Al-Baqoroh Ayat 267-269
Selasa, 15 Mei 2018
Add Comment
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا
أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الأرْضِ وَلا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ
وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ
غَنِيٌّ حَمِيدٌ (267) الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ
بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلا وَاللَّهُ وَاسِعٌ
عَلِيمٌ (268) يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ
أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلا أُولُو الألْبَابِ (269)
}
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah
(di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kalian yang baik-baik dan sebagian
dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kalian. Dan janganlah kalian memilih yang buruk-buruk, lalu
kalian nafkahkan darinya, padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah
Mahakaya lagi Maha Terpuji. Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kalian dengan
kemiskinan dan menyuruh kalian berbuat kejahatan (kikir); sedangkan Allah
menjanjikan untuk kalian ampunan dari-Nya dan karunia. Dan Allah Mahaluas
(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. Allah memberikan hikmah kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi
kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali
orang-orang yang berakal.
Allah Swt memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk berinfak.
Yang dimaksud dengan infak dalam ayat ini ialah bersedekah. Menurut Ibnu Abbas,
sedekah harus diberikan dari harta yang baik (yang halal) yang dihasilkan oleh
orang yang bersangkutan. Menurut Mujahid, yang dimaksud dengan hasil usaha ialah berdagang; Allah
telah memudahkan cara berdagang bagi mereka. Menurut Ali dan As-Saddi, makna
firman-Nya: dari hasil usaha kalian yang baik. (Al-Baqarah: 267), Yakni
emas dan perak, juga buah-buahan serta hasil panen yang telah ditumbuhkan oleh
Allah di bumi untuk mereka.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa Allah memerintahkan kepada mereka untuk berinfak
dari sebagian harta mereka yang baik, yang paling disukai dan paling disayang.
Allah melarang mereka mengeluarkan sedekah dari harta mereka yang buruk dan
jelek serta berkualitas rendah; karena sesungguhnya Allah itu Mahabaik, Dia
tidak mau menerima kecuali yang baik. Karena itulah dalam firman selanjutnya
disebutkan:
وَلا
تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ
Dan janganlah kalian memilih yang buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan
darinya, padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya. (Al-Baqarah:
267)
Yakni janganlah kalian sengaja memilih yang buruk-buruk. Seandainya kalian
diberi yang buruk-buruk itu, niscaya kalian sendiri tidak mau menerimanya
kecuali dengan memicingkan mata terhadapnya. Allah Mahakaya terhadap hal seperti
itu dari kalian, maka janganlah kalian menjadikan untuk Allah apa-apa yang tidak
kalian sukai.
Menurut pendapat yang lain, makna firman-Nya: Dan janganlah kalian memilih
yang buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan darinya. (Al-Baqarah: 267), Yakni
janganlah kalian menyimpang dari barang yang halal, lalu dengan sengaja
mengambil barang yang haram, kemudian barang yang haram itu kalian jadikan
sebagai nafkah kalian.
Sehubungan dengan ayat ini ada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ، حَدَّثَنَا أَبَانُ بْنُ إِسْحَاقَ، عَنِ الصَّبَّاحِ
بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ مُرّة الهَمْداني، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم: "إن اللَّهَ قَسَمَ بَيْنَكُمْ
أَخْلَاقَكُمْ، كَمَا قَسَمَ بَيْنَكُمْ أَرْزَاقَكُمْ، وَإِنَّ اللَّهَ يُعْطِي
الدُّنْيَا مَنْ يُحِبُّ وَمَنْ لَا يُحِبُّ، وَلَا يُعْطِي الدِّينَ إِلَّا لِمَنْ
أحبَّ، فَمَنْ أَعْطَاهُ اللَّهُ الدِّينَ فَقَدْ أَحَبَّهُ، وَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ، لَا يُسْلِمُ عَبْدٌّ حَتَّى يُسلِمَ قلبُه وَلِسَانُهُ، وَلَا يُؤْمِنُ
حَتَّى يَأْمَنَ جارُه بَوَائِقَهُ". قَالُوا: وَمَا بَوَائِقُهُ يَا نَبِيَّ
اللَّهِ؟. قَالَ: "غَشَمُه وَظُلْمُهُ، وَلَا يَكْسِبُ عَبْدٌ مَالًا مِنْ حَرَامٍ
فينفقَ مِنْهُ فيباركَ لَهُ فِيهِ، وَلَا يتصدقُ بِهِ فَيُقْبَلَ مِنْهُ، وَلَا
يَتْرُكُهُ خَلْفَ ظَهْرِهِ إِلَّا كَانَ زَادَهُ إِلَى النَّارِ، إِنَّ اللَّهَ
لَا يَمْحُو السَّيِّئَ بِالسَّيِّئِ، وَلَكِنْ يَمْحُو السَّيِّئَ بِالْحَسَنِ،
إِنَّ الْخَبِيثَ لَا يَمْحُو الْخَبِيثَ"
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, telah menceritakan kepada
kami Ishaq, dari As-Sabbah ibnu Muhammad, dari Murrah Al-Hamdani, dari Abdullah
ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Sesungguhnya Allah telah membagikan di antara kalian akhlak-akhlak kalian,
sebagaimana Dia telah membagi-bagi di antara kalian rezeki-rezeki kalian.
Dan sesungguhnya Allah memberikan dunia ini kepada semua orang, baik yang
disukai-Nya ataupun yang tidak disukai-Nya. Tetapi Allah tidak memberikan agama
kecuali kepada orang yang disukai-Nya. Maka barang siapa yang dianugerahi agama
oleh Allah, berarti Allah mencintainya. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam
genggaman kekuasaan-Nya, seorang hamba masih belum Islam sebelum kalbu dan
lisannya Islam, dan masih belum beriman sebelum tetangga-tetangganya merasa aman
dari ulahnya. Mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Nabi Allah, apakah yang
dimaksud dengan bawa'iqahu?" Nabi Saw. menjawab, "Tipuan dan perbuatan
aniayanya. Dan tidak sekali-kali seorang hamba mencari usaha dari cara yang
diharamkan, lalu ia menginfakkannya dan mendapat berkah dari infaknya itu. Dan
tidak sekali-kali ia menyedekahkannya, lalu sedekahnya diterima darinya. Dan
tidak sekali-kali ia meninggalkannya di belakang punggungnya (yakni
menyimpannya), melainkan hartanya itu kelak menjadi bekal baginya di neraka.
Sesungguhnya Allah tidak menghapus yang buruk dengan yang buruk lagi, melainkan
Dia menghapus yang buruk dengan yang baik. Sesungguhnya hal yang buruk itu tidak
dapat menghapuskan keburukan lainnya."
Akan tetapi, pendapat yang sahih adalah pendapat yang pertama tadi.
Ibnu Jarir rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Husain
ibnu Umar Al-Abqari, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Asbat, dari
As-Saddi, dari Addi ibnu Sabit, dari Al-Barra ibnu Azib r.a. sehubungan dengan
firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usaha kalian yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kalian. Dan ja-nganlah kalian memilih yang
buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan darinya. (Al-Baqarah: 267), hingga akhir
ayat. Ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Ansar. Dahulu orang-orang
Ansar apabila tiba masa panen buah kurma, mereka mengeluarkan buah kurma yang
belum masak benar (yang disebut busr) dari kebun kurmanya. Lalu mereka
menggantungkannya di antara kedua tiang masjid dengan tali, yaitu di masjid
Rasul. Maka orang-orang miskin dari kalangan Muhajirin makan buah kurma itu.
Lalu ada seorang lelaki dari kalangan mereka (kaum Ansar) dengan sengaja
mencampur kurma yang buruk dengan busr (agar tidak kelihatan), ia menduga bahwa
hal itu diperbolehkan. Maka turunlah firman Allah berkenaan dengan orang yang
berbuat demikian, yaitu: Dan janganlah kalian memilih yang buruk-buruk, lalu
kalian nafkahkan darinya. (Al-Baqarah: 267)
Kemudian Ibnu Jarir, Ibnu Majah, dan Ibnu Murdawaih serta Imam Hakim di dalam
kitab Mustadrak-nya melalui As-Saddi, dari Addi ibnu Sabit, dari Al-Barra
meriwayatkan hal yang semisal. Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini berpredikat
sahih dengan syarat Bukhari dan Muslim, tetapi keduanya tidak mengetengahkan
hadis ini.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj,
telah menceritakan kepada kami Ubaidillah, dari Israil, dari As-Saddi, dari Abu
Malik, dari Al-Barra r.a. sehubungan dengan firman-Nya: Dan janganlah kalian
memilih yang buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan darinya, padahal kalian sendiri
tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya.
(Al-Baqarah: 267) Al-Barra r.a. mengatakan, "Ayat ini diturunkan berkenaan
dengan kami (kalangan Ansar); di antara kami ada orang-orang yang memiliki kebun
kurma. Seseorang dari kami biasa mendatangkan sebagian dari hasil buah kurmanya
sesuai dengan kadar yang dimilikinya; ada yang banyak, dan ada yang sedikit.
Kemudian ada seorang lelaki (dari kalangan Ansar) datang dengan membawa buah
kurma yang buruk, lalu menggantungkannya di masjid. Sedangkan golongan
suffah (fakir miskin) tidak mempunyai makanan; seseorang di antara mereka
apabila lapar datang, lalu memukulkan tongkatnya pada gantungan buah kurma yang
ada di masjid, maka berjatuhanlah darinya buah kurma yang belum masak dan yang
berkualitas rendah, lalu memakannya. Di antara orang-orang yang tidak
menginginkan kebaikan memberikan sedekahnya berupa buah kurma yang buruk dan
yang telah kering dan belum masak, untuk itu ia datang dengan membawa buah
kurmanya yang buruk dan menggantungkannya di masjid. Maka turunlah ayat berikut,
yaitu firman-Nya: 'Dan janganlah kalian memilih yang buruk-buruk, lalu kalian
nafkahkan darinya, padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya melainkan
dengan memicingkan mata terhadapnya' (Al-Baqarah: 267)." Al-Barra ibnu Azib
r.a. mengatakan, "Seandainya seseorang di antara kalian diberi hadiah buah kurma
seperti apa yang biasa ia berikan, niscaya dia tidak mau mengambilnya kecuali
dengan memicingkan mata terhadapnya dengan perasaan malu. Maka sesudah itu
seseorang di antara kami selalu datang dengan membawa hasil yang paling baik
yang ada padanya."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, dari Abdullah ibnu Abdur Rahman
Ad-Darimi, dari Ubaidillah (yaitu Ibnu Musa Al-Absi), dari Israil, dari As-Saddi
(yaitu Ismail ibnu Abdur Rahman), dari Abu Malik Al-Gifari yang namanya adalah
Gazwan, dari Al-Barra, lalu ia mengetengahkan hadis yang semisal. Selanjutnya
Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Sulaiman
ibnu Kasir, dari Az-Zuhri, dari Abu Umamah ibnu Sahl ibnu Hanif, dari ayahnya,
bahwa Rasulullah Saw. melarang menyedekahkan dua jenis kurma, yaitu
ju'rur dan habiq (kurma yang buruk dan kurma yang sudah kering).
Tersebutlah bahwa pada mulanya orang-orang menyeleksi yang buruk-buruk dari
hasil buah kurma mereka, lalu mereka menyedekahkannya sebagai zakat mereka. Maka
turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan janganlah kalian memilih yang
buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan darinya. (Al-Baqarah: 267)
Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui hadis Sufyan ibnu Husain, dari
Az-Zuhri. Kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini disandarkan oleh Abul Walid
dari Sulaiman ibnu KaSir, dari Az-Zuhri yang lafaznya berbunyi seperti
berikut:
نَهَى
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الجُعْرُور وَلَوْنِ
الحُبيق أَنْ يُؤْخَذَا فِي الصَّدَقَةِ
Rasulullah Saw. melarang memungut kurma ju'rur (yang buruk) dan kurma yang
telah kering sebagai sedekah (zakat).
Imam Nasai meriwayatkan pula hadis ini melalui jalur Abdul Jalil ibnu Humaid
Al-Yahsubi, dari Az-Zuhri, dari Abu Umamah, tetapi ia tidak menyebutkan dari
ayahnya, lalu ia menuturkan hadis yang semisal. Hal yang semisal telah
diriwayatkan pula oleh Ibnu Wahb, dari Abdul Jalil.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Yahya ibnul Mugirah, telah menceritakan kepada kami
Jarir, dari Ata ibnus Saib, dari Abdullah ibnu Mugaffal sehubungan dengan ayat
ini: Dan janganlah kalian memilih yang buruk-buruk, lalu kalian nafkahkan
darinya. (Al-Baqarah: 267) Ia mengatakan bahwa usaha yang dihasilkan oleh
seorang muslim tidak ada yang buruk, tetapi janganlah ia menyedekahkan kurma
yang berkualitas rendah dan uang dirham palsu serta sesuatu yang tidak ada
kebaikan padanya (barang yang tak terpakai).
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ
سَلَمَةَ، عَنْ حَمَّادٍ -هُوَ ابْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ -عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنِ
الْأَسْوَدِ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: أُتِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِضَبٍّ فَلَمْ يَأْكُلْهُ وَلَمْ يَنْهَ عَنْهُ. قُلْتُ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، نُطْعِمُهُ الْمَسَاكِينَ؟ قَالَ: "لَا تُطْعِمُوهُمْ مِمَّا لَا
تَأْكُلُونَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id, telah
menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Hammad (yakni Ibnu Sulaiman),
dari Ibrahim, dari Al-Aswad, dari Siti Aisyah yang telah menceritakan: Pernah
Rasulullah Saw. mendapat kiriman daging dab (semacam biawak), maka beliau tidak
mau memakannya dan tidak pula melarangnya. Aku (Siti Aisyah) berkata, "Wahai
Rasulullah, bolehkah kami memberikannya kepada orang-orang miskin agar dimakan
oleh mereka?" Beliau Saw. menjawab, "Janganlah kalian memberi makan mereka
dengan makanan yang tidak pernah kalian makan."
Kemudian ia meriwayatkan pula hal yang semisal dari Affan, dari Hammad ibnu
Salamah; aku (Siti Aisyah) berkata, "Wahai Rasulullah, bolehkah aku
memberikannya kepada orang-orang miskin (agar dimakan mereka)?" Beliau menjawab,
"Janganlah kalian memberi makan mereka dengan makanan yang tidak pernah
kalian makan."
As-Sauri meriwayatkan dari As-Saddi, dari Abu Malik, dari Al-Barra sehubungan
dengan firman-Nya: Padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya melainkan
dengan memicingkan mata terhadapnya. (Al-Baqarah: 267) Ia mengatakan,
"Seandainya seorang lelaki mempunyai suatu hak atas lelaki yang lain, lalu si
lelaki yang berutang membayar utangnya itu kepada lelaki yang memiliki piutang,
lalu ia tidak mau menerimanya, mengingat apa yang dibayarkan kepadanya itu
berkualitas lebih ren-dah daripada miliknya yang dipinjamkan." Asar ini
diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
firman-Nya: Padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memicingkan mata terhadapnya. (Al-Baqarah: 267) Ibnu Abbas mengatakan,
"Seandainya kalian mempunyai hak atas seseorang, lalu orang itu datang dengan
membawa hak kalian yang kualitasnya lebih rendah daripada hak kalian, niscaya
kalian tidak mau menerimanya karena kurang dari kualitas yang sebenarnya."
Selanjutnya Ibnu Abbas mengatakan bahwa demikian pula makna yang terkandung di
dalam firman-Nya: melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya.
(Al-Baqarah: 267) Maka bagaimana kalian rela memberikan kepadaku apa-apa yang
kalian sendiri tidak rela bila buat diri kalian, hakku atas kalian harus dibayar
dengan harta yang paling baik dan paling berharga pada kalian.
Asar ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir, dan
ditambahkan dalam riwayat ini firman Allah Swt lainnya, yaitu: Kalian
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kalian
menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai. (Ali Imran: 92)
Kemudian diriwayatkan pula hal yang semisal dari jalur Al-Aufi dan
lain-lainnya dari Ibnu Abbas. Hal yang sama diriwayatkan pula bukan hanya oleh
seorang imam saja.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَاعْلَمُوا
أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. (Al-Baqarah:
267)
Dengan kata lain, sekalipun Dia memerintahkan kepada kalian untuk bersedekah
dengan harta kalian yang paling baik, pada kenyataannya Dia tidak memerlukannya.
Dia Mahakaya dari itu. Tidak sekali-kali Dia memerintahkan demikian melainkan
hanya untuk berbagi rasa antara orang yang kaya dan orang yang miskin.
Pengertian ayat ini sama dengan firman-Nya:
لَنْ
يَنالَ اللَّهَ لُحُومُها وَلا دِماؤُها وَلكِنْ يَنالُهُ التَّقْوى
مِنْكُمْ
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai
(keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya.
(Al-Hajj: 37)
Allah Mahakaya dari semua makhluk-Nya, sedangkan semua makhluk-Nya berhajat
kepada-Nya. Dia Mahaluas karunia-Nya, semua yang ada padanya tidak akan pernah
habis. Maka barang siapa yang mengeluarkan suatu sedekah dari usaha yang baik
(halal), perlu diketahui bahwa Allah Mahakaya, Mahaluas pemberian-Nya, lagi
Mahamulia dan Maha Pemberi; maka Dia pasti akan membalasnya karena sedekahnya
itu, dan Dia pasti akan melipatgandakan pahalanya dengan penggandaan yang
banyak. Siapakah yang mau memberikan pinjaman kepada Tuhan Yang Mahakaya lagi
tidak pernah aniaya? Dia Maha Terpuji dalam semua perbuatan, ucapan, syariat,dan
takdirnya. Tidak ada Tuhan selain Dia, dan tidak ada Rabb selain Dia.
*******************
Firman Allah Swt.:
الشَّيْطانُ
يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ
مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا وَاللَّهُ واسِعٌ عَلِيمٌ
Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kalian dengan kemiskinan dan menyuruh
kalian berbuat kejahatan; sedangkan Allah menjanjikan untuk kalian ampunan
dari-Nya dan karunia. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
(Al-Baqarah: 268)
قَالَ
ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَة، حَدَّثَنَا هَنَّاد بْنُ السِّرِي،
حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ، عَنْ مُرَّةَ
الهَمْداني، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "إِنْ لِلشَّيْطَانِ لَلَمّة بِابْنِ آدَمَ،
وللمَلك لَمة، فَأَمَّا لَمَّةُ الشَّيْطَانِ فَإِيعَادٌ بِالشَّرِّ وَتَكْذِيبٌ
بِالْحَقِّ، وَأَمَّا لَمَّةُ الْمَلَكِ فَإِيعَادٌ بِالْخَيْرِ وَتَصْدِيقٌ
بِالْحَقِّ. فَمَنْ وَجَدَ ذَلِكَ فليعلَمْ أَنَّهُ مِنَ اللَّهِ، فَلْيحمَد
اللَّهَ، وَمَنْ وَجَدَ الْأُخْرَى فَلْيَتَعَوَّذْ مِنَ الشَّيْطَانِ". ثُمَّ
قَرَأَ: {الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ
وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلا} الْآيَةَ.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah
menceritakan kepada kami Hannad ibnus Sirri, telah menceritakan kepada kami Abul
Ahwas, dari Ata ibnus Saib, dari Murrah Al-Hamdani, dari Abdullah ibnu Mas'ud
yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya setan
mempunyai dorongan dalam diri anak Adam dan malaikat pun mempunyai dorongan pula
(dalam dirinya). Adapun dorongan dari setan ialah dorongan yang
menganjurkan kepada kejahatan dan mendustakan perkara yang hak. Dan adapun
dorongan dari malaikat ialah dorongan yang menganjurkan kepada kebaikan dan
percaya kepada perkara yang hak. Maka barang siapa yang merasakan dalam dirinya
hal ini, hendaklah ia mengetahui bahwa yang demikian itu dari Allah, hendaklah
ia memuji kepada Allah; dan barang siapa yang merasakan selain dari itu, maka
hendaklah ia meminta perlin-dungan (kepada Allah) dari godaan setan.
Kemudian Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Setan menjanjikan (menakut-nakuti)
kalian dengan kemiskinan dan menyuruh kalian berbuat kejahatan; sedangkan Allah
menjanjikan untuk kalian ampunan dari-Nya dan karunia. (Al-Baqarah: 268),
hingga akhir ayat.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Imam Nasai di dalam kitab
tafsir dari kitab sunnah masing-masing, dari Hannad ibnus Sirri. Ibnu Hibban
mengetengahkannya pula di dalam kitab sahihnya dari Abu Ya'la Al-Mausuli, dari
Hannad dengan lafaz yang sama; Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan
garib. Hadis ini bersumber dari Abul Ahwas (yakni Salam ibnu Salim). Kami tidak
mengenal hadis ini berpredikat marfu' kecuali dari hadisnya.
Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan hadis ini di dalam kitab tafsirnya dari
Muhammad ibnu Ahmad, dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Mas'ud secara marfu'
dengan lafaz yang semisal. Akan tetapi, diriwayatkan oleh Mis'ar dari Ata ibnus
Saib, dari Abul Ahwas (yaitu Auf ibnu Malik ibnu Nadlah), dari Ibnu Mas'ud, lalu
ia menjadikannya sebagai perkataan Ibnu Mas'ud sendiri.
*******************
Makna firman-Nya:
الشَّيْطانُ
يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ
Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kalian dengan kemiskinan.
(Al-Baqarah: 268)
Maksudnya, menakut-nakuti kalian dengan kemiskinan agar kalian kikir dengan
harta yang ada di tangan kalian sehingga kalian tidak menginfakkannya ke jalan
yang diridai oleh Allah Swt.
وَيَأْمُرُكُمْ
بِالْفَحْشاءِ
dan menyuruh kalian berbuat fahsya (kekejian). (Al-Baqarah: 268)
Selain setan mencegah kalian untuk berinfak dengan mengelabui kalian akan
jatuh miskin karenanya, dia pun memerintahkan kalian untuk melakukan perbuatan
maksiat, dosa-dosa, serta hal-hal yang diharamkan dan hal-hal yang bertentangan
dengan akhlak yang mulia.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَاللَّهُ
يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ
sedangkan Allah menjanjikan untuk kalian ampunan dari-Nya.
(Al-Baqarah: 268)
sebagai lawan dari apa yang dianjurkan oleh setan kepada kalian yang
mendorong kepada perbuatan-perbuatan yang keji.
وَفَضْلًا
dan karunia. (Al-Baqarah: 268)
sebagai lawan dari kemiskinan yang ditakut-takutkan oleh setan kepada
kalian.
وَاللَّهُ
واسِعٌ عَلِيمٌ
Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah:
268)
*******************
Firman Allah Swt.:
يُؤْتِي
الْحِكْمَةَ مَنْ يَشاءُ
Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
(Al-Baqarah: 269)
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan
hikmah ialah pengetahuan mengenai Al-Qur'an, menyangkut nasikh dan
mansukh-nya, muhkam dan mutasyabih-nya, muqaddam dan muakhkhar-nya, halal
dan haramnya serta perumpamaan-perumpamaannya.
Juwaibir meriwayatkan dari Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas secara marfu', bahwa
yang dimaksud dengan al-hikmah ialah Al-Qur'an, yakni tafsirnya.
Diartikan demikian oleh Ibnu Abbas mengingat Al-Qur'an itu dibaca oleh orang
yang bertakwa dan juga oleh orang yang fajir (berdosa). Demikianlah menurut apa
yang diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih.
Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan dari Mujahid, yang dimaksud dengan al-hikmah
ialah benar dan tepat dalam perkataan. Lais ibnu Abu Salim meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna
firman-Nya: Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
(Al-Baqarah: 269) Yang dimaksud dengan hikmah bukanlah kenabian, melainkan ilmu,
fiqih, dan Al-Qur'an.
Abul Aliyah mengatakan, yang dimaksud dengan hikmah ialah takut kepada Allah,
karena takut kepada Allah merupakan puncak dari hikmah. Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui jalur Baqiyyah, dari Usman ibnu Zufar
Al-Juhani, dari Abu Ammar Al-Asadi, dari Ibnu Mas'ud secara marfu':
"رَأْسُ
الْحِكْمَةِ مَخَافَةُ اللَّهِ"
Puncak hikmah adalah takut kepada Allah.
Abul Aliyah, menurut salah satu riwayat yang bersumber darinya, mengatakan
bahwa hikmah adalah Al-Kitab (Al-Qur'an) dan pemahaman mengenainya. Ibrahim An-Nakha'i mengatakan bahwa hikmah ialah pemahaman. Sedangkan menurut
Abu Malik, hikmah adalah sunnah Rasul Saw. Ibnu Wahb meriwayatkan dari Malik, bahwa Zaid ibnu Aslam pernah mengatakan
bahwa hikmah ialah akal.
Malik mengatakan, "Sesungguhnya terdetik di dalam hatiku bahwa hikmah itu
adalah pengetahuan mengenai agama Allah dan merupakan perkara yang dimasukkan
oleh Allah ke dalam hati manusia sebagai rahmat dan karunia-Nya. Sebagai
penjelasannya dapat dikatakan bahwa engkau menjumpai seorang lelaki pandai dalam
urusan duniawinya jika ia memperhatikannya, sedangkan engkau jumpai yang lainnya
lemah dalam perkara duniawinya, tetapi berpengetahuan dalam masalah agama dan
mendalaminya. Allah memberikan yang ini kepada lelaki yang pertama dan
memberikan yang itu kepada lelaki yang kedua. Pada garis besarnya hikmah adalah
pengetahuan mengenai agama Allah."
As-Saddi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-hikmah dalam ayat ini ialah
kenabian.
Pendapat yang sahih sehubungan dengan arti hikmah ini ialah apa yang
dikatakan oleh jumhur ulama, yaitu bahwa hikmah itu tidak khusus menyangkut
kenabian saja, melainkan pengertian hikmah lebih umum dari itu, dan memang
paling tinggi adalah kenabian. Kerasulan lebih khusus lagi, tetapi pengikut para
nabi memperoleh bagian dari kebaikan ini berkat mengikutinya. Seperti halnya
yang disebut di dalam sebuah hadis yang isinya mengatakan:
«مَنْ
حَفِظَ الْقُرْآنَ فَقَدْ أُدْرِجَتِ النُّبُوَّةُ بَيْنَ كَتِفَيْهِ غَيْرَ
أَنَّهُ لَا يُوحَى إِلَيْهِ»
Barang siapa yang hafal Al-Qur'an, berarti derajat kenabian telah berada
di antara kedua pundaknya, hanya dia tidak diberi wahyu.
Hadis ini diriwayatkan oleh Waki' ibnul Jarrah di dalam kitab tafsir-nya
melalui Ismail ibnu Rafi’, dari seorang lelaki yang tidak disebutkan namanya,
dari Abdullah ibnu Umar yang dianggap sebagai ucapannya.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع وَيَزِيدُ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ
-يَعْنِي ابْنَ أَبِي خَالِدٍ -عَنْ قَيْسٍ -وَهُوَ ابْنُ أَبِي حَازِمٍ -عَنِ
ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ
مَالًا فسلَّطه عَلَى هَلَكته فِي الْحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً
فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki' dan Yazid.
Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail (yakni Ibnu Abu
Khalid), dari Qais (yaitu Ibnu Abu Hazim), dari Ibnu Mas'ud yang menceritakan
bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Tidak boleh ada iri hati
kecuali dalam dua perkara, yaitu seorang lelaki yang dianugerahi harta oleh
Allah, lalu ia menggunakannya untuk membiayai perkara yang hak; dan seorang
lelaki yang dianugerahi hikmah oleh Allah, lalu ia mengamalkannya dan
mengajarkannya (kepada orang lain).
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Nasai,
dan Imam Ibnu Majah melalui berbagai jalur periwayatan dari Ismail
ibnu Abu Khalid dengan lafaz yang sama.
*******************
Firman Allah Swt.:
وَما
يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُوا الْأَلْبابِ
Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang
berakal. (Al-Baqarah: 269)
Yakni tiada yang dapat memanfaatkan pelajaran dan peringatan kecuali hanya
orang yang mempunyai pemahaman dan akal, dengan melaluinya ia dapat memahami
khitab (perintah) Allah Swt.
Tafsir Ibnu Katsir
0 Response to "Al-Baqoroh Ayat 267-269"
Posting Komentar