengan Zaid ibnu Arqam?" Siti
Aisyah r.a. menjawab, "Ya." Ia berkata, "Sesungguhnya aku menjual seorang budak
kepadanya seharga delapan ratus secara 'ata. Lalu ia memerlukan dana,
maka aku kembali membeli budak itu dengan harga enam ratus sebelum tiba masa
pelunasannya." Siti Aisyah menjawab, "Seburuk-buruk jual beli adalah apa yang
kamu lakukan, alangkah buruknya jual beli kamu. Sampaikanlah kepada Zaid, bahwa
semua jihadnya bersama dengan Rasulullah Saw. akan dihapuskan, dan benar-benar
akan dihapuskan (pahalanya) jika ia tidak mau bertobat." Ummu Yunus melanjutkan
kisahnya, bahwa ia berkata kepada Siti Aisyah r.a., "Bagaimanakah pendapatmu
jika aku bebaskan yang dua ratusnya, lalu aku menerima enam ratusnya?" Siti
Aisyah menjawab, "Ya, boleh." Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya
apa yang telah diambilnya (sebelum datang larangan). (Al-Baqarah: 275)
Asar ini cukup terkenal, dan dijadikan dalil bagi orang yang mengharamkan
masalah riba 'aini, selain dalil-dalil lainnya berupa hadis-hadis yang
disebutkan di dalam kitab mengenai hukum-hukum.
*******************
Allah Swt berfirman:
وَمَنْ
عادَ
Orang yang kembali. (Al-Baqarah: 275)
Yakni kembali melakukan riba sesudah sampai kepadanya larangan Allah, berarti
ia pasti terkena hukuman dan hujah mengenainya. Karena itulah dalam firman
selanjutnya disebutkan:
{فَأُولَئِكَ
أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ}
maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya. (Al-Baqarah: 275)
قَالَ
أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مَعِينٍ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
رَجَاءٍ الْمَكِّيُّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيْم، عَنْ أَبِي
الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ: {الَّذِينَ يَأْكُلُونَ
الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ
مِنَ الْمَسِّ} قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ
لَمْ يَذْرِ الْمُخَابَرَةَ، فَلْيَأْذَنْ بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ
وَرَسُولِهِ"
Imam Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya Abu Daud,
telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Mu'in, telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibnu Raja Al-Makki, dari Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam, dari Abuz
Zubair, dari Jabir yang menceritakan bahwa ketika ayat berikut diturunkan, yaitu
firman-Nya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri,
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan)
penyakit gila. (Al-Baqarah: 275); Maka Rasulullah Saw. bersabda: Barang
siapa yang tidak mau meninggalkan (berhenti dari) mukhabarah (bagi hasil), maka
diserukan perang terhadapnya dari Allah dan Rasul-Nya.
Hadis riwayat Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Abu
Khaisam, dan ia mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat Muslim, tetapi
keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Mukhabarah, juga dikenal dengan istilah muzara'ah, ialah
menyewa lahan dengan bayaran sebagian dari apa yang dihasilkan oleh lahan itu.
Muzabanah ialah membeli buah kurma gemading yang ada di pohonnya dengan
pembayaran berupa buah kurma yang telah dipetik (masak). Muhaqalah yaitu
membeli biji-bijian yang masih hijau dengan biji-bijian yang telah masak (ijon).
Sesungguhnya semuanya dan yang semisal dengannya diharamkan tiada lain untuk
menutup pintu riba, mengingat persamaan di antara kedua barang yang
dipertukarkan tidak diketahui karena belum kering. Karena itulah para ahli fiqih
mengatakan bahwa persamaan yang tidak diketahui sama halnya dengan
mufadalah (ada kelebihan pada salah satu pihaknya). Berangkat dari
pengertian inilah maka mereka mengharamkan segala sesuatu yang menjurus ke arah
riba dan memutuskan semua sarana yang membantunya, sesuai dengan pemahaman
mereka. Perbedaan pendapat dan pandangan mereka dalam masalah ini berpangkal
dari ilmu yang dianugerahkan oleh Allah Swt. kepada masing-masing dari mereka,
karena Allah Swt. telah berfirman:
وَفَوْقَ
كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ
Dan di atas setiap orang yang berilmu ada yang lebih berilmu. (Yusuf:
76)
Bab "Riba" merupakan bab paling sulit menurut kebanyakan ahli ilmu agama.
Amirul Mukminin Umar ibnul Khattab r.a. pernah mengatakan, "Seandainya saja
Rasulullah Saw. memberikan suatu keterangan yang memuaskan kepada kami tentang
masalah jad (kakek) dan kalalah serta beberapa bab yang menyangkut
masalah riba. Yang dimaksudnya ialah beberapa masalah yang di dalamnya terdapat
campuran masalah riba." Hukum syariat telah tegas-tegas menyatakan bahwa semua
sarana yang menjurus ke arah hal yang diharamkan hukumnya sama haramnya; karena
semua sarana yang membantu ke arah hal yang diharamkan hukumnya haram.
Sebagaimana hal yang menjadi kesempurnaan bagi perkara yang wajib, hukumnya
wajib pula.
Di dalam hadis Sahihain, dari An-Nu'man ibnu Basyir, disebutkan bahwa ia
pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"إِنَّ
الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ، وَبَيْنَ ذَلِكَ أُمُورٌ
مُشْتَبِهَاتٌ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبَهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ،
وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبَهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ
الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ"
Sesungguhnya perkara yang halal itu jelas dan perkara yang haram jelas
(pula), sedangkan di antara keduanya terdapat hal-hal yang syubhat. Maka barang
siapa yang memelihara dirinya dari hal-hal yang syubhat, berarti dia telah
membersihkan agama dan kehormatannya. Dan barang siapa yang terjerumus ke dalam
hal-hal yang syubhat, berarti dia telah terjerumus ke dalam hal yang haram.
Perihalnya sama dengan seorang penggembala yang menggembalakan ternaknya di
sekitar tempat yang terlarang, maka sulit baginya menghindar dari tempat yang
terlarang itu.
Di dalam kitab-kitab sunnah disebutkan dari Al-Hasan ibnu Ali r.a., bahwa ia
pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
«دَعْ
مَا يُرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يُرِيبُكَ»
Tinggalkanlah hal yang meragukanmu untuk melakukan hal yang tidak kamu
ragukan.
Di dalam hadis lain disebutkan:
«الْإِثْمُ
مَا حَاكَ فِي الْقَلْبِ وَتَرَدَّدَتْ فِيهِ النَّفْسُ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ
عَلَيْهِ النَّاسُ»
Dosa ialah sesuatu yang mengganjal di hati(mu) dan jiwa merasa ragu
terhadapnya serta kamu tidak suka bila orang lain melihatnya.
Di dalam riwayat yang lain disebutkan:
«اسْتَفْتِ
قَلْبَكَ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتَوْكَ»
Mintalah fatwa (tanyakanlah) kepada hatimu, sekalipun orang-orang meminta
fatwa kepadamu dan mereka memberikan fatwanya kepadamu.
As-Sauri meriwayatkan dari Asim, dari Asy-Sya'bi, dari Ibnu Abbas yang telah
menceritakan: Wahyu yang paling akhir diturunkan kepada Rasulullah Saw. adalah
ayat mengenai riba. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari melalui
Qubaisah, dari Ibnu Abbas.
Ahmad meriwayatkan dari Yahya, dari Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari
Sa'id ibnul Musayyab, bahwa Umar r.a. pernah mengatakan bahwa ayat yang paling
akhir diturunkan ialah ayat yang mengharamkan riba. Sesungguhnya Rasulullah Saw.
keburu wafat sebelum beliau menafsirkannya kepada kami. Maka tinggalkanlah riba
dan hal yang meragukan.
Ahmad mengatakan bahwa as'ar ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah dan Ibnu
Murdawaih melalui jalur Hayyaj ibnu Bustam, dari Daud ibnu Abu Hind, dari Abu
Nadrah, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang telah menceritakan bahwa Umar ibnul
Khattab r.a. berkhotbah kepada kami, antara lain isinya mengatakan, "Barangkali
aku akan melarang kalian beberapa hal yang baik buat kalian, dan akan
memerintahkan kepada kalian beberapa hal yang tidak layak bagi kalian.
Sesungguhnya ayat Al-Qur'an yang diturunkan paling akhir adalah ayat riba, dan
sesungguhnya Rasulullah Saw. wafat, sedangkan beliau belum menjelaskannya kepada
kami. Maka tinggalkanlah hal-hal yang meragukan kalian untuk melakukan hal-hal
yang tidak meragukan kalian."
Ibnu Abu Abdi mengatakan bahwa sanad hadis ini berpredikat mauquf, lalu ia
mengetengahkan hadis ini. Hadis ini diketengahkan pula oleh Imam Hakim di dalam
kitab Mustadrak-nya.
قَالَ
ابْنُ مَاجَهْ: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ الصَّيْرَفِيُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ
أَبِي عَدِيٍّ، عَنْ شُعْبَةَ، عَنْ زُبَيْدٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ مَسْرُوقٍ،
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ -هُوَ ابْنِ مَسْعُودٍ -عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الرِّبَا ثَلَاثَةٌ وَسَبْعُونَ بَابًا"
Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali
As-Sairafi, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Abdi, dari Syu'bah, dari
Zubaid, dari Ibrahim, dari Masruq, dari Abdullah (yaitu Ibnu Mas'ud), dari Nabi
Saw. yang telah bersabda: Riba terdiri atas tujuh puluh tiga bab
(macam).
Imam Hakim meriwayatkan pula hal yang semisal di dalam kitab Mustadrak-nya
melalui hadis Amr ibnu Ali Al-Fallas berikut sanadnya. Ia menambahkan dalam
riwayatnya hal berikut:
«أَيْسَرُهَا
أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ، وَإِنَّ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ
الْمُسْلِمِ»
Yang paling ringan ialah bila seorang lelaki mengawini ibunya. Dan
sesungguhnya riba yang paling berat ialah kehormatan seorang lelaki
muslim.
Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat Syaikhain (Bukhari
dan Muslim), tetapi keduanya tidak mengetengahkan hadis ini.
قَالَ
ابْنُ مَاجَهْ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ إِدْرِيسَ، عَنْ أَبِي مَعْشَرٍ، عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"الرِّبَا سَبْعُونَ حُوبًا، أَيْسَرُهَا أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ
أُمَّهُ"
Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Sa'id,
telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Idris, dari Abu Ma'syar, dari Sa'id
Al-Maqbari, dari Abu Hurairah yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Riba itu tujuh puluh bagian. Yang paling ringan ialah
bila seorang laki-laki mengawini ibunya.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا هُشَيْم، عَنْ عَبَّادِ بْنِ رَاشِدٍ، عَنْ
سَعِيدِ بْنِ أَبِي خَيرة حَدَّثَنَا الْحَسَنُ -مُنْذُ نَحْوٍ مِنْ أَرْبَعِينَ
أَوْ خَمْسِينَ سَنَةً -عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَأْكُلُونَ
فِيهِ الرِّبَا" قَالَ: قِيلَ لَهُ: النَّاسُ كُلُّهُمْ؟ قَالَ: "مَنْ لَمْ
يَأْكُلْهُ مِنْهُمْ نَالَهُ مِنْ غُبَارِهِ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, dari Ibad ibnu
Rasyid, dari Said, dari Abu Khairah, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan
sejak dari sekitar empat puluh tahun atau lima puluh tahun, dari Abu Hurairah,
bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kelak akan datang kepada manusia suatu
zaman yang dalam zaman itu mereka memakan riba. Ketika ditanyakan kepadanya,
bahwa apakah semua orang (melakukannya)? Maka beliau Saw. menjawab, "Barang
siapa yang tidak memakannya dari kalangan mereka, maka ia terkena oleh debu
(getah)-Nya."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasai, dan Ibnu Majah dari berbagai
jalur melalui Sa'id ibnu Abu Khairah, dari Al-Hasan. Termasuk ke dalam bab ini pengharaman semua sarana yang menjurus ke hal-hal
yang diharamkan, seperti hadis yang disebutkan oleh Imam Ahmad;
حَدَّثَنَا
أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ مُسْلِمِ بْنِ صُبَيْحٍ، عَنْ
مَسْرُوقٍ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: لَمَّا نَزَلَتِ الْآيَاتُ مِنْ آخِرِ
الْبَقَرَةِ فِي الرِّبَا خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إلى الْمَسْجِدِ، فقرأهُن، فَحَرَّمَ التِّجَارَةَ فِي
الْخَمْرِ.
telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami
Al-A'masy, dari Muslim ibnu Sabih, dari Masruq, dari Siti Aisyah yang telah
menceritakan: Ketika diturunkan ayat-ayat terakhir surat Al-Baqarah yang
menyangkut masalah riba, maka Rasulullah Saw. keluar menuju masjid, lalu
membacakan ayat-ayat tersebut, dan beliau mengharamkan jual beli khamr.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Jamaah selain Imam Turmuzi melalui berbagai
jalur dari Al-A'masy dengan lafaz yang sama. Demikianlah menurut lafaz riwayat Imam Bukhari dalam tafsir ayat ini, yaitu:
"Maka beliau mengharamkan jual beli khamr."
Menurut lafaz lain yang juga dari Imam Bukhari, bersumber dari Siti Aisyah
r.a., disebut seperti berikut: Setelah diturunkan ayat-ayat terakhir dari
surat Al-Baqarah mengenai masalah riba, maka Rasulullah Saw. membacakannya
kepada orang-orang, kemudian beliau Saw. mengharamkan jual beli khamr.
Salah seorang Imam yang membicarakan hadis ini mengatakan, "Setelah riba dan
semua sarananya diharamkan, maka diharamkan pula khamr dan semua sarana yang
membantunya, seperti memperjualbelikannya dan lain sebagainya." Seperti yang
dikatakan oleh Rasulullah Saw. dalam sebuah hadis yang muttafaq 'alaih
(disepakati kesahihannya oleh Bukhari dan Muslim), yaitu:
«لَعَنَ
اللَّهُ الْيَهُودَ حُرِّمَتْ عَلَيْهِمُ الشُّحُومُ فَجَمَّلُوهَا فَبَاعُوهَا
وَأَكَلُوا أَثْمَانَهَا»
Allah melaknat orang-orang Yahudi, diharamkan kepada mereka lemak, tetapi
mereka memulasinya, kemudian mereka menjualnya dan memakan hasilnya.
Dalam pembahasan yang lalu disebutkan hadis Ali dan Ibnu Mas'ud serta selain
keduanya pada masalah laknat Allah terhadap muhallil (penghapus talak), dalam
tafsir firman-Nya: hingga dia kawin dengan suami yang lain. (Al-Baqarah:
230) Yaitu sabda Rasulullah Saw. yang mengatakan:
«لَعَنَ
اللَّهُ آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَكَاتِبَهُ»
Allah melaknat pemakan riba, wakilnya, kedua saksinya, dan juru
tulisnya.
Mereka mengatakan bahwa tidak sekali-kali seseorang menyaksikan dan mencatat
riba kecuali jika riba ditampakkan dalam bentuk transaksi yang diakui oleh
syariat, tetapi pada hakikatnya transaksi itu sendiri batal. Hal yang dijadikan
pertimbangan adalah maknanya, bukan gambar lahiriahnya, mengingat semua amal
perbuatan itu berdasarkan niat masing-masing. Di dalam sebuah hadis sahih
disebutkan:
«إِنَّ
اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَا إِلَى أَمْوَالِكُمْ، وَإِنَّمَا
يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ، وَأَعْمَالِكُمْ»
Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian dan tidak pula
kepada harta kalian, melainkan Dia memandang kepada hati dan amal perbuatan
kalian.
Abul Abbas ibnu Taimiyyah menulis sebuah kitab yang isinya membatalkan
tentang tahlil, di dalamnya terkandung larangan menggunakan semua sarana
yang menjurus kepada setiap perkara yang batil. Penyajian yang disuguhkannya itu
cukup memuaskan, semoga Allah merahmati dan melimpahkan rida-Nya
kepadanya.
Tafsir Ibnu Katsir
0 Response to "Al-Baqoroh Ayat 275"
Posting Komentar