Al-Baqoroh Ayat 235
Selasa, 15 Mei 2018
Add Comment
{وَلا
جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ
أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ
وَلَكِنْ لَا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلا أَنْ تَقُولُوا قَوْلا مَعْرُوفًا وَلا
تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ وَاعْلَمُوا
أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ
اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ (235) }
Dan tidak ada dosa bagi kalian meminang
wanita-wanita itu dengan sindiran atau kalian menyembunyikan (keinginan
mengawini mereka) dalam hati kalian. Allah mengetahui bahwa kalian akan
menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kalian mengadakan janji kawin
dengan mereka secara rahasia, kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka)
perkara yang makruf. Janganlah kalian ber-'azam (bertetap hati) untuk berakad
nikah, sebelum habis idahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa
yang ada dalam hati kalian; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
Firman Allah Swt.:
{وَلا
جُنَاحَ عَلَيْكُمْ}
Dan tidak ada dosa bagi kalian. (Al-Baqarah: 235)
Yakni untuk melamar wanita-wanita yang ditinggal mati oleh suami mereka dalam
idahnya secara sindiran (tidak terang-terangan).
As-Sauri, Syu'bah,dan Ibnu Jarir serta lain-lainnya meriwayatkan dari Mansur,
dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Tidak ada dosa
bagi kalian meminang wanita-wanita itu dengan sindiran. (Al-Baqarah: 235)
Yang dimaksud dengan istilah ta'rid atau sindiran ialah bila seorang
lelaki mengatakan, "Sesungguhnya aku ingin kawin, dan sesungguhnya aku ingin
mengawini seorang wanita yang anu dan anu sifatnya," dengan kata-kata yang telah
dikenal. Menurut suatu riwayat, contoh kata-kata sindiran lamaran ialah seperti,
"Aku ingin bila Allah memberiku rezeki (mengawinkan aku) dengan seorang wanita,"
atau kalimat yang bermakna; yang penting tidak boleh menyebutkan pinangan secara
tegas kepadanya. Menurut riwayat yang lain ialah, "Sesungguhnya aku tidak ingin
kawin dengan seorang wanita selainmu, insya Allah." Atau "Sesungguhnya aku
berharap dapat menemukan seorang wanita yang saleh." Akan tetapi, seseorang
tidak boleh menegaskan lamarannya kepada dia selagi dia masih dalam idahnya.
Imam Bukhari meriwayatkan secara ta'liq. Untuk itu ia mengatakan, telah
menceritakan kepadanya Talq ibnu Ganam, dari Zaidah, dari Mansur, dari Mujahid,
dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Dan tidak ada dosa bagi kalian
meminang wanita-wanita itu dengan sindiran. (Al-Baqarah: 235) Yang dimaksud
dengan sindiran ialah bila seseorang lelaki mengatakan, "Sesungguhnya aku ingin
kawin. Sesungguhnya wanita benar-benar merupakan hajatku. Aku berharap semoga
dimudahkan untuk mendapat wanita yang saleh."
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Tawus, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair,
Ibrahim An-Nakha'i, Asy-Sya'bi, Al-Hasan, Qatadah, Az-Zuhri, Yazid ibnu Qasit,
Muqatil ibnu Hayyan, dan Al-Qasim ibnu Muhammad serta sejumlah ulama Salaf dan
para imam sehubungan dengan masalah ta'rid atau sindiran ini. Mereka
mengatakan, boleh melakukan pinangan secara sindiran kepada wanita yang
ditinggal mati oleh suaminya.
Hal yang sama berlaku pula terhadap wanita yang ditalak bain, yakni
boleh melamarnya dengan kata-kata sindiran, seperti yang telah dikatakan oleh
Nabi Saw. kepada Fatimah binti Qais ketika diceraikan oleh suaminya Abu Amr ibnu
Hafs dalam talak yang ketiga. Nabi Saw. terlebih dahulu memerintahkan Fatimah
binti Qais untuk melakukan idahnya di dalam rumah Ibnu Ummi Maktum, lalu
bersabda kepadanya:
"فَإِذَا
حَلَلْت فَآذِنِينِي". فَلَمَّا حلَّتْ خَطَبَ عَلَيْهَا أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ
مَوْلَاهُ، فزَوّجها إِيَّاهُ
Apabila kamu telah halal (boleh nikah), maka beri tahulah aku.
Ketika masa idah Fatimah binti Qais telah habis, maka ia dilamar oleh Usamah
ibnu Zaid (pelayan Nabi Saw.), lalu Nabi Saw. mengawinkan Fatimah binti Qais
dengan Usamah.
Wanita yang diceraikan, tidak ada perselisihan pendapat di kalangan ulama,
bahwa tidak boleh bagi selain suaminya melakukan lamaran secara terang-terangan,
tidak boleh pula secara sindiran.
********************
Firman Allah Swt.:
{أَوْ
أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ}
atau kalian menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hati
kalian. (Al-Baqarah: 235)
Yakni kalian memendam keinginan untuk melamar mereka menjadi istri kalian.
Perihalnya sama dengan makna firman-Nya:
وَرَبُّكَ
يَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُورُهُمْ وَما يُعْلِنُونَ
Dan Tuhanmu mengetahui apa yang disembunyikan (dalam) dada mereka dan apa
yang mereka nyatakan. (Al-Qashash: 69)
وَأَنَا
أَعْلَمُ بِما أَخْفَيْتُمْ وَما أَعْلَنْتُمْ
Aku lebih mengetahui apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian
nyatakan. (Al-Mumtahanah: 1)
Karena itulah maka Allah Swt. berfirman dalam ayat
selanjutnya:
{عَلِمَ
اللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ}
Allah mengetahui bahwa kalian akan menyebut-nyebut mereka.
(Al-Baqarah: 235)
Yakni di dalam hati kalian. Maka Allah menghapus dosa dari kalian karena hal
tersebut. Kemudian Allah Swt. berfirman:
{وَلَكِنْ
لَا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا}
tetapi janganlah kalian mengadakan janji kawin dengan mereka secara
rahasia. (Al-Baqarah: 235)
Menurut Abu Mijlaz, Abu Sya'sa Jabir ibnu Zaid, Al-Hasan Al-Basri, Ibrahim
An-Nakha'i, Qatadah, Ad-Dahhak, Ar-Rabi ibnu Anas, Sulai-man At-Taimi, Muqatil
ibnu Hayyan, dan As-Saddi, makna yang dimaksud ialah zina. Dan ini adalah makna
riwayat Al-Aufa dari Ibnu Abbas, dan Ibnu Jarir telah memilihnya;
Ali ibnu Abu Talhah mengatakan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: Tetapi janganlah kalian mengadakan janji kawin dengan mereka
secara rahasia. (Al-Baqarah: 235) Yakni janganlah kamu katakan kepadanya,
"Sesungguhnya aku cinta kepadamu. Berjanjilah kamu bahwa kamu tidak akan kawin
dengan lelaki selainku," atau kalimat-kalimat lain yang semisal.
Hal yang sama diriwayatkan pula dari Sa'id ibnu Jubair, Asy-Sya'bi, Ikrimah,
Abud Duha, Ad-Dahhak, Az-Zuhri, Mujahid, dan As-Sauri, yaitu bila si lelaki
mengambil janji darinya agar dia tidak kawin dengan orang lain selain
dirinya. Diriwayatkan dari Mujahid, bahwa yang dimaksud dengan janji rahasia ialah
ucapan seorang lelaki kepada wanita yang bersangkutan, "Janganlah engkau biarkan
dirimu terlepas dariku, karena sesungguhnya aku akan mengawinimu."
Qatadah mengatakan, yang dimaksud ialah bila seorang lelaki mengambil janji
dari seorang wanita yang masih berada dalam idah-nya, yang isinya mengatakan,
"Janganlah kamu kawin dengan selainku nanti." Maka Allah melarang hal tersebut dan melakukannya, tetapi dia menghalalkan
lamaran dan ucapan secara makruf.
Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tetapi janganlah
kalian mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia. (Al-Baqarah:
235) Yakni bila si lelaki mengawininya secara rahasia, sedangkan dia masih
berada dalam idah. Lalu sesudah si wanita halal untuk kawin, barulah si lelaki
itu mengumumkannya. Akan tetapi, barangkali makna ayat tersebut lebih menyeluruh daripada
semuanya itu. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:
{إِلا
أَنْ تَقُولُوا قَوْلا مَعْرُوفًا}
kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang makruf.
(Al-Baqarah: 235)
Menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, As-Saddi, As-Sauri, dan Ibnu
Zaid, makna yang dimaksud ialah apa yang sebelumnya diperbolehkan, yaitu
melakukan lamaran secara sindiran, seperti ucapan, "Sesungguhnya aku berhasrat
kepadamu," atau kalimat-kalimat lain yang semisal.
Muhammad ibnu Sirin mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ubaidah
tentang makna firman-Nya: kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka)
perkataan yang makruf. (Al-Baqarah: 235) Yaitu bila si lelaki berkata kepada
wali si wanita, "Janganlah engkau mendahulukan orang lain daripada aku untuk
memperolehnya," yakni aku mau mengawininya, beri tahukanlah aku lebih dahulu.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلا
تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ
أَجَلَهُ}
Dan janganlah kalian ber-'azam (bertetap hati) untuk berakad nikah sebelum
habis idahnya. (Al-Baqarah: 235)
Yang dimaksud dengan Al-Kitab ialah idah, yakni janganlah kalian melakukan
akad nikah dengannya sebelum masa idahnya habis. Ibnu Abbas, Mujahid, Asy-Sya'bi, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, Abu Malik, Zaid
ibnu Aslam, Muqatil ibnu Hayyan, Az-Zuhri, Ata Al-Khurrasani, As-Saddi,
As-Sauri, dan Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
sebelum habis masa idahnya. (Al-Baqarah: 235) Yakni janganlah kalian
melakukan akad nikah sebelum idahnya habis.
Para ulama sepakat bahwa tidak sah melakukan akad nikah dalam masa idah.
Tetapi mereka berselisih pendapat mengenai masalah seorang lelaki yang mengawini
seorang wanita dalam idahnya, lalu si lelaki menggaulinya, kemudian keduanya
dipisahkan. Maka apakah wanita tersebut haram bagi lelaki yang bersangkutan
untuk selama-lamanya? Sehubungan dengan masalah ini ada dua pendapat di kalangan
para ulama.
Jumhur ulama berpendapat bahwa si wanita tidak haram baginya, melainkan pihak
lelaki boleh melamarnya kembali bila idah si wanita telah habis. Imam Malik berpendapat bahwa si wanita haram bagi pihak lelaki untuk
selama-lamanya. Ia mengatakan demikian berdalilkan sebuah asar yang diriwayatkan
dari Ibnu Syihab dan Sulaiman ibnu Yasar yang menceritakan bahwa Khalifah Umar
r.a. pernah mengatakan, 'Wanita mana pun yang melakukan perkawinan di dalam
idahnya, jika suami yang kawin dengannya belum menggaulinya, maka keduanya
dipisahkan, lalu si wanita melakukan sisa idah dari suaminya pertama, sedangkan
si lelaki dianggap sebagai salah seorang pelamarnya. Akan tetapi, jika suaminya
yang baru ini telah menggaulinya, maka keduanya dipisahkan, lalu si wanita
menjalani sisa idah dari suami pertamanya, setelah itu ia harus melakukan idah
lagi dari suaminya yang kedua. Setelah selesai, maka si wanita haram bagi lelaki
tersebut untuk selama-lamanya."
Mereka mengatakan, diputuskan demikian mengingat ketika si suami mempercepat
masa tangguh yang telah ditetapkan oleh Allah, maka ia dihukum dengan hal yang
kebalikan dari niatnya, untuk itu si wanita diharamkan atas dirinya untuk
selama-lamanya. Perihalnya sama dengan seorang pembunuh yang diharamkan dari hak
mewaris (harta peninggalan si terbunuh).
Imam Syafii meriwayatkan asar ini dari Imam Malik. Imam Baihaqi mengatakan
bahwa kemudian Imam Syafii di dalam qaul jadid-nya merevisi pendapat yang telah
ia katakan dalam qaul qadim-nya.. Karena ada pendapat yang mengatakan bahwa si
wanita halal bagi lelaki tersebut. Menurut hemat saya, kemudian asar ini hanya
sampai pada Ibnu Umar. As-Sauri telah meriwayatkan dari Asy'as, dari Asy-Sya'bi,
dari Masruq, bahwa Khalifah Umar r.a. menarik kembali keputusannya itu, lalu
menjadikan bagi pihak wanita maskawinnya, kemudian menjadikan keduanya dapat
bersatu lagi.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَاعْلَمُوا
أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ}
Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hati kalian;
maka takutlah kepada-Nya. (Al-Baqarah: 235)
Allah memperingatkan mereka tentang apa yang ada di dalam hati mereka
menyangkut masalah wanita, dan memberikan bimbingan kepada mereka agar
menyembunyikan niat yang baik dan menjauhi keburukan. Kemudian Allah tidak
membuat mereka berputus asa dari rahmat-Nya dan ampunan-Nya, untuk itulah maka
Allah Swt. berfirman dalam ayat selanjutnya:
{وَاعْلَمُوا
أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ}
Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
(Al-Baqarah: 235)
Tafsir Ibnu Katsir
0 Response to "Al-Baqoroh Ayat 235"
Posting Komentar