Al-Baqoroh Ayat 222-223
Selasa, 15 Mei 2018
Add Comment
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي
الْمَحِيضِ وَلا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ
فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ
وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ (222) نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ
أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لأنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا
أَنَّكُمْ مُلاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ (223) }
Mereka bertanya kepadamu tentang haid.
Katakanlah, "Haid itu adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu, hendaklah kalian
menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kalian mendekati
mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka
itu di tempat yang diperintahkan Allah kepada kalian. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.
Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok tanam kalian itu bagaimana saja kalian
kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk diri kalian, dan bertakwalah
kepada Allah dan ketahuilah bahwa kalian kelak akan menemui-Nya. Dan berilah
kabar gembira orang-orang yang beriman.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ، حَدَّثَنَا
حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ: أَنَّ الْيَهُودَ كَانُوا
إِذَا حَاضَتِ الْمَرْأَةُ مِنْهُمْ لَمْ يُؤَاكلوها وَلَمْ يُجَامِعُوهَا فِي
الْبُيُوتِ، فَسَأَلَ أصحابُ النَّبِيِّ [النبيَّ] صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ
قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلا تَقْرَبُوهُنَّ
حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ} حَتَّى فَرَغَ مِنَ الْآيَةِ. فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ
إِلَّا النِّكَاحَ". فَبَلَغَ ذَلِكَ الْيَهُودَ، فَقَالُوا: مَا يُرِيدُ هَذَا
الرَّجُلُ أَنْ يَدع مِنْ أَمْرِنَا شَيْئًا إِلَّا خَالَفَنَا فِيهِ! فَجَاءَ
أُسَيْدُ بْنُ حُضَير وعبَّاد بْنُ بِشْرٍ فَقَالَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ
الْيَهُودَ قَالَتْ كَذَا وَكَذَا، أَفَلَا نُجَامِعُهُنَّ؟ فَتَغَيَّرَ وَجْهُ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنْ قَدْ
وَجَدَ عَلَيْهِمَا، فَخَرَجَا، فَاسْتَقْبَلَتْهُمَا هَدِيَّةٌ مِنْ لَبَنٍ إلى
رسول الله صلى الله عليه وسلم، فَأَرْسَلَ فِي آثَارِهِمَا، فَسَقَاهُمَا،
فَعَرَفَا أَنْ لَمْ يَجدْ عَلَيْهِمَا.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu
Mahdi, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari
Anas, bahwa orang-orang Yahudi itu apabila ada seorang wanita dari mereka
mengalami haid, maka mereka tidak mau makan bersamanya, tidak mau pula serumah
dengan mereka. Ketika sahabat Nabi Saw. menanyakan masalah ini kepadanya, maka
Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Mereka bertanya kepadamu tentang haid.
Katakanlah, "Haid itu adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu, hendaklah kalian
menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kalian mendekati
mereka, sebelum mereka suci. (Al-Baqarah: 222), hingga akhir ayat. Kemudian
Rasulullah Saw. bersabda: Lakukanlah segala sesuatu (dengan istri yang sedang
haid) kecuali nikah (bersetubuh). Ketika berita tersebut sampai
kepada orang-orang Yahudi, maka mereka mengatakan, "Apakah yang dikehendaki oleh
lelaki ini (maksudnya Nabi Saw.), tidak sekali-kali ia membiarkan suatu hal dari
urusan kami, melainkan ia pasti berbeda dengan kami mengenainya." Kemudian
datanglah Usaid ibnu Hudair dan Abbad ibnu Bisyr, lalu keduanya berkata, "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya orang-orang Yahudi mengatakan anu dan anu. Maka
bolehkah kami bersetubuh dengan mereka (wanita-wanita yang sedang haid)?"
Mendengar itu roman muka Rasulullah Saw. berubah hingga kami menduga bahwa
beliau sangat marah terhadap Usaid dan Abbad. Setelah itu keduanya pulang, dan
mereka berpapasan dengan hadiah yang akan diberikan kepada Rasulullah Saw.
berupa air susu. Maka Rasulullah Saw. memanggil keduanya untuk datang menghadap.
Ketika keduanya sampai di hadapan Rasulullah Saw., maka beliau memberinya minum
dari air susu itu. Maka keduanya mengerti bahwa Rasulullah Saw. tidak marah
terhadapnya.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui hadis Hammad ibnu Zaid ibnu
Salamah.
***************
Firman Allah Swt.:
{فَاعْتَزِلُوا
النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ}
Oleh sebab itu, hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di waktu
haid. (Al-Baqarah: 222)
Yang dimaksud ialah menjauhi farjinya, karena berdasarkan sabda Rasulullah
Saw. yang mengatakan: Lakukanlah segala sesuatu (dengan mereka) kecuali nikah
(bersetubuh).
Karena itulah maka banyak kalangan ulama yang berpendapat bahwa boleh
menggauli istri dalam masa haidnya selain persetubuhan,
قَالَ
أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ، عَنْ
أَيُّوبَ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
إِذَا أَرَادَ مِنَ الْحَائِضِ شَيْئًا، أَلْقَى عَلَى فَرْجِهَا
ثَوْبًا
Abu Daud mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail,
telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Ayyub, dari Ikrimah, dari salah
seorang istri Nabi Saw.: Bahwa Nabi Saw. apabila menginginkan sesuatu dari
istrinya yang sedang haid, maka terlebih dahulu beliau menutupi farjinya dengan
kain.
قَالَ
أَبُو دَاوُدَ أَيْضًا: حَدَّثَنَا القَعْنَبِيّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ
-يَعْنِي ابْنَ عُمَرَ بْنِ غَانِمٍ -عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ -يَعْنِي ابْنَ
زِيَادٍ -عَنْ عُمَارَةَ بْنِ غُرَاب: أَنَّ عمَّة لَهُ حَدَّثَتْهُ: أَنَّهَا
سَأَلَتْ عَائِشَةَ قَالَتْ: إِحْدَانَا تَحِيضُ، وَلَيْسَ لَهَا وَلِزَوْجِهَا
فِرَاشٌ إِلَّا فِرَاشٌ وَاحِدٌ؟ قَالَتْ: أُخْبِرُكِ بِمَا صَنَعَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: دَخَلَ فَمَضَى إِلَى مَسْجِدِهِ -قَالَ أَبُو
دَاوُدَ: تَعْنِي مَسْجِدَ بَيْتِهَا -فَمَا انْصَرَفَ حَتَّى غَلَبَتْنِي عَيْنِي،
وَأَوْجَعَهُ الْبَرْدُ، فَقَالَ: "ادْنِي مِنِّي". فَقُلْتُ: إِنِّي حَائِضٌ.
فَقَالَ: "اكْشِفِي عَنْ فَخِذَيْكِ". فَكَشَفْتُ فَخِذِي، فَوَضَعَ خَدَّهُ
وَصَدْرَهُ عَلَى فَخِذِي، وحنَيت عَلَيْهِ حَتَّى دَفِئَ وَنَامَ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Imam Abu Daud mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Asy-Sya'bi,
telah menceritakan kepada kami Abdullah (yakni Ibnu Umar ibnu Ganim), dari Abdur
Rahman (yakni ibnu Jiyad), dari Imarah ibnu Garrab, bahwa salah seorang bibinya
pernah menceritakan kepadanya hadis berikut: Bahwa ia pernah bertanya kepada
Siti Aisyah r.a., "Salah seorang dari kami mengalami haid, sedangkan dia dan
suaminya tidak mempunyai ranjang kecuali hanya satu buah ranjang." Siti Aisyah
mengatakan, "Aku akan menceritakan kepadamu tentang apa yang pernah dilakukan
oleh Rasulullah Saw. Pada suatu hari Rasulullah Saw. masuk ke dalam rumahku
(menggilimya), lalu beliau keluar ke musalanya (masjid yang ada di dalam rumah
Siti Aisyah). Aku tidak ke mana-mana hingga mataku terasa mengantuk, dan
ternyata Nabi Saw. merasa kedinginan, lalu ia berkata, 'Mendekatlah
kepadaku!' Aku menjawab, 'Aku sedang haid.' Nabi Saw. bersabda, 'Bukalah
kedua pahamu.' Maka aku membuka kedua pahaku, lalu beliau meletakkan pipi
dan dadanya di atas kedua pahaku, dan aku mendekapnya hingga ia merasa hangat
dan tidur'."
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada
kami Ayyub dari catatan Abu Qilabah yang menceritakan hadis berikut: Bahwa
Masruq memacu untanya menuju rumah Siti Aisyah, lalu ia berkata, "Semoga
keselamatan terlimpah kepada Nabi dan keluarganya.” Maka Siti Aisyah berkata,
"Selamat datang, selamat datang." Mereka memberi izin kepadanya untuk menemui
Siti Aisyah. Lalu Masruq masuk dan bertanya, "Sesungguhnya aku hendak menanyakan
kepadamu tentang suatu masalah, tetapi aku malu mengutarakannya." Siti Aisyah
menjawab, "Sesungguhnya aku adalah ibumu dan kamu adalah anakku." Masruq
berkata, "Apakah yang boleh dilakukan oleh seorang lelaki terhadap istrinya yang
sedang haid?" Siti Aisyah menjawabnya, "Segala sesuatu kecuali
persetubuhan."
Ibnu Jarir meriwayatkan pula dari Humaid ibnu Mus'adah, dari Yazid ibnu
Zurai', dari Uyaynah ibnu Abdurrahman ibnu Jusyan, dari Marwan Al-Asfar, dari
Masruq yang mengatakan, "Aku bertanya kepada Siti Aisyah, apakah yang dihalalkan
bagi seorang lelaki terhadap istrinya apabila ia sedang haid?" Siti Aisyah
menjawab, "Segala sesuatu kecuali persetubuhan."
Pendapat yang sama dikatakan pula oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan, dan
Ikrimah.
Ibnu Jarir meriwayatkan pula dari Abu Kuraib, dari Ibnu Abuz Zaidah, dari
Hajyaj, dari Maimun ibnu Mihran, dari Sid Aisyah r.a. yang pernah mengatakan
kepadanya, "(Kamu boleh melakukan segala sesuatu kepada istrimu) pada bagian di
atas kain sarungnya."
Menurut kami, seorang suami boleh tidur bersama istrinya yang sedang haid,
boleh pula makan bersamanya tanpa ada yang memperselisihkannya.
Siti Aisyah r.a. pernah menceritakan hadis berikut:
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنِي فَأَغْسِلُ
رَأْسَهُ وَأَنَا حَائِضٌ، وَكَانَ يَتَّكِئُ فِي حِجْرِي وَأَنَا حَائِضٌ،
فَيَقْرَأُ الْقُرْآنَ
Rasulullah Saw. pernah memerintahku agar aku mencuci kepalanya, sedangkan
aku dalam keadaan berhaid. Dan beliau Saw. pernah bersandar di atas pangkuanku,
sedangkan aku dalam keadaan haid, lalu Rasulullah Saw. membaca
Al-Qur'an.
Di dalam kitab sahih disebutkan sebuah hadis dari Siti Aisyah r.a. yang
menceritakan:
كُنْتُ
أَتَعَرَّقُ العَرْق وَأَنَا حَائِضٌ، فَأُعْطِيهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَيَضَعُ فَمَهُ فِي الْمَوْضِعِ الَّذِي وَضَعْتُ فَمِي
فِيهِ، وَأَشْرَبُ الشَّرَابَ فَأُنَاوِلُهُ، فَيَضَعُ فَمَهُ فِي الْمَوْضِعِ
الَّذِي كُنْتُ أَشْرَبُ
Aku pernah makan daging yang ada tulangnya ketika sedang haid, lalu aku
memberikannya kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. meletakkan mulutnya di tempat
bekas gigitanku, lalu aku minum dan memberikan bekas minumanku kepadanya, maka
beliau meletakkan mulutnya di tempat bekas aku meletakkan mulutku.
قَالَ
أَبُو دَاوُدَ: حَدَّثَنَا مُسَدَّد، حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ جَابِرِ بْنِ صُبْح
سَمِعْتُ خِلَاسًا الهَجَري قَالَ: سَمِعْتُ عَائِشَةَ تَقُولُ: كُنْتُ أَنَا
وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيتُ فِي الشِّعَارِ
الْوَاحِدِ، وَإِنِّي حَائِضٌ طَامِثٌ، فَإِنْ أَصَابَهُ مِنِّي شَيْءٌ، غَسَلَ
مَكَانَهُ لَمْ يَعْدُه، وَإِنْ أَصَابَ -يَعْنِي ثَوْبَهُ -شَيْءٌ غَسَلَ
مَكَانَهُ لَمْ يَعْدُه، وَصَلَّى فِيهِ
Imam Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah
menceritakan kepada kami Yahya, dari Jabir ibnu Subhi yang mengatakan bahwa ia
pernah mendengar Khalas Al-Hajri menceritakan hadis berikut dari Siti Aisyah
r.a.: Aku dan Rasulullah Saw. sering berada dalam satu selimut, sedangkan aku
dalam keadaan berhaid yang deras. Maka jika tubuhnya terkena sesuatu (darah)
dariku, beliau mencucinya tanpa melampaui bagian lainnya. Dan jika bajunya
terkena sesuatu dariku, maka beliau mencuci bagian yang terkena tanpa melampaui
bagian lainnya dan memakainya untuk salat.
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud:
حَدَّثَنَا
سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الْجَبَّارِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ -يَعْنِي ابْنَ
مُحَمَّدٍ -عَنْ أَبِي الْيَمَانِ، عَنْ أُمِّ ذَرَّةَ، عَنْ عَائِشَةَ: أَنَّهَا
قَالَتْ: كنتُ إِذَا حضْتُ نَزَلْتُ عَنِ المثَال عَلَى الْحَصِيرِ، فَلَمْ
نَقْرَبْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ نَدْنُ مِنْهُ
حَتَّى نَطْهُرَ
yaitu telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Jabbar, telah menceritakan
kepada kami Abdul Aziz (yakni Ibnu Muhammad), dari Abul Yaman, dari Ummu Zurrah,
dari Siti Aisyah r.a. yang mengatakan: Adalah aku bila sedang haid, maka aku
turun dari kasur ke tikar. Dengan kata lain, ia tidak mendekat kepada Rasulullah- begitu pula Rasulullah
Saw., tidak mendekatinya hingga ia suci dari haidnya. Maka hadis ini
diinterpretasikan dengan pengertian sebagai tindakan preventif dan
hati-hati.
Ulama lainnya mengatakan bahwa sesungguhnya seorang istri dihalalkan bagi
suaminya dalam masa haidnya hanya pada bagian selain dari anggota di bawah kain
sarungnya, seperti yang telah disebutkan di dalam kitab Sahihain dari Maimunah
bintil Haris Al-Hilaliyah yang telah menceritakan:
كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُبَاشِرَ
امْرَأَةً مِنْ نِسَائِهِ أَمَرَهَا فَاتَّزَرَتْ وَهِيَ حَائِضٌ
Adalah Nabi Saw. apabila ingin menggauli salah seorang istrinya yang sedang
haid, maka terlebih dahulu beliau memerintahkan kepadanya untuk memakai kain
sarung. Demikianlah lafaz yang diketengahkan oleh Imam Bukhari. Imam Bukhari dan Imam
Muslim meriwayatkan pula hadis yang semisal dari Siti Aisyah r.a.
Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Imam Turmuzi serta Imam Ibnu Majah
meriwayatkan melalui hadis Al-Ala, dari Hizam ibnu Hakim, dari pamannya (yaitu
Abdullah ibnu Sa'd Al-Ansari):
أَنَّهُ
سَأَلَ رسولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا يَحِل لِي مِنَ
امْرَأَتِي وَهِيَ حَائِضٌ؟ قَالَ: "مَا فَوْقَ الْإِزَارِ"
bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Apakah yang dihalalkan
olehku terhadap istriku jika ia sedang haid?" Maka Rasulullah Saw. menjawab,
"Bagian di atas kain sarung."
Imam Abu Daud meriwayatkan pula dari Mu'az ibnu Jabal yang menceritakan bahwa
ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang apa yang dihalalkan baginya
terhadap istrinya yang sedang haid. Maka Rasulullah Saw. bersabda:
"مَا
فَوْقَ الْإِزَارِ وَالتَّعَفُّفُ عَنْ ذَلِكَ أَفْضَلُ"
Bagian di atas kain sarung, tetapi menahan diri dari hal tersebut adalah
lebih utama.
Hal ini semakna dengan riwayat dari Siti Aisyah seperti yang telah disebutkan
di atas, juga riwayat Ibnu Abbas, Sa'id ibnul Musayyab serta Syuraih. Hadis-hadis di atas dan lain-lainnya yang serupa merupakan hujah bagi
orang-orang yang berpendapat bahwa dihalalkan bersenang-senang dengan istri yang
sedang haid pada bagian di atas kain sarungnya. Pendapat ini merupakan salah
satu dari dua pendapat di kalangan mazhab Syafii yang dinilai rajih oleh
kebanyakan ulama Irak dan lain-lainnya.
Kesimpulan pendapat mereka menyatakan bahwa daerah yang ada di sekitar farji
hukumnya haram, untuk menghindari hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan telah
disepakati oleh seluruh ulama, yaitu bersetubuh pada farjinya.
Kemudian orang yang melanggar hal tersebut, berarti dia telah berdosa dan
harus meminta ampun kepada Allah serta bertobat kepada-Nya. Akan tetapi, apakah orang yang bersangkutan harus membayar kifarat atau
tidak. Maka jawabannya ada dua hal, salah satunya mengatakan harus. Pendapat ini
berdasarkan kepada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan kitab-kitab
sunnah dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. mengenai seseorang yang mendatangi
istrinya yang sedang haid.
"يَتَصَدَّقُ
بِدِينَارٍ، أَوْ نِصْفِ دِينَارٍ"
Maka dia harus menyedekahkan satu dinar atau setengah dinar.
Menurut lafaz Imam Turmuzi disebutkan seperti berikut:
«إِذَا
كَانَ دَمًا أَحْمَرَ فَدِينَارٌ، وَإِنْ كَانَ دَمًا أَصْفَرَ فَنِصْفُ
دِينَارٍ»
Apabila darah haid berupa merah, maka kifaratnya satu dinar; dan jika
darah haid berupa kuning, maka kifaratnya setengah dinar.
Imam Ahmad meriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw.
menetapkan denda satu dinar apabila menyetubuhi wanita yang sedang haid; dan
jika disetubuhi darah telah berhenti darinya, sedangkan ia belum mandi, maka
kifaratnya adalah setengah dinar.
Pendapat kedua —yang merupakan pendapat yang sahih— adalah qaul jadid dari
mazhab Imam Syafii dan pendapat jumhur- ulama menyebutkan bahwa tidak ada
kifarat dalam masalah ini, melainkan orang yang bersangkutan diharuskan
beristigfar, meminta ampun kepada Allah Swt., mengingat tidak ada hadis marfu'
yang sahih menurut pendapat mereka.
Dalam pembahasan yang lalu telah diriwayatkan hadis mengenai ini secara
marfu'. Ada juga yang diriwayatkan secara mauquf, bahkan yang mauquf inilah yang
sahih menurut kebanyakan pendapat ulama hadis.
*****************
Firman Allah Swt.:
{وَلا
تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ}
Dan janganlah kalian mendekati mereka sebelum mereka suci.
(Al-Baqarah: 222)
Ayat ini merupakan tafsir dari firman-Nya:
{فَاعْتَزِلُوا
النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ}
Oleh sebab itu, hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di waktu
haid. (Al-Baqarah: 222)
Allah Swt. melarang mendekati mereka untuk bersetubuh selagi mereka masih
dalam masa haidnya. Makna yang terkandung dari kalimat ini memberikan pengertian
bahwa apabila darah haid telah berhenti, berarti boleh digauli lagi.
Imam Abu Abdullah Ahmad ibnu Muhammad ibnu Hambal mengatakan di dalam kitab
At-Ta'ah-nya sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka bertanya kepadamu
tentang haid. Katakanlah, "Haid itu adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu,
hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kalian
mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah
mereka itu. (Al-Baqarah: 222), hingga akhir ayat. Bersuci menunjukkan boleh
mendekatinya.
Ketika Maimunah dan Aisyah r.a. mengatakan bahwa salah seorang di antara
mereka bila mengalami haid, maka ia memakai kain sarung dan masuk bersama
Rasulullah Saw. di dalam selimutnya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak sekali-kali
beliau menghendaki demikian melainkan ingin melakukan persetubuhan.
**************
Firman Allah Swt.:
{فَإِذَا
تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ}
Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepada kalian. (Al-Baqarah: 222)
Makna ayat ini menganjurkan dan memberikan petunjuk tentang cara menggauli
mereka sesudah bersuci. Bahkan Ibnu Hazm berpendapat, wajib melakukan jimak
setelah tiap habis haid, karena berdasarkan firman-Nya: Apabila mereka telah
suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepada
kalian. (Al-Baqarah: 222)
Pendapat ini tidak mempunyai sandaran, mengingat masalahnya terjadi dengan
adanya perintah sesudah larangan. Sehubungan dengan masalah ini banyak pendapat
di kalangan ulama Usul yang mengomentarinya. Di antara mereka ada yang
mengatakan bahwa makna yang terkandung di dalam ayat ini menunjukkan pengertian
wajib, sama halnya dengan ayat yang mutlak. Mereka berpendapat sama dengan yang
dikatakan oleh Ibnu Hazm dan memerlukan jawaban yang sama pula dengannya.
Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa makna ayat ini menunjukkan
ibahah (pembolehan), dan mereka menjadikan larangan yang mendahuluinya
merupakan qarinah yang memalingkan makna ayat dari pengertian wajib. Akan
tetapi, pendapat ini masih perlu dipertimbangkan.
Pendapat yang kuat sesuai dengan makna yang terkandung di dalam dalil ini
mengatakan bahwa permasalahannya dikembalikan kepada hukum sebelumnya, yakni
kepada perintah sebelum ada larangan. Jika perintahnya menunjukkan pengertian
wajib, maka hukumnya wajib. Perihalnya sama dengan pengertian yang terkandung di
dalam firman-Nya:
فَإِذَا
انْسَلَخَ الْأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ
Apabila sudah habis bulan-bulan Haram, maka bunuhlah orang-orang musyrik
itu. (At-Taubah: 5)
Atau menunjukkan makna mubah, maka hukumnya mubah pula. Seperti makna yang
terkandung di dalam firman-Nya:
وَإِذا
حَلَلْتُمْ فَاصْطادُوا
Dan apabila kalian telah menyelesaikan ibadah haji, maka boleh
berburu. (Al-Maidah: 2)
Firman Allah Swt.:
فَإِذا
قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ
Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kalian di muka
bumi. (Al-Jumu'ah: 10)
Dalil-dalil di atas memperkuat pendapat ini. Imam Gazali dan ulama lainnya
meriwayatkan pendapat ini, lalu dipilih oleh sebagian para Imam Mutakhkhirin;
pendapat inilah yang sahih.
Para ulama sepakat bahwa seorang wanita apabila masa haidnya telah habis,
tidak halal digauli suaminya sebelum mandi dengan air atau tayamum jika bersuci
dengan air tidak dapat dilakukannya karena uzur berikut dengan segala
persyaratannya. Kecuali Imam Abu Hanifah; ia mengatakan bahwa jika darah haidnya
baru terhenti lebih dari sepuluh hari yang merupakan batas maksimal masa haid
menurutnya, maka si wanita halal bagi suaminya begitu darahnya terhenti, tidak
perlu mandi terlebih dahulu.
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: sebelum mereka
bersuci. (Al-Baqarah: 222) Yakni suci dari darah haidnya. Apabila mereka
telah suci. (Al-Baqarah: 222) Yaitu bersuci dengan air. Demikian pula apa yang dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan, Muqatil
ibnu Hayyan, dan Al-LaiS ibnu Sa'd serta lain-lainnya.
**************
Firman Allah Swt.:
{مِنْ
حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ}
maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepada
kalian. (Al-Baqarah: 222)
Menurut Ibnu Abbas dan Mujahid serta ulama lainnya yang bukan hanya seorang,
yang dimaksud ialah farjinya. Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah
kepada kalian. (Al-Baqarah: 222) Yang dimaksud ialah farjinya dan tidak
boleh melampauinya ke anggota lainnya. Maka barang siapa yang melakukan
penyimpangan dalam hubungannya, berarti ia telah berbuat melampaui batas.
Ibnu Abbas, Mujahid, dan Ikrimah telah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: di tempat yang diperintahkan Allah kepada kalian.
(Al-Baqarah: 222) Yakni janganlah kalian menjauhi mereka. Di dalam ayat ini terkandung pengertian yang menunjukkan haram melakukan
persetubuhan pada dubur (liang anus), seperti yang akan diterangkan
kemudian.
Abu Razin, Ikrimah, Ad-Dahhak, dan bukan hanya seorang ulama saja telah
mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka campurilah mereka itu di
tempat yang diperintahkan Allah kepada kalian. (Al-Baqarah: 222) Maksudnya,
dalam keadaan suci dan tidak berhaid. Karena itulah maka pada akhir ayat
disebutkan oleh firman-Nya: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertobat. (Al-Baqarah: 222) Yaitu bertobat dari perbuatan dosa, sekalipun ia
melakukan persetubuhannya berkali-kali. dan menyukai orang-orang yang
menyucikan diri. (Al-Baqarah: 222) Yakni orang-orang yang membersihkan
dirinya dari kotoran dan penyakit, larangan mendatangi istri yang sedang haid
atau mendatangi istri bukan pada tempat (anggota tubuh)nya yang diperkenankan
untuk itu.
*****************
Firman Allah Swt.:
{نِسَاؤُكُمْ
حَرْثٌ لَكُمْ}
Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok
tanam. (Al-Baqarah: 223)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-hars ialah
peranakan (kemaluan).
Dalam firman selanjutnya disebutkan:
{فَأْتُوا
حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ}
maka datangilah tanah tempat bercocok tanam kalian itu bagaimana saja
kalian kehendaki. (Al-Baqarah: 223)
Yakni bagaimanapun caranya menurut kehendak kalian, baik dari depan ataupun
dari belakang dengan syarat yang didatanginya adalah satu lubang, yaitu lubang
kemaluan, seperti yang telah ditetapkan oleh banyak hadis. Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah
menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ibnul Munkadir yang mengatakan bahwa ia
pernah mendengar sahabat Jabir menceritakan hadis berikut: Dahulu orang-orang
Yahudi berkeyakinan bahwa jika seseorang menyetubuhi istrinya dari arah
belakang, maka kelak anaknya bermata juling. Maka turunlah firman-Nya:
Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat bercocok tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok tanam kalian itu bagaimana saja kalian
kehendaki. (Al-Baqarah: 223)
Imam Muslim meriwayatkannya —begitu pula Imam Abu Daud— melalui hadis Sufyan
As-Sauri dengan lafaz yang sama. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul
A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku
Malik ibnu Anas, Ibnu Juraij, dan Suf-yan Ibnu Sa'id As-Sauri. Disebutkan bahwa
Muhammad ibnul Munkadir pernah menceritakan kepada mereka bahwa. Abdullah ibnu
Jabir pernah menceritakan kepadanya, orang-orang Yahudi sering berkata kepada
kaum muslim, "Barang siapa yang mendatangi istrinya dari arah belakang, maka
kelak anaknya akan bermata juling." Lalu turunlah firman-Nya: Istri-istri
kalian adalah (seperti) tanah tempat bercocok tanam kalian, maka datangilah
tanah tempat bercocok tanam kalian itu bagaimana saja kalian kehendaki.
(Al-Baqarah: 223)
Ibnu Juraij mengatakan, sehubungan dengan hadis ini disebutkan di dalamnya
bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
«مُقْبِلَةٌ
وَمُدْبِرَةٌ إِذَا كَانَ ذَلِكَ فِي الْفَرْجِ»
Boleh dari depan dan boleh dari belakang jika yang didatanginya adalah
farji.
Di dalam hadis Bahz ibnu Hakim ibnu Mu'awiyah ibnu Haidah Al-Qusyairi, dari
ayahnya, dari kakeknya, disebutkan bahwa Mu'awiyah ibnu Haidah pernah bertanya,
"Wahai Rasulullah, sehubungan dengan istri-istri kami, bagaimanakah cara yang
diperbolehkan untuk mendatanginya dan apa sajakah cara yang dilarang?"
Rasulullah Saw. bersabda:
"حَرْثُكَ،
ائْتِ حَرْثَكَ أَنَّى شِئْتَ، غَيْرَ أَلَّا تضربَ الْوَجْهَ، وَلَا تُقَبِّحَ،
وَلَا تَهْجُرَ إِلَّا فِي الْمَبِيتِ . الْحَدِيثُ
Seperti lahan bercocok tanammu, maka datangilah lahan bercocok tanammu
bagaimana saja kamu kehendaki, hanya kamu tidak boleh memukul wajah, dan jangan
berkata buruk, jangan pula mengisolisasi(nya) kecuali di dalam rumah. Hingga
akhir hadis.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan pemilik kitab-kitab sunnah.
Hadis lainnya diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, telah menceritakan kepada
kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan
kepadaku Ibnu Luhai'ah, dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Amir Ibnu Yahya, dari
Abdullah ibnu Hanasy, dari Abdullah ibnu Abbas yang menceritakan: Sejumlah orang
dari Himyar datang kepada Rasulullah Saw., lalu mereka bertanya kepadanya
tentang banyak hal. Kemudian ada seorang lelaki berkata kepadanya, "Sesungguhnya
aku suka wanita, maka bagaimanakah yang harus kulakukan menurutmu?" Maka
turunlah firman-Nya, "Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat
bercocok tanam kalian, maka datangilah tanah tempat bercocok tanam kalian itu
bagaimana saja kalian kehendaki" (Al-Baqarah: 223).
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Gailan,
telah menceritakan kepada kami Rasyidin, telah menceritakan kepadaku Al-Hasan
ibnu Sauban, dari Amir ibnu Yahya Al-Magafiri, dari Hanasy, dari Ibnu Abbas yang
menceritakan bahwa ayat berikut, yaitu firman-Nya: Istri-istri kalian adalah
(seperti) tanah tempat bercocok tanam kalian. (Al-Baqarah:. 223) Ayat ini
diturunkan berkenaan dengan sejumlah orang dari kalangan Ansar yang datang
kepada Nabi Saw. dan bertanya kepadanya. Maka Nabi Saw. menjawab:
"
ائْتِهَا عَلَى كُلِّ حَالٍ إِذَا كَانَ فِي الْفَرْجِ "
Datangilah ia dengan posisi apa pun selagi yang didatangi adalah
farjinya.
Hadis lainnya diriwayatkan oleh Abu Ja'far At-Tahawi di dalam kitabnya yang
berjudul Musykilul Hadis. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad
ibnu Daud ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Kasib, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Nafi', dari Hisyam ibnu Sa'd ibnu Zaid
ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Sa'id Al-Kudri, bahwa ada seorang
lelaki menyetubuhi istrinya pada liang anusnya. Maka orang-orang memprotes
perbuatannya itu, lalu Allah menurunkan firman-Nya: Istri-istri kalian adalah
(seperti) tanah tempat bercocok tanam kalian. (Al-Baqarah: 223), hingga
akhir ayat.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, dari Yunus ibnu Ya'qub; juga
diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli, dari Al-Haris ibnu Syuraih,
dari Abdullah ibnu Nafi' dengan lafaz yang sama.
Hadis lainnya diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Dinyatakan bahwa telah
menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Wuhaib, telah
menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Usman ibnu Khaisam, dari Abdullah ibnu
Sabit yang menceritakan hadis berikut: Aku masuk menemui Hafsah binti Abdur
Rahman ibnu Abu Bakar dan kukatakan kepadanya, "Sesungguhnya aku akan bertanya
kepadamu tentang suatu masalah, tetapi aku malu mengemukakannya kepadamu."
Hafsah menjawab, "Hai keponakanku, jangan malu-malu. Kemukakanlah." Abdullah
ibnu Sabit berkata, "Mendatangi wanita (istri) pada liang anusnya." Hafsah
berkata bahwa Ummu Salamah pernah menceritakan hadis berikut: Orang-orang Ansar
suka mendatangi wanita dari arah belakang (posisi tengkurap). Sedangkan
orang-orang Yahudi mengatakan bahwa barang siapa yang mendatangi istrinya dari
arah belakang, maka kelak anaknya bermata juling.
Ketika kaum Muhajirin datang di Madinah, mereka ada yang menikah dengan
wanita Ansar, lalu mereka mendatanginya dari arah belakang, tetapi tiada seorang
pun yang menaati suaminya dan mengatakan, "Jangan dulu kamu lakukan sebelum aku
tanyakan kepada Rasulullah Saw. mengenai cara ini." Lalu wanita Ansar itu datang
kepada Ummu Salamah dan menemuinya serta menceritakan kepadanya hal tersebut.
Ummu Salamah menjawab, "Duduklah dahulu hingga Rasulullah Saw. tiba." Ketika
Rasulullah Saw. datang, tiba-tiba wanita Ansar itu merasa malu mengemukakan
pertanyaannya. Oleh karena itu, ia keluar. Lalu Ummu Salamahlah yang
menanyakannya kepada Nabi Saw., dan Nabi Saw. bersabda, "Panggillah wanita Ansar
tadi." Ummu Salamah segera memanggil wanita Ansar tadi. Setelah wanita itu
datang, maka Rasulullah Saw. membacakan kepadanya ayat berikut, yaitu
firman-Nya: Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok
tanam, maka datangilah tanah tempat kalian bercocok tanam itu bagaimana saja
kalian kehendaki. (Al-Baqarah: 223) Yang dimaksud dengan anna syi'tum
ialah subyeknya satu, yaitu satu liang (liang kemaluan).
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Turmuzi, dari Bandar, dari Ibnu Mahdi,
dari Sufyan, dari Abu Khaisam dengan lafaz yang sama, dan ia mengatakan bahwa
hadis ini berpredikat hasan. Menurut kami, hadis ini diriwayatkan pula melalui jalur Hammad ibnu Abu
Hanifah, dari ayahnya, dari Ibnu Khaisam, dari Yusuf ibnu Mahik, dari Hafsah
Ummul Muminin, bahwa ada seorang wanita datang kepadanya, lalu bertanya,
"Sesungguhnya suamiku suka mendatangiku dari arah belakang dan arah depan, maka
aku tidak suka dengan cara itu." Ketika hal tersebut disampaikan kepada
Rasulullah Saw., beliau menjawab:
لَا
بَأْسَ إِذَا كَانَ فِي صِمَامٍ وَاحِدٍ"
Tidak mengapa jika yang dimasukinya adalah satu liang (liang
farjinya).
Hadis lainnya diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ -يَعْنِي القَمي
-عَنْ جَعْفَرٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: جَاءَ
عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلَكْتُ! قَالَ: "مَا الَّذِي أَهْلَكَكَ؟ " قَالَ:
حَوَّلْتُ رَحْلَيِ الْبَارِحَةَ! قَالَ: فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ شَيْئًا. قَالَ:
فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ
الْآيَةَ: {نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ}
أَقْبِلْ وَأَدْبِرْ، وَاتَّقِ الدُّبُرَ وَالْحَيْضَةَ".
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan
kepada kami Ya'qub (yakni Al-Qummi), dari Ja'far, dari Sa'id ibnu Jubair, dari
Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa sahabat Umar ibnul Khattab datang kepada
Rasulullah Saw., lalu berkata, "Wahai Rasulullah, aku telah binasa." Rasulullah
Saw. bertanya, "Apakah yang menyebabkan kamu binasa?" Umar menjawab,
"Tadi malam aku membalikkan pelanaku (istriku)." Rasulullah Saw. tidak menjawab
sepatah kata pun. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa Allah menurunkan wahyu
kepada Rasul-Nya, yaitu ayat berikut: Istri-istri kalian adalah (seperti)
tanah tempat kalian bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanam
kalian itu bagaimana saja kalian kehendaki. (Al-Baqarah: 223) Kemudian
Rasulullah Saw. bersabda: Datangilah dari depan dan dari belakang, tetapi
jauhilah liang dubur dan masa haid.
Imam Turmuzi meriwayatkan dari Abdu ibnu Humaid, dari Hasan ibnu Musa
Al-Asyyab dengan lafaz yang sama. Hasan mengatakan bahwa hadis ini berpredikat
garib. Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu
Syuraih, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Nafi', telah menceritakan
kepada kami Hisyam ibnu Sa'd, dari Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasar, dari
Abu Sa'id yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki di masa Rasulullah Saw.
mendatangi istrinya pada bagian belakangnya. Mereka mengatakan, "Si Fulan telah
mendatangi istrinya pada bagian belakangnya." Maka Allah menurunkan firman-Nya:
Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok tanam kalian itu bagaimana saja kalian
kehendaki. (Al-Baqarah: 223)
Imam Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu
Yahya Abul Asbag yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Muhammad
(yakni Ibnu Salamah), dari Muhammad ibnu Ishaq, dari Aban ibnu Saleh, dari
Mujahid, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Ibnu Umar —semoga Allah
mengampuninya— telah menduga bahwa sesungguhnya kaum Ansar pada mulanya adalah
Ahli Wasani, sedangkan golongan lainnya adalah orang-orang Yahudi yang
merupakan Ahli Kitab. Orang-orang Ansar berpandangan bahwa orang-orang Yahudi
mempunyai keutamaan lebih dari mereka dalam hal ilmu. Oleh sebab itu, dalam
kebanyakan hal orang-orang Ansar mengikuti cara mereka. Tersebutlah bahwa
termasuk perkara Ahli Kitab ialah mereka tidak mendatangi istri-istrinya
melainkan hanya dengan satu posisi saja; cara yang demikian lebih rnenutupi
tubuh si istri. Lalu orang-orang Ansar meniru jejak mereka dalam hal tersebut.
Sedangkan kebiasaan orang-orang Quraisy dalam mendatangi istrinya memakai
berbagai macam cara dan posisi yang tidak pernah dilakukan oleh orang-orang
Ansar. Mereka menikmati persetubuhannya dengan istri-istri mereka secara
maksimal, baik dari arah depan, belakang, cara telentang, dan lain sebagainya.
Ketika kaum Muhajirin datang ke Madinah, lalu seseorang dari mereka kawin dengan
seorang wanita dari kalangan Ansar. Selanjutnya si lelaki itu melakukan
terhadapnya sebagaimana ia biasa melakukannya dengan berbagai macam posisi,
tetapi istrinya yang Ansar itu menolak dan mengatakan, "Sesungguhnya kebiasaan
yang berlaku di kalangan kami, kami biasa d-datangi dari arah depan saja. Maka
lakukanlah itu. Jika kamu tidak mau, menjauhlah dariku." Kemudian perihal
keduanya tersebar. Akhirnya sampailah berita itu kepada Rasulullah Saw. Maka
Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah
tempat kalian bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat kalian bercocok tanam
itu bagaimana saja kalian kehendaki. (Al-Baqarah: 223) Yakni boleh dengan
cara dari 'belakang, dari depan, dan cara telentang, yang dimaksud ialah pada
farjinya.
Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, tetapi banyak syahid yang
mempersaksikan kesahihannya, yaitu hadis-hadis yang terdahulu tadi, terlebih
lagi riwayat yang dikemukakan oleh Ummu Salamah yang mirip dengan hadis ini. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani melalui jalur
Muhammad ibnu Ishaq, dari Aban ibnu Saleh, dari Mujahid yang mengatakan bahwa ia
pernah membacakan mushaf kepada Ibnu Abbas mulai dari Fatihah hingga khatam. Ia
berhenti pada tiap ayat dan menanyakan maknanya kepada Ibnu Abbas, hingga
sampailah pada firman-Nya: Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat
kalian bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat kalian bercocok tanam itu
bagaimana saja kalian kehendaki. (Al-Baqarah: 223) Maka Ibnu Abbas berkata,
"Sesungguhnya kaum Quraisy biasa mendatangi istri-istrinya dengan berbagai macam
posisi di Mekah dan menikmati persetubuhannya secara maksimal," lalu Ibnu Abbas
menuturkan hadis ini hingga selesai.
Perkataan Ibnu Abbas yang mengutarakan bahwa Ibnu Umar —semoga Allah
mengampuninya— telah menduga seakan-akan ini mengisyaratkan kepada apa yang
telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Yaitu telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami
An-Nadr ibnu Syamil, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aun, dari Nafi', bahwa
Ibnu Umar apabila membaca Al-Qur'an tidak pernah berbicara sebelum
merampungkannya. Maka pada suatu hari aku memohon kepadanya untuk membacakannya,
lalu ia membaca surat Al-Baqarah. Dan ketika bacaannya sampai pada suatu ayat,
ia berkata, "Tahukah kamu, berkaitan dengan masalah apakah ayat ini diturunkan?"
Aku menjawab, "Tidak." Ibnu Umar berkata, "Ayat ini diturunkan berkenaan dengan
masalah anu dan anu," lalu ia melanjutkan bacaannya.
Abdus Samad mengatakan, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah
menceritakan kepada kami Ayyub, dari Nafi', dari Ibnu Umar sehubungan dengan
firman-Nya: Maka datangilah tanah tempat kalian bercocok tanam itu bagai-mana
saja kalian kehendaki. (Al-Baqarah: 223) Ibnu Umar mengatakan, yang dimaksud
ialah bila si istri didatanginya dari ... (dan seterusnya). Demikianlah menurut
apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, ditinjau dari segi ini hanya dia
sendirilah yang mengetengahkannya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aun, dari Nafi'
yang mengatakan bahwa pada suatu hari ia membaca firman-Nya: Istri-istri
kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam, maka datangilah
tanah tempat kalian bercocok tanam itu bagaimana saja kalian kehendaki.
(Al-Baqarah: 223) Ibnu Umar bertanya, "Tahukah kamu berkenaan dengan masalah
apakah ayat ini diturunkan?" Nafi' menjawab, "Tidak." Ibnu Umar berkata, "Ayat
ini diturunkan berkenaan dengan masalah mendatangi wanita pada liang
anusnya."
Telah menceritakan kepadaku Abu Qilabah, telah menceritakan kepada kami Abdus
Samad ibnu Abdul Waris, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Ayyub, dari
Nafi', dari Ibnu Umar sehubungan dengan firman-Nya: Maka datangilah tanah
tempat kalian bercocok tanam itu bagai-mana saja kalian kehendaki.
(Al-Baqarah: 223) Ibnu Umar mengatakan, yang dimaksud ialah pada liang anusnya.
Telah diriwayatkan pula melalui hadis Malik, dari Nafi', dari Ibnu Umar, tetapi
tidak sahih.
Imam Nasai meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abdul Hakam, dari
Abu Bakar ibnu Abu Uwais, dari Sulaiman ibnu Bilal, dari Zaid ibnu Aslam, dari
Ibnu Umar, bahwa ada seorang lelaki mendatangi istrinya pada liang anusnya, lalu
ia merasa sangat bersalah akibat perbuatannya itu. Maka Allah menurunkan
firman-Nya: Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok
tanam, maka datangilah tanah tempat kalian bercocok tanam itu bagaimana saja
kalian kehendaki. (Al-Baqarah: 223)
Abu Hatim Ar-Razi mengatakan bahwa sekiranya hadis ini berada pada Zaid ibnu
Aslam, dari Ibnu Umar, niscaya orang-orang tidak akan menilai lemah hadis Nafi'.
Pendapat ini merupakan ta'lil (komentar) dari Imam Nasai terhadap hadis ini.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Abdullah ibnu Nafi', dari Daud ibnu Qais,
dari Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasart dari Ibnu Umar, lalu ia
mengetengahkan hadis ini.
Hadis ini (yang mengatakan mendatangi istri dari belakang pada liang anusnya)
dapat ditakwilkan seperti pengertian terdahulu, yaitu mendatangi istri dari
belakang pada farjinya, bukan pada liang anusnya.
Pengertian ini berdasarkan apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Nasai, dari
Ali ibnu Usman An-Nafili, dari Sa'id ibnu Isa, dari Al-Fadl ibnu Fudalah, dari
Abdullah ibnu Sulaiman At-Tawil, dari Ka'b ibnu Alqamah, dari Abun Nadr yang
menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Nafi' maula Ibnu Umar,
"Sesungguhnya banyak orang yang membicarakan perihalmu, bahwa kamu pernah
mengatakan dari Ibnu Umar bahwa sesungguhnya Ibnu Umar pernah memfatwakan kaum
wanita boleh didatangi pada liang anusnya." Nafi' berkata, "Mereka berdusta
kepadaku, sekarang akan aku ceritakan kepadamu bagaimana duduk perkaranya.
Sesungguhnya Ibnu Umar pada suatu hari membaca Al-Qur'an, sedangkan aku berada
di sisinya, hingga bacaannya sampai pada firman-Nya: 'Istri-istri kalian
adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam, maka datangilah tanah
tempat kalian bercocok tanam itu bagaimana saja kalian kehendaki’
(Al-Baqarah: 223). Lalu Ibnu Umar berkata, 'Hai Nafi', tahukah kamu perkara yang
menyangkut ayat ini?' Nafi' menjawab, Tidak.' Ibnu Umar mengatakan,
'Sesungguhnya kami golongan orang-orang Quraisy biasa mendatangi istri-istri
kami dari arah belakang. Ketika kami memasuki Madinah dan kami nikahi
wanita-wanita Ansar, lalu kami menghendaki dari mereka seperti apa yang biasa
kami lakukan sebelumnya, ternyata hal tersebut menyakitkan mereka. Mereka tidak
menyukainya dan menganggapnya sebagai kesalahan yang besar. Kaum wanita Ansar
bersikap demikian karena mereka meniru cara orang-orang Yahudi, yaitu mereka
hanya didatangi dari arah sisi (dan depannya).' Maka Allah menurunkan
firman-Nya: 'Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok
tanam, maka datangilah tanah tempat kalian bercocok tanam itu dari arah mana
saja yang kalian kehendaki’ (Al-Baqarah: 223)."
Hadis ini berpredikat sahih. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Murdawaih, dari
At-Tabrani, dari Al-Husain ibnu Ishaq, dari Zakaria ibnu Yahya Katib Al-Umra,
dari Mifdal ibnu Fudalah, dari Abdullah ibnu Ayyasy, dari Ka'b ibnu Alqamah,
lalu ia mengetengahkan hadis ini.
Telah diriwayatkan kepada kami, dari ibnu Umar, hal yang berbeda dengan
riwayat di atas secara terang-terangan, bahwa mendatangi wanita pada liang
anusnya tidak diperbolehkan dan tidak dihalalkan, seperti yang akan dikemukakan
nanti.
Sekalipun pendapat ini (mendatangi istri boleh pada liang anusnya)
dinisbatkan kepada sejumlah ahli fiqih Madinah dan lain-lainnya —sebagian dari
mereka menisbatkan kepada Imam Malik di dalam Kitabus Sirr-nya— tetapi
kebanyakan ulama memprotes kesahihannya.
Sesungguhnya hadis yang diriwayatkan melalui berbagai jalur periwayatan telah
menyebutkan adanya larangan melakukan perbuatan itu (mendatangi istri pada liang
anusnya).
قَالَ
الْحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ: حَدَّثَنَا
إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ عَنْ سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
الْمُنْكَدِرِ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: "اسْتَحْيُوا، إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ، لَا
يَحِلُّ مَأْتَى النِّسَاءِ فِي حُشُوشِهِنَّ"
Al-Hasan ibnu Arafah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu
Ayyasy, dari Suhail ibnu Abu Saleh, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Malulah kalian,
sesungguhnya Allah tidak segan terhadap perkara yang hak; tidak halal bagi
kalian mendatangi wanita pada liang anusnya.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ
عَبْدِ بْنِ شَدَّادٍ عَنْ رَجُلٍ عَنْ خُزَيْمَةَ بْنِ ثَابِتٍ: أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ يَأْتِيَ الرَّجُلُ
امْرَأَتَهُ في دبرها
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah
menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abd ibnu Syadad, dari Khuzaimah ibnu
Sabit: Bahwa Rasulullah Saw. melarang seorang lelaki mendatangi istrinya pada
liang anusnya.
Menurut jalur yang lain, Imam Ahmad mengatakan bahwa:
حَدَّثَنَا
يَعْقُوبُ، سَمِعْتُ أَبِي يُحَدِّثُ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
أُسَامَةَ ابْنِ الْهَادِ: أَنَّ عُبَيْدَ اللَّهِ بْنَ الْحَصِينِ الْوَالِبِيَّ
حَدَّثه أَنَّ هَرَمِيَّ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ الْوَاقِفِيَّ حَدَّثَهُ: أَنَّ
خُزَيْمَةَ بْنَ ثَابِتٍ الْخَطْمِيَّ حَدَّثَهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا يَسْتَحْيِي اللَّهُ من الحق، لا يستحي
اللَّهُ مِنَ الْحَقِّ -ثَلَاثًا -لَا تَأْتُوا النِّسَاءَ فِي
أَعْجَازِهِنَّ".
telah menceritakan kepada kami Ya'qub, bahwa ia pernah mendengar ayahnya
menceritakan sebuah hadis dari Yazid ibnu Abdullah ibnu Usamah ibnul Had, bahwa
Ubaidillah ibnul Husain Al-Walibi pernah menceritakan sebuah hadis kepadanya;
Abdullah Al-Waqifi pernah menceritakan sebuah hadis kepadanya bahwa Khuzaimah
ibnu Sabit Al-Khatmi pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Malulah kalian, sesungguhnya Allah tidak segan terhadap perkara
yang hak; janganlah kalian mendatangi istri kalian pada liang anusnya.
Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah menceritakan pula hadis ini melalui berbagai
jalur dari Khuzaimah ibnu Sabit, tetapi di dalam sanadnya banyak terdapat
perbedaan.
Hadis lainnya dikatakan oleh Abu Isa At-Turmuzi dan Imam Nasai, telah
menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu
Khalid Al-Ahmar, dari Ad-Dahhak ibnu Usman, dari Makhramah ibnu Sulaiman, dari
Kuraib, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
«لَا
يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى رَجُلٍ أَتَى رَجُلًا أَوِ امْرَأَةً فِي
الدُّبُرِ»
Allah tidak mau melihat orang lelaki yang mendatangi lelaki lain atau
seorang wanita pada liang anusnya.
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib.
Hal yang sama diketengahkan oleh Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya dan
dinilai sahih oleh Ibnu Hazm. Akan tetapi, Imam Nasai meriwayatkannya pula dari
Hannad, dari Waki', dari Ad-Dahhak dengan lafaz yang sama secara mauquf.
Abdu mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah
menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ibnu Tawus, dari ayahnya, bahwa ada
seorang lelaki bertanya kepada ibnu Abbas tentang mendatangi istri pada liang
anusnya. Maka Ibnu Abbas menjawab, "Kamu menanyakan kepadaku tentang kekufuran."
Sanad riwayat ini sahih. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Imam Nasai melalui
jalur Ibnul Mubarak, dari Ma'mar dengan lafaz yang semakna.
Abdu telah mengatakan pula dalam kitab tafsirnya, telah menceritakan kepada
kami Ibrahim ibnul Hakim, dari ayahnya, dari Ikrimah yang menceritakan bahwa ada
seorang lelaki datang kepada Ibnu Abbas, lalu berkata, "Sesungguhnya aku telah
mendatangi istriku pada liang anusnya." Kemudian lelaki itu mengatakan bahwa ia
telah mendengar firman Allah Swt. yang mengatakan: Istri-istri kalian adalah
(seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat
bercocok tanam kalian itu bagaimana saja kalian kehendaki. (Al-Baqarah:
223)
Karena itu, ia menduganya sebagai hal yang dihalalkan. Maka Ibnu Abbas
berkata, "Hai dungu, sesungguhnya yang dimaksud oleh firman-Nya: 'Maka
datangilah tanah tempat bercocok tanam kalian itu bagaimana saja kalian
kehendaki' (Al-Baqarah: 223). hanyalah sambil berdiri, sambil duduk, dari
depan dan dari belakang, tetapi yang dituju adalah farjinya. Jangan sekali-kali
kalian melampaui batas ke bagian lainnya (ke liang anusnya)."
Hadis lainnya diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
حَدَّثَنَا
عَبْدُ الصَّمَدِ، حَدَّثَنَا هُمَامٌ، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، عَنْ عَمْرو بْنِ
شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: "الَّذِي يَأْتِي امْرَأَتَهُ فِي دُبُرِهَا هِيَ اللُّوطِيَّةُ
الصُّغْرَى"
telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami
Hammam, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Amr ibnu Syu'aib, dari
ayahnya, dari kakeknya, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Orang yang
mendatangi istrinya pada liang anusnya adalah orang yang melakukan perbuatan
kecil kaum Lut.
قَالَ
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ: حَدَّثَنِي هُدْبَةُ، حَدَّثَنَا هُمَامٌ، قَالَ:
سُئل قَتَادَةُ عَنِ الَّذِي يَأْتِي امْرَأَتَهُ فِي دُبُرِهَا. فَقَالَ
قَتَادَةُ: حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ: أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "هِيَ اللُّوطِيَّةُ
الصُّغْرَى".
Abdullah ibnu Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepadaku Hadbah, telah
menceritakan kepada kami Hammam, bahwa Qatadah pernah ditanya mengenai seorang
lelaki yang mendatangi istrinya pada liang anusnya. Maka Qatadah menjawab, telah
menceritakan kepada kami Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa
Nabi Saw. pernah bersabda: Perbuatan itu adalah lutiyah sugra (perbuatan
kecil kaum Nabi Lut).
Qatadah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Uqbah ibnu Wisaj, dari Abu
Darda yang mengatakan bahwa tiada yang pantas melakukan hal tersebut (mendatangi
istri pada liang anusnya) melainkan hanyalah orang kafir.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Yahya ibnus Sa'id Al-Qattan, dari Sa'id ibnu
Abu Arubah, dari Qatadah, dari Abu Ayyub, dari Abdullah ibnu Amr ibnul As yang
mengatakan hadis Nabi Saw. tadi di atas. Riwayat ini lebih sahih sanadnya.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Abdu ibnu Humaid, dari Yazid ibnu Harun,dari
Humaid Al-A'raj, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Amr
secara mauquf sabda Nabi Saw. yang telah disebutkan di atas.
Jalur lainnya diketengahkan oleh Ja'far Al-Faryabi:
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بن زياد بن العم،
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الحُبلي، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "سَبْعَةٌ لَا
يَنْظُرُ اللَّهُ
إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ، وَيَقُولُ: ادْخُلُوا النَّارَ
مَعَ الدَّاخِلِينَ: الْفَاعِلُ وَالْمَفْعُولُ بِهِ، وَالنَّاكِحُ يَدَهُ،
وَنَاكِحُ الْبَهِيمَةِ، وَنَاكِحُ الْمَرْأَةِ فِي دُبُرِهَا، وَجَامِعٌ بَيْنَ
الْمَرْأَةِ وَابْنَتِهَا، وَالزَّانِي بِحَلِيلَةِ جَارِهِ، وَالْمُؤْذِي جَارَهُ
حَتَّى يَلْعَنَهُ"
telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Luhai'ah, dari Abdur Rahman ibnu Ziad ibnu An'am, dari Abu Abdur Rahman
Al-Habli, dari Abdullah ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Ada tujuh macam orang yang Allah tidak mau memandang mereka di hari
kiamat nanti dan tidak mau pula menyucikan mereka, bahkan berfirman, "Masuklah
kalian ke dalam neraka bersama-sama orang-orang yang masuk neraka." Yaitu dua
lelaki yang melakukan homoseks, lelaki yang menikahi tangannya (mastrubasi),
lelaki yang menyetubuhi hewan, lelaki yang menyetubuhi istrinya pada dubur
(liang anus)nya, lelaki yang mengawini antara ibu dan anak perempuannya, lelaki
yang berzina dengan istri tetangganya, dan orang yang menyakiti tetangganya
hingga si tetangga melaknatnya.
Akan tetapi, Ibnu Luha'iah dan gurunya berpredikat daif.
Hadis lainnya diketengahkan oleh Imam Ahmad:
حَدَّثَنَا
عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَاصِمٍ، عن عيسى بن حطان، عن
مُسْلم بن سَلام، عَنْ عَلِيِّ بْنِ طَلْقٍ، قَالَ: نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم إن تُؤْتَى النِّسَاءُ فِي أَدْبَارِهِنَّ؛ فَإِنَّ اللَّهَ
لَا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ
telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami
Sufyan, dari Asim, dari Isa ibnu Huttan, dari Muslim ibnu Salam, dari Ali ibnu
Talq yang telah mengatakan: Bahwa Rasulullah Saw. melarang istri-istri
didatangi pada liang anusnya. Sesungguhnya Allah tidak merasa malu menerangkan
perkara yang hak.
Hadis ini diketengahkan pula oleh Imam Ahmad, dari Abu Mu'awiyah dan Abu Isa
At-Turmuzi melalui jalur Abu Mu'awiyah pula, dari Asim Al-Ahwal dengan lafaz
yang sama, hanya dalam riwayat ini terdapat tambahan. Imam At Tirmidzi
mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan.
Di antara ulama ada yang mengetengahkan hadis ini di dalam Musnad Ali ibnu
Abu Talib, seperti yang ada pada kitab Musnad Imam Ahmad ibnu Hambal, tetapi
yang benar adalah Ali ibnu Talq.
Hadis lainnya diketengahkan oleh Imam Ahmad:
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عن
سُهَيل بْنِ أَبِي صَالِحٍ، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ مُخلَّد، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ الَّذِي
يَأْتِي امْرَأَتَهُ فِي دُبُرِهَا لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِ".
telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami
Ma'mar, dari Suhail ibnu Abu Saleh, dari Al-Haris ibnu Makhlad, dari Abu
Hurairah r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya orang yang
mendatangi istrinya pada liang anusnya, Allah tidak mau memandang
kepadanya.
Imam Ahmad mengatakan pula:
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عن
سُهَيل بْنِ أَبِي صَالِحٍ، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ مُخلَّد، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ الَّذِي
يَأْتِي امْرَأَتَهُ فِي دُبُرِهَا لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِ".
telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Wuhaib,
telah menceritakan kepada kami Suhail, dari Al-Haris ibnu Makhlad, dari Abu
Hurairah yang me-rafa'-kan hadis ini. Ia mengatakan: Allah tidak mau
memandang kepada seorang lelaki yang menyetubuhi istrinya pada liang
anusnya.
Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah melalui jalur
Suhail.
Imam Ahmad mengatakan pula:
حَدَّثَنَا
وَكِيع، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ سُهَيْلِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ، عَنِ الْحَارِثِ
بْنِ مَخْلَدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَلْعُونٌ مَنْ أَتَى امْرَأَةً فِي
دُبُرِهَا".
telah menceritakan kepada kami Waki', dari Suhail ibnu Abu Saleh, dari
Al-Haris ibnu Makhlad, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda: Terlaknatlah orang yang mendatangi istrinya pada liang
anusnya.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Nasai melalui
jalur Waki' dengan lafaz yang sama. Jalur lainnya diketengahkan oleh Al-Hafiz Abu Na'im Al-Asbahani:
أَخْبَرَنَا
أَحْمَدُ بْنُ الْقَاسِمِ بْنِ الرَّيَّانِ، حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ
النَّسَائِيُّ، حَدَّثَنَا هَنَّادٌ، وَمُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ -وَاللَّفْظُ
لَهُ -قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ سُهَيْلِ بْنِ أَبِي
صَالِحٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَلْعُونٌ من أتى امرأة في دبرها"
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Qasim ibnu Rayyan, telah
menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman An-Nasai, telah menceritakan kepada
kami Hannad dan Muhammad ibnu Ismail, yang lafaznya menurut apa yang ada pada
Nasai. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah
menceritakan kepada kami Sufyan, dari Suhail ibnu Abu Saleh, dari ayahnya, dari
Abu Hurairah yang pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
Terlaknatlah orang yang mendatangi wanita pada liang anusnya.
Akan tetapi, bukan demikian bunyi hadis yang ada pada Imam Nasai, dan
sesungguhnya lafaz yang ini hanya diriwayatkan dari Suhail, dari Al-Haris ibnu
Makhlad, seperti yang telah dikemukakan di atas.
Guru kami Al-Hafiz Abu Abdullah Az-Zahabi mengatakan bahwa riwayat Ahmad
ibnul Qasim ibnuz Zayyan mengenai hadis ini dengan sanad ini juga, merupakan
dugaan dari Ahmad ibnul Qasim sendiri, sedangkan dia dinilai daif oleh mereka
(ulama hadis).
Jalur lainnya diriwayatkan oleh Muslim ibnu Khalid Az-Zunji, dari Al-Ala ibnu
Abdur Rahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah
bersabda:
«مَلْعُونٌ
مَنْ أَتَى النِّسَاءَ فِي أَدْبَارِهِنَّ»
Terlaknatlah orang yang mendatangi wanita pada liang anusnya.
Akan tetapi, pribadi Muslim ibnu Khalid masih perlu dipertimbangkan.
Jalur yang lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan para pemilik kitab-kitab
sunnah melalui hadis Hammad ibnu Salamah, dari Hakim Al-Asram, dari Abu Tamimah
Al-Hujaimi, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«مَنْ
أَتَى حَائِضًا أَوِ امْرَأَةً فِي دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ، فَقَدْ
كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ»
Barang siapa yang mendatangi wanita yang sedang haid atau seorang wanita
pada liang anusnya, atau mendatangi juru ramal, lalu mempercayainya, berarti ia
telah kafir terhadap apa (Al-Qur'an) yang telah diturunkan kepada
Muhammad.
Imam Turmuzi mengatakan bahwa Imam Bukhari menilai daif hadis ini. Perawi
yang Imam Bukhari keberatan menerimanya ialah Hakim At-Turmuzi, dari Abu
Tamimah, hadisnya tidak dapat dipakai.
Jalur lainnya dikatakan oleh Imam Nasai:
حَدَّثَنَا
عُثْمَانُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
مِنْ كِتَابِهِ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ مُحَمَّدٍ الصَّنْعَانِيِّ، عَنْ
سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
"اسْتَحْيُوا مِنَ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ، لَا تَأْتُوا النِّسَاءَ فِي
أَدْبَارِهِنَّ"
Telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada
kami Sulaiman ibnu Abdur Rahman dalam kitabnya, dari Abdul Malik ibnu Muhammad
As-San'ani, dari Sa'id ibnu Abdul Aziz, dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah r.a.,
dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Malulah kalian
terhadap Allah dengan malu yang sebenar-benarnya, janganlah kalian mendatangi
istri-istri kalian pada liang anusnya.
Dari jalur ini hanya diketengahkan oleh Imam Nasai sendiri. Hamzah ibnu
Muhammad Al-Kannani Al-Hafiz mengatakan bahwa hadis ini munkar lagi batil, baik
dari hadis Az-Zuhri, hadis Abu Salamah, juga hadis Sa'id. Jikalau memang Abdul
Malik pernah mendengarnya langsung dari Sa'id, maka sesungguhnya ia baru
mendengar darinya setelah Sa'id mengalami kepikunan.
Imam Turmuzi meriwayatkan pula melalui Abu Salamah, bahwa ia pernah melarang
perbuatan tersebut (yakni mendatangi istri pada liang anusnya). Adapun yang dari
Abu Hurairah, dari Nabi Saw., tidak disebutkan adanya larangan. Demikianlah
menurut Hamzah ibnu Muhammad Al-Kannani Al-Hafiz.
Memang kritik yang dikemukakan oleh Al-Kannani ini cukup baik, hanya saja
Abdul Malik ibnu Muhammad As-San'ani tidak mengetahui bahwa Sa'id telah pikun.
Tidak ada seorang pun yang menyebutkan demikian selain Hamzah, dari Al-Kannani
yang berpredikat siqah. Tetapi Duhaim, Abu Hatim, dan Ibnu Hibban merasa
keberatan terhadapnya, dan mengatakan bahwa hadisnya tidak dapat dijadikan
hujah.
Jejak Hamzah Al-Kannani diikuti oleh Zaid ibnu Yahya ibnu Ubaid, dari Sa'id
ibnu Abdul Aziz. Abdul Malik ibnu Muhammad As-San'ani ini meriwayatkan pula
melalui dua jalur lain dari Abu Salamah, tetapi tiada yang sahih.
Jalur lainnya diriwayatkan oleh Imam Nasai, telah menceritakan kepada kami
Ishaq ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari
Sufyan As-Sauri,dari Lais ibnu Abu Sulaim, dari Mujahid, dari Abu Hurairah yang
mengatakan bahwa lelaki yang mendatangi istrinya pada liang anusnya adalah orang
kafir.
Kemudian Imam Nasai meriwayatkannya melalui Bandar, dari Abdur Rahman dengan
lafaz yang sama. Ia mengatakan, "Barang siapa yang mendatangi istrinya pada
liang anusnya, maka perbuatan itu merupakan perbuatan orang kafir."
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Imam Nasai melalui jalur As-Sauri, dari
Lais, dari Mujahid, dari Abu Hurairah secara mauquf. Ia meriwayatkannya melalui
jalur Ali ibnu Nadimah, dari Mujahid, dari Abu Hurairah secara mauquf.
وَرَوَاهُ
بَكْرُ بْنُ خُنَيْسٍ، عَنْ لَيْثٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ أَتَى شَيْئًا مِنَ
الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ فِي الْأَدْبَارِ فَقَدْ كَفَرَ"
Bakr ibnu Khunais meriwayatkan dari Lais, dari Mujahid, dari Abu Hurairah,
dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Barang siapa yang mendatangi lelaki dan
wanita pada sesuatu dari liang anusnya, berarti ia telah kafir (ingkar
terhadap nikmat Allah).
Tetapi jika dikatakan hadis ini mauquf, maka lebih sahih, mengingat Bakr ibnu
Khunais dinilai daif oleh bukan hanya seorang dari kalangan para imam, sedangkan
selain para imam tidak memakai hadisnya.
Hadis yang lain diketengahkan oleh Muhammad ibnu Aban Al-Balkhi:
حَدَّثَنَا
وَكِيعٌ، حَدَّثَنَا زَمْعَةُ بْنُ صَالِحٍ، عَنِ ابْنِ طَاوُسٍ، عَنْ أَبِيهِ
-وَعَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ الْهَادِ
قَالَا قَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ، لَا تَأْتُوا
النِّسَاءَ فِي أَدْبَارِهِنَّ"
telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepadaku Zam'ah ibnu
Saleh, dari ibnu Tawus, dari ayahnya dan Amr ibnu Dinar, dari Abdullah ibnu
Yazid ibnul Had; keduanya mengatakan bahwa Umar ibnul Khattab mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah tidak segan menerangkan
perkara yang hak; janganlah kalian mendatangi wanita pada liang anusnya.
Imam Nasai meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Ya'qub
At-Taliqani, dari Usman ibnul Yaman, dari Zam'ah ibnu Saleh, dari Ibnu Tawus,
dari ayahnya, dari Ibnul Had, dari Umar yang mengatakan: Janganlah kalian
mendatangi wanita pada liang anusnya.
Telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada
kami Yazid ibnu Abu Hakim, dari Zam'ah ibnu Saleh, dari Amr ibnu Dinar, dari
Tawus, dari Abdullah ibnul Had Al-Laisi yang mengatakan bahwa Umar r.a. pernah
mengatakan: Malulah kalian kepada Allah, karena sesungguhnya Allah tidak
pernah segan dari perkara yang hak; janganlah kalian mendatangi wanita pada
pantatnya (liang anusnya).
Sanad yang berpredikat mauquf sahih.
Hadis yang lain diketengahkan oleh Imam Ahmad:
حَدَّثَنَا
غُنْدَر وَمُعَاذُ بْنُ مُعَاذٍ قَالَا حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَاصِمٍ
الْأَحْوَلِ، عَنْ عِيسَى بن حطان، عن مسلم بن سلام، عن طَلْقِ بْنِ يَزِيدَ -أَوْ
يَزِيدَ بْنِ طَلْقٍ -عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
"إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ، لَا تَأْتُوا النِّسَاءَ فِي
أَسْتَاهِهِنَّ"
telah menceritakan kepada kami Gundar dan Mu'az ibnu Mu'az; keduanya
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Asim Al-Ahwal, dari Isa
ibnu Hattan, dari Muslim ibnu Salam, dari Talq ibnu Yazid atau Yazid ibnu Talq,
dari Nabi Saw., bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah tidak
pernah segan dari perkara yang hak; janganlah kalian mendatangi wanita pada
pantatnya (liang anusnya).
Hal yang sama diriwayatkan bukan hanya oleh seorang saja dari Syu'bah. Abdur
Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Asim Al-Ahwal, dari Isa ibnu Hattan, dari
Muslim ibnu Salam, dari Talq ibnu Ali, tetapi yang lebih mendekati kebenaran
ialah Ali ibnu Talq, seperti yang disebutkan di muka tadi.
Hadis lainnya diketengahkan oleh Abu Bakar Al-Asram di dalam kitab sunannya:
حَدَّثَنَا
أَبُو مُسْلِمٍ الحَرَميّ، حَدَّثَنَا أَخِي أُنَيْسِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ أَنَّ
أَبَاهُ إِبْرَاهِيمَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْقَعْقَاعِ أَخْبَرَهُ، عَنْ
أَبِيهِ أَبِي الْقَعْقَاعِ، عَنِ ابن مسعود، رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
"مَحَاشِ النِّسَاءِ حَرَامٌ"
telah menceritakan kepada kami Abu Muslim Al-Jurmi (saudara lelaki Unais ibnu
Ibrahim), bahwa ayahnya (yaitu Ibrahim ibnu Abdur Rahman ibnul Qa'qa') telah
menceritakan kepadanya, dari ayahnya (yaitu Abul Qa'qa'), dari Ibnu Mas'ud r.a.,
dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Perbuatan menyetubuhi wanita pada liang
anusnya haram.
Ismail ibnu Ulayyah, Sufyan As-Sauri, dan Syu'bah serta lain-lainnya telah
meriwayatkan dari Abu Abdullah Asy-Syaqra yang nama aslinya ialah Salamah ibnu
Tamam —orang yang siqah—, dari Abul Qa'qa', dari Ibnu Mas'ud secara mauquf, dan
riwayat inilah yang lebih sahih (yakni berpredikat mauquf).
Menurut jalur lainnya disebutkan oleh Ibnu Addi:
حَدَّثَنَا
أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْمُحَامِلِيُّ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ يَحْيَى
الْأُمَوِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حَمْزَةَ، عَنْ زَيْدِ بْنِ رُفَيْعٍ عَنْ
أَبِي عُبَيْدَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَا تَأْتُوا النِّسَاءَ فِي
أَعْجَازِهِنَّ"
telah menceritakan kepada. kami Abu Abdullah Al-Mahamili, telah menceritakan
kepada kami Sa'id ibnu Yahya As-Sauri, telah menceritakan kepada kami Muhammad
ibnu Hamzah, dari Zaid ibnu Rafi', dari Abu Ubaidah, dari Abdullah yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Janganlah kalian mendatangi
istri-istri kalian pada pantat mereka (liang anusnya).
Muhammad ibnu Hamzah (yang dikenal dengan Al-Jauzi) dan gurunya masih perlu
dipertimbangkan. Sesungguhnya dia meriwayatkan pula melalui hadis Ubay ibnu
Ka'b, Al-Barra ibnu Azib, Uqbah ibnu Amir, Abu Zar, dan lain-lainnya; tetapi
masing-masing hadis masih perlu dipertimbangkan, karena tiada hadis yang sahih
berasal darinya. As-Sauri meriwayatkan dari As-Silt ibnu Bahram, dari Abul
Mu'tamir, dari Abu Juwairah yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki bertanya
kepada sahabat Ali mengenai masalah mendatangi istri pada liang anusnya. Maka
sahabat Ali r.a. menjawab, "Kamu rendah sekali, semoga Allah merendahkan dirimu.
Tidakkah kamu mendengar firman Allah Swt. yang mengatakan:
أَتَأْتُونَ
الْفاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِها مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعالَمِينَ
'Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah
dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian' (Al-A'raf:
80)."
Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan pendapat Ibnu Mas'ud Abu Darda,
Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Abdullah ibnu Amr yang menyatakan bahwa perbuatan itu
hukumnya haram. Hal yang kuat dan tidak diragukan lagi bersumber dari Abdullah
ibnu Umar r.a. yang mengatakan bahwa dia telah mengharamkannya.
Abu Muhammad (yaitu Abdur Rahman ibnu Abdullah Ad-Darimi) mengatakan di dalam
kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh, telah
menceritakan kepada kami Al-Lais, dari Al-Haris ibnu Ya'qub, dari Sa'id ibnu
Yasar Abul Habab yang pernah menceritakan bahwa ia pernah berkata kepada Ibnu
Umar, "Bagaimanakah pendapatmu tentang budak-budak wanita, bolehkah mereka
ditahmid?" Ibnu Umar bertanya, "Apakah yang dimaksud dengan tahmid?" Lalu
dijawab bahwa yang dimaksud ialah liang anusnya disetubuhi. Maka Ibnu Umar balik
bertanya, "Apakah ada seseorang dari kaum muslim yang melakukannya?"
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Wahb dan Qutaibah, dari Al-Lais, dengan
lafaz yang sama. Sanad asar ini berpredikat sahih dan merupakan nas yang jelas
yang mengharamkan perbuatan tersebut. Semua asar yang bersumber dari Ibnu Umar
yang mengandung interpretasi lain dapat ditolak dengan adanya keputusan nas yang
tegas ini.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Abdur
Rahman ibnu Abdullah ibnu Abdul Hakam, telah menceritakan kepada kami Abu Zaid
(yakni Ahmad ibnu Abdur Rahman ibnu Ahmad ibnu Abul Umr), telah menceritakan
kepadaku Abdur Rahman ibnul Qasim, dari Malik ibnu Anas, bahwa pernah ditanyakan
kepadanya, "Hai Abu Abdullah, sesungguhnya orang-orang meriwayatkan dari Salim
ibnu Abdullah yang telah mengatakan, 'Si budak atau si Alaj (buruk) telah
berdusta terhadap Abu Abdullah'." Maka Malik menjawab, "Aku menerima langsung
dari Yazid ibnu Rauman yang telah menceritakan kepadaku dari Salim ibnu
Abdullah, dari Ibnu Umar, sama seperti apa yang telah dikatakan oleh Nafi." Maka
dikatakan kepadanya, "Sesungguhnya Al-Haris ibnu Ya'qub telah meriwayatkan dari
Abul Habab (yakni Sa'id ibnu Yasar), bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Umar.
Untuk itu ia mengatakan, "Wahai Abu Abdur Rahman, sesungguhnya kami telah
membeli budak-budak perempuan, bolehkah kami mendatangi mereka secara tahmid?
Ibnu Umar balik bertanya, 'Apakah yang dimaksud dengan tahmid itu?' Maka
disebutkan kepadanya bahwa yang dimaksud ialah liang anusnya." Ibnu Umar
berkata, "Husy, atau dia mengatakan apakah ada orang mukmin atau orang muslim
yang melakukannya?"
Selanjutnya Malik mengatakan, "Aku bersaksi atas Rabi'ah bahwa dia telah
menceritakan kepadaku, dari Abul Habab, dari Ibnu Umar hal yang semisal dengan
apa yang dikatakan oleh Nafi'."
Imam Nasai meriwayatkan dari Ar-Rabi' Ibnu Sulaiman, dari Asbag ibnul Faraj
Al-Faqih, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnul Qasim yang
mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Malik, "Sesungguhnya pada waktu kami
di Mesir, Lais ibnu Sa'id menceritakan hadis dari Al-Haris ibnu Ya'qub, dari
Sa'id ibnu Yasar yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Umar,
'Sesungguhnya kami telah membeli budak-budak perempuan, bolehkah kami tahmid
mereka?' Ibnu Umar balik bertanya, 'Apakah tahmid itu?' Aku menjawab, 'Kami
datangi mereka pada liang anusnya.' Ibnu Umar menjawab, 'Husy, atau apakah ada
orang muslim yang melakukannya?' Lalu Malik berkata kepadaku, 'Aku bersaksi atas
Rabi'ah, sesungguhnya dia telah menceritakan kepadaku dari Sa'id ibnu Yasar,
bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Umar (tentang masalah itu), ternyata
jawabannya adalah, Tidak mengapa'."
Imam Nasai meriwayatkan pula melalui jalur Yazid ibnu Rauman, dari Ubaidillah
ibnu Abdullah, bahwa Ibnu Umar r.a. tidak memandang sebagai sesuatu yang
dilarang bila seorang lelaki mendatangi istrinya pada liang anusnya.
Ma'mar ibnu Isa meriwayatkan dari Malik, bahwa melakukan hal tersebut
(mendatangi istri pada liang anusnya) adalah haram. Abu Bakar ibnu Ziad An-Naisaburi mengatakan, telah menceritakan kepadaku
Ismail ibnu Husain, telah menceritakan kepadaku Israil ibnu Rauh, bahwa ia
pernah bertanya kepada Malik ibnu Anas, "Bagaimanakah menurutmu tentang
mendatangi wanita pada liang anusnya?" Malik ibnu Anas menjawab, "Kalian ini
tiada lain adalah kaum Arab, tiada lain bercocok tanam itu hanyalah pada lahan
yang disediakan untuknya, maka janganlah kalian melampaui batas farji." Aku
berkata, "Hai Abu Abdullah, sesungguhnya mereka mengatakan bahwa engkau
mengatakan demikian (yakni boleh mendatangi wanita pada liang anusnya)." Malik
ibnu Anas menjawab, "Mereka berdusta terhadapku, mereka berdusta
terhadapku."
Riwayat ini memang terbukti bersumber darinya (Malik ibnu Anas), dan pendapat
inilah yang dipegang oleh Imam Abu Hanifah, Imam Syafii, dan Imam Ahmad ibnu
Hambal beserta semua murid mereka. Pendapat ini juga merupakan mazhab dari Sa'id
ibnu Musayyab, Abu Salamah, Ikrimah, Tawus, Ata, Sa'id ibnu Jubair, Urwah ibnuz
Zubair, Mujahid ibnu Jabr, dan Al-Hasan serta lain-lainnya dari kalangan ulama
Salaf. Mereka mengingkari perbuatan tersebut dengan kecaman yang sangat keras.
Di antara mereka ada yang menyebutnya sebagai perbuatan orang kafir, menurut
pendapat jumhur ulama. Dalam masalah ini telah diriwayatkan pula sesuatu hal
dari salah seorang ahli fiqih ulama Madinah, hingga mereka menceritakannya dari
Imam Malik. Akan tetapi, kesahihannya masih perlu dipertimbangkan.
At-Tahawi mengatakan bahwa Asbag ibnul Farj meriwayatkan dari Abdur Rahman
ibnul Qasim yang mengatakan, "Aku belum pernah menjumpai seorang pun yang
menjadi panutanku dalam agamaku merasa ragu bahwa perbuatan tersebut halal,"
yakni menyetubuhi istri pada liang anusnya. Kemudian ia membacakan firman-Nya:
Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam.
(Al-Baqarah: 223) Setelah itu ia mengatakan, "Dalil apakah lagi yang lebih jelas
dari-pada ini?" Demikianlah menurut riwayat At-Tahawi. Telah diriwayatkan pula
oleh Imam Hakim, Imam Daruqutni, dan Khatibul Bagdadi, dari Imam Malik melalui
berbagai jalur yang menunjukkan pengertian bahwa hal tersebut diperbolehkan.
Akan tetapi, di dalam sanad-sanadnya terdapat kelemahan yang sangat. Guru kami
(Al-Hafiz Abu Abdullah Az-Zahabi) merincikannya di dalam suatu juz yang ia
gabungkan untuk membahas masalah ini.
At-Tahawi mengatakan, telah diriwayatkan kepada kami oleh Muhammad ibnu
Abdullah ibnu Abdul Hakam, bahwa ia pernah mendengar Imam Syafii mengatakan,
"Tiada suatu hadis pun dari Nabi Saw. yang berpredikat sahih menerangkan
kehalalannya, tiada pula yang mengharamkannya. Akan tetapi, menurut anologi
(kias)nya menunjukkan bahwa perbuatan tersebut hukumnya halal." Pendapat ini
diriwayatkan oleh Abu Bakar Al-Khatib, dari Abu Sa'id As-Sairafi, dari Abul
Abbas Al-Asam yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Muhammad ibnu Abdullah
ibnu Abdul Hakam berkata, "Aku pernah mendengar Imam Syafii mengatakan ...,"
lalu ia menuturkannya.
Abu Nasr As-Sabbag mengatakan bahwa Ar-Rabi' bersumpah dengan menyebut nama
Allah yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya dia (yakni Ibnu Abdul Hakam)
telah berdusta terhadap Imam Syafii dalam masalah ini, karena Imam Syafii
sendiri menaskan keharamannya di dalam enam buah kitab hasil karyanya.
****************
Firman Allah Swt.:
{وَقَدِّمُوا
لأنْفُسِكُمْ}
Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk diri kalian. (Al-Baqarah:
223)
Artinya, kerjakanlah amal-amal ketaatan dengan cara menjauhi semua hal yang
dilarang kalian mengerjakannya, yaitu perkara-perkara yang diharamkan. Karena
itu, dalam firman selanjutnya disebutkan:
{وَاتَّقُوا
اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلاقُوهُ}
dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa kalian kelak akan
menemui-Nya. (Al-Baqarah: 223)
Maka kelak Allah akan menghisab semua amal perbuatan kalian.
{وَبَشِّرِ
الْمُؤْمِنِينَ}
Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. (Al-Baqarah:
223)
Yakni orang-orang yang taat kepada Allah dalam mengerjakan perintah-Nya dan
meninggalkan semua yang dilarang-Nya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah
menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu
Kasir, dari Abdullah ibnu Waqid, dari Ata yang mengatakan bahwa menurut dugaanku
disebutkan dari Ibnu Abbas mengenai makna firman-Nya: Dan kerjakanlah (amal
yang baik) untuk diri kalian. (Al-Baqarah: 223) Maksudnya ialah bila kamu
mengucapkan bismillah, yakni membaca tasmiyah di kala hendak melakukan
persetubuhan
.
Telah disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«لو
أن أحدكم إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ، قَالَ: بِاسْمِ
اللَّهِ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا
رَزَقْتَنَا، فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذلك، لن يضره
الشيطان أبدا» .
Seandainya seseorang dari kalian di saat hendak mendatangi istrinya
mengucapkan, "Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah, jauhkanlah dari kami setan
dan jauhkanlah pula dari setan apa (anak) yang Engkau rezekikan kepada kami, "
maka sesungguhnya jika ditakdirkan bagi keduanya punya anak dalam hubungannya
itu, niscaya setan tidak dapat menimpakan mudarat terhadap si anak
selama-lamanya.
Tafsir Ibnu Katsir
0 Response to "Al-Baqoroh Ayat 222-223"
Posting Komentar