Al-Baqoroh Ayat 219-220
Selasa, 15 Mei 2018
Add Comment
{يَسْأَلُونَكَ
عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ
وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ
الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
(219) فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْيَتَامَى قُلْ إِصْلاحٌ
لَهُمْ خَيْرٌ وَإِنْ تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ
الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لأعْنَتَكُمْ إِنَّ اللَّهَ
عَزِيزٌ حَكِيمٌ (220) }
mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan
judi. Katakanlah, "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat
bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya." Dan mereka
bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, "Yang lebih dari
keperluan" Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian supaya
kalian berpikir, tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang
anak yatim. Katakanlah, "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan
jika kalian bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudara kalian; dan Allah
mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan
jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepada
kalian. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana."
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ،
عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ أَبِي مَيْسَرَةَ، عَنْ عُمَرَ أنَّه قَالَ: لَمَّا
نَزَلَ تَحْرِيمُ الْخَمْرِ قَالَ: اللَّهُمَّ بَيِّن لَنَا فِي الْخَمْرِ بَيَانًا
شَافِيًا. فَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ التِي فِي الْبَقَرَةِ: {يَسْأَلُونَكَ عَنِ
الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ [وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ]}
فدُعي عُمَرُ فقرئتْ عَلَيْهِ، فَقَالَ: اللَّهُمَّ بَيِّنْ لَنَا فِي الْخَمْرِ
بَيَانًا شَافِيًا. فَنَزَلَتِ الْآيَةُ التِي فِي النِّسَاءِ: {يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى} [النِّسَاءِ: 43]
، فَكَانَ مُنَادِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا
أَقَامَ الصَّلَاةَ نَادَى: أَلَّا يَقْرَبَنَّ الصَّلَاةَ سكرانُ. فدُعي عُمَرُ
فَقُرِئَتْ عَلَيْهِ، فَقَالَ: اللَّهُمَّ بَيِّنْ لَنَا فِي الْخَمْرِ بَيَانًا
شَافِيًا. فَنَزَلَتِ الْآيَةُ التِي فِي الْمَائِدَةِ. فَدَعِي عُمَرُ، فَقُرِئَتْ
عَلَيْهِ، فَلَمَّا بَلَغَ: {فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ} [الْمَائِدَةِ: 91] ؟
قَالَ عُمَرُ: انْتَهَيْنَا، انْتَهَيْنَا.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnul Walid,
telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Abu Maisarah, dari
Umar yang menceritakan hadis berikut: Bahwa ketika ayat pengharaman khamr
diturunkan, Umar berkata, "Ya Allah, berilah kami penjelasan mengenai khamr ini
dengan penjelasan yang memuaskan." Maka turunlah firman-Nya: Mereka bertanya
kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya itu terdapat dosa
besar." (Al-Baqarah: 219). Lalu Umar dipanggil dan dibacakan kepadanya ayat
ini. Maka ia mengatakan, "Ya Allah, berilah kami penjelasan tentang khamr ini
dengan penjelasan yang memuaskan." Kemudian turunlah ayat yang ada di dalam
surat An-Nisa, yaitu: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian
mendekati salat, sedangkan kalian dalam keadaan mabuk. (An-Nisa: 43).
Tersebutlah bahwa juru azan Rasulullah Saw. apabila mendirikan salat selalu
menyerukan, "Orang yang mabuk tidak boleh mendekati salat!" Kemudian Umar
dipanggil lagi dan dibacakan kepadanya ayat tersebut. Maka Umar berkata, "Ya
Allah, berilah kami penjelasan tentang khamr ini dengan penjelasan yang lebih
memuaskan lagi." Lalu turunlah ayat yang ada di dalam surat Al-Maidah. Ketika
bacaan ayat sampai pada firman-Nya: maka berhentilah kalian (dari
mengerjakan perbuatan itu). (Al-Maidah: 91) maka Umar berkata, "Kami telah
berhenti, kami telah berhenti."
Demikianlah menurut riwayat Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai
melalui berbagai jalur dari Israil, dari Abu Ishaq. Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Murdawaih
melalui jalur As-Sauri, dari Abu Ishaq, dari Abu Maisarah yang nama aslinya
ialah Amr ibnu Syurahbil AI-Hamdani Al-Kufi, dari Umar. Amr ibnu Syurahbil tidak
mempunyai hadis lain yang dari Umar selain hadis ini. Akan tetapi, menurut
pendapat Abu Zar'ah disebutkan bahwa Amr ibnu Syurahbil belum pernah mendengar
dari Umar.
Ali ibnul Madini mengatakan bahwa sanad hadis ini baik lagi sahih, dinilai
sahih oleh Imam Turmuzi, sedangkan dalam riwayat Ibnu Abu Hatim disebutkan
sesudah perkataan Umar, "Kami telah berhenti," yaitu "Sesungguhnya khamr itu
melenyapkan harta dan menghilangkan akal."
Hadis ini diketengahkan lagi beserta hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad melalui jalur Abu Hurairah pada tafsir firman-Nya dalam surat Al-Maidah,
yaitu:
إِنَّمَا
الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصابُ وَالْأَزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ
الشَّيْطانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi
nasib dengan panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan.
(Al-Maidah: 90)
*************
Firman Allah Swt.:
{يَسْأَلُونَكَ
عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ}
Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. (Al-Baqarah: 219)
Definisi khamr ialah seperti apa yang dikatakan oleh Amirul Muminin
Umar ibnul Khattab, yaitu segala sesuatu yang menutupi akal (memabukkan),
sebagaimana yang akan dijelaskan nanti dalam tafsir surat Al-Maidah. Demikian
pula maisir, yakni judi.
************
Firman Allah Swt.:
{قُلْ
فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ}
Katakanlah, "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat
bagi manusia'" (Al-Baqarah: 219)
Adapun mengenai dosa kedua perbuatan tersebut berdasarkan peraturan agama,
sedangkan manfaat keduniawiannya jika dipandang sebagai suatu manfaat. Maka
manfaatnya terhadap tubuh ialah mencernakan makanan, mengeluarkan angin, dan
mengumpulkan sebagian lemak serta rasa mabuk yang memusingkan, seperti apa yang
dikatakan oleh Hassan ibnu Sabit dalam masa Jahiliah:
وَنَشْرَبُهَا
فَتَتْرُكُنَا مُلُوكًا ...
وأسْدًا لَا يُنَهْنهها اللقاءُ ...
Kami meminumnya (khamr) dan khamr
membuat kami bagaikan raja-raja dan juga bagaikan harimau yang tidak kuat perang
(yakni menjadi pemberani).
Termasuk manfaatnya pula memperjual-belikannya dan memanfaatkan hasilnya.
Sedangkan manfaat judi ialah kemenangan yang dihasilkan oleh sebagian orang yang
terlibat di dalamnya, maka dari hasil itu ia dapat membelanjakannya buat dirinya
sendiri dan keluarganya.
Akan tetapi, manfaat dan maslahat tersebut tidaklah sebanding dengan mudarat
dan kerusakannya yang jauh lebih besar daripada manfaatnya, karena kerusakannya
berkaitan dengan akal dan agama, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَإِثْمُهُمَا
أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا}
tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya. (Al-Baqarah:
219)
Karena itu, ayat ini merupakan pendahuluan dari pengharaman khamr yang pasti.
Di dalam ayat ini pengharaman tidak disebutkan dengan tegas, melainkan dengan
cara sindiran. Karena itulah maka Umar ibnul Khattab r.a. ketika dibacakan ayat
ini kepadanya mengatakan: Ya Allah, berikanlah kami penjelasan tentang khamr
ini dengan penjelasan yang memuaskan.
Setelah itu barulah turun ayat yang mengharamkannya di dalam surat Al-Maidah,
yaitu firman-Nya:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصابُ
وَالْأَزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ. إِنَّما يُرِيدُ الشَّيْطانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَداوَةَ
وَالْبَغْضاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ
وَعَنِ الصَّلاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi,
(berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji,
termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian
mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kalian lantaran (meminum) khamr dan berjudi
itu, dan menghalangi kalian dari mengingati Allah dan salat; maka berhentilah
kalian (dari mengerjakan pekerjaan itu). (Al-Maidah: 90-91)
Dalam tafsir surat Al-Maidah nanti, masalah ini akan diterangkan dengan
keterangan yang rinci.
Ibnu Umar, Asy-Sya'bi, Mujahid, Qatadah, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Abdur Rahman
ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, sesungguhnya ayat ini merupakan permulaan ayat
yang menerangkan pengharaman khamr, yaitu firman-Nya: Mereka bertanya
kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya itu terdapat dosa
besar." (Al-Baqarah: 219) Kemudian turun pula ayat yang ada di dalam surat
An-Nisa, sesudah itu turun ayat yang terdapat di dalam surat Al-Maidah yang
mengharamkan khamr secara tegas.
***************
Firman Allah Swt.:
{وَيَسْأَلُونَكَ
مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ}
Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, "Yang
lebih dari keperluan." (Al-Baqarah: 219)
Lafaz al-'afwa dapat pula dibaca al-'afwu, keduanya baik dan
berdekatan pengertiannya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Aban,
telah menceritakan kepada kami Yahya, telah sampai suatu hadis kepadanya bahwa
sahabat Mu'az ibnu Jabal dan Sa'labah datang menghadap Rasulullah Saw., lalu
keduanya bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami mempunyai banyak budak
dan keluarganya yang semuanya itu termasuk harta kami." Maka Allah Swt.
menurunkan firman-Nya: Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafkahkan. (Al-Baqarah: 219)
Al-Hakam mengatakan dari Miqsam, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah, "Yang lebih dari keperluan.” (Al-Baqarah: 219) Yakni lebihan
dari nafkah yang diperlukan.
Hal yang sama diriwayatkan pula dari. Ibnu Umar, Mujahid, Ata, Ikrimah, Sa'id
ibnu Jubair, Muhammad ibnu Ka'b, Al-Hasan, Qata-dah, Al-Qasim, Salim, Ata
Al-Khurrasani, dan Ar-Rabi' ibnu Anas serta lain-lainnya. Disebutkan bahwa
mereka mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Katakanlah, "Yang lebih
dari keperluan." (Al-Baqarah: 219) Lafaz al-'afwa di sini artinya
al-fadla atau lebihan (sisa dari yang diperlukan).
Telah diriwayatkan dari Tawus bahwa makna yang dimaksud ialah segala sesuatu
yang mudah.
Dari Ar-Rabi' disebutkan pula bahwa makna yang dimaksud ialah hartamu yang
paling utama dan paling baik. Akan tetapi, semua pendapat merujuk kepada
pengertian lebihan dari apa yang diperlukan.
Abdu ibnu Humaid mengatakan dalam kitab tafsirnya, telah menceritakan kepada
kami Hauzah ibnu Khalifah, dari Auf, dari Al-Hasan sehubungan dengan ayat
berikut: Mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah,
"Yang lebih dari keperluan." (Al-Baqarah: 219) Disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan istilah al-'afwa ialah jangan sampai nafkah itu
memberatkan hartamu yang akhirnya kamu tidak punya apa-apa lagi dan
meminta-minta kepada orang lain.
Pengertian ini ditunjukkan oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu
Jarir:
حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ، عَنِ ابْنِ عَجْلان، عَنِ
المَقْبُريّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
عِنْدِي دِينَارٌ؟ قَالَ: "أَنْفِقْهُ عَلَى نَفْسِكَ". قَالَ: عِنْدِي آخَرُ؟
قَالَ: "أَنْفِقْهُ عَلَى أَهْلِكَ". قَالَ: عِنْدِي آخَرُ؟ قَالَ: "أَنْفِقْهُ
عَلَى وَلَدِكَ". قَالَ: عِنْدِي آخَرُ؟ قَالَ: "فَأَنْتَ أبصَرُ".
telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muslim, telah menceritakan kepada
kami Abu Asim, dari Ibnu Ajlan, dari Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a. yang
menceritakan: Seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku
mempunyai uang dinar.'" Nabi Saw. menjawab, "Belanjakanlah buat dirimu
sendiri." Lelaki itu berkata, "Aku masih memiliki yang lainnya." Nabi Saw.
bersabda, "Nafkahkanlah buat keluargamu." Lelaki itu berkata, "Aku masih
mempunyai yang lainnya." Nabi Saw. bersabda, "Nafkahkanlah buat anakmu."
Lelaki itu berkata, "Aku masih mempunyai yang lainnya." Nabi Saw. menjawab,
"Kamu lebih mengetahui."
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Muslim di dalam kitab sahih-nya.
Dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui Jabir r.a., bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda kepada seorang lelaki:
"ابْدَأْ
بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا، فَإِنْ فَضَل شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَ، فَإِنْ
فَضُلَ شَيْءٌ عَنْ أَهْلِكَ فَلِذِي قَرَابَتِكَ، فَإِنْ فَضُلَ عَنْ ذِي
قَرَابَتِكَ شَيْءٌ فَهَكَذَا وَهَكَذَا"
Mulailah dengan dirimu sendiri, bersedekahlah untuknya; jika ada
lebihannya, maka buat keluarga (istri)mu. Dan jika masih ada lebihannya lagi
setelah istrimu, maka berikanlah kepada kaum kerabatmu; dan jika masih ada
lebihan lagi setelah kaum kerabatmu, maka berikanlah kepada ini dan itu.
Menurut Imam Muslim pula, disebutkan dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda:
"خير
الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْر غِنًى، وَالْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ
السُّفْلَى، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولَ"
Sebaik-baik sedekah ialah yang diberikan setelah berkecukupan; tangan di
atas (pemberi) lebih baik daripada tangan di bawah (penerima). Dan mulailah
dengan orang yang berada dalam tanggunganmu.
Di dalam sebuah hadis lain disebutkan pula:
"ابْنَ
آدَمَ، إِنَّكَ إِنْ تبذُل الفضلَ خيرٌ لَكَ، وَإِنْ تُمْسِكْهُ شَرٌّ لَكَ، وَلَا
تُلام عَلَى كَفَافٍ"
Hai anakAdam, sesungguhnya jikalau kamu memberikan lebihan dari yang
diperlukan adalah lebih baik bagimu dan jika kamu memegangnya, maka hal itu
buruk bagimu, dan kamu tidak akan dicela karena tidak mempunyai sesuatu yang
bersisa.
Akan tetapi, menurut pendapat yang lain ayat ini di-mansukh oleh ayat zakat,
seperti yang diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah, Al-Aufi, dan Ibnu Abbas;
juga yang dikatakan oleh Ata Al-Khurrasani. Menurut pendapat yang lainnya lagi,
ayat ini diperjelas pengertiannya oleh ayat zakat, menurut Mujahid dan
lain-lainnya. Pendapat yang terakhir ini lebih terarah (kuat).
************
Firman Allah Swt.:
{كَذَلِكَ
يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ * فِي الدُّنْيَا
وَالآخِرَةِ}
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian supaya kalian
berpikir tentang dunia dan akhirat. (Al-Baqarah: 219-220)
Yakni sebagaimana Allah menguraikan hukum-hukum ini kepada kalian.
Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat lainnya kepada kalian, baik mengenai
hukum-hukum, janji, maupun ancaman-Nya, supaya kalian berpikir tentang dunia dan
akhirat.
Dari Ibnu Abbas, Ali ibnu Abu Talhah mengatakan bahwa yang dimaksud adalah
dunia dengan kefanaannya dan menyongsong akhirat dengan kekebalannya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan
kepada kami Abu Usamah, dari Assa'q At-Tamimi yang telah mengatakan, aku telah
menyaksikan Al-Hasan dan ia membaca ayat berikut: Supaya kalian berpikir
tentang dunia dan akhirat. (Al-Baqarah: 219-220) Demi Allah, ayat ini bagi
orang-orang yang merenungi makna yang terkandung di dalamnya, niscaya ia akan
mengetahui bahwa dunia ini adalah negeri cobaan, kemudian fana; dan agar ia
mengetahui bahwa akhirat itu negeri pembalasan dan negeri yang kekal abadi.
Qatadah dan Ibnu Juraij serta selain keduanya mengatakan demikian.
Abdurrazaq —dari Ma'mar, dari Qatadah— mengatakan, "Agar kalian mengutamakan
negeri akhirat daripada dunia." Dan menurut suatu riwayat dari Qatadah
dikatakan, "Maka utamakanlah negeri akhirat daripada dunia "
**************
Firman Allah Swt:
{وَيَسْأَلُونَكَ
عَنِ الْيَتَامَى قُلْ إِصْلاحٌ لَهُمْ خَيْرٌ وَإِنْ تُخَالِطُوهُمْ
فَإِخْوَانُكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ وَلَوْ شَاءَ
اللَّهُ لأعْنَتَكُمْ}
Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim. Katakanlah, "Mengurus
urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kalian bergaul dengan mereka,
maka mereka adalah saudara kalian; dan Allah mengetahui siapa yang berbuat
kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia
dapat mendatangkan kesulitan kepada kalian." (Al-Baqarah: 220), hingga akhir
ayat.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Waki',
telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Ata ibnus Saib, dari Sa'id ibnu
Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
{وَلا
تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ}
Dan janganlah kalian dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang
lebih bermanfaat. (Al-An'am: 152, Al Isra: 34)
إِنَّ
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوالَ الْيَتامى ظُلْماً إِنَّما يَأْكُلُونَ فِي
بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيراً
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,
sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke
dalam api yang menyala-nyala (neraka). (An-Nisa: 10)
Maka orang-orang yang memelihara anak yatim memisahkan makanannya dengan
makanan anak yatim. Begitu pula minumannya, ia pisahkan antara milik sendiri dan
milik anak yatim. Akhirnya banyak lebihan makanan yang tak sempat dimakan, maka
sisa tersebut ia simpan untuk dimakan di lain waktu atau makanan itu menjadi
basi. Hal tersebut terasa amat berat atas diri mereka yang mempunyai anak-anak
yatim, lalu mereka menceritakan perihalnya kepada Rasulullah Saw. Maka turunlah
firman-Nya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim. Katakanlah,
"Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kalian bergaul dengan
mereka, maka mereka adalah saudara kalian." (Al-Baqarah: 220) Akhirnya
mereka berani mencampurkan makanan mereka dengan makanan anak-anak yatim mereka,
begitu pula minumannya.
Demikianlah menurut riwayat Abu Daud, Nasai, Ibnu Abu Hatim, Ibnu Murdawaih,
dan Al-Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui berbagai jalur dari Ata ibnus
Saib dengan lafaz yang sama.
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ali ibnu Abu Talhah dari Ibnu Abbas
r.a.
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh As-Saddi, dari Abu Malik, dari Abu
Saleh, dari Ibnu Abbas; juga dari Murrah Al-Hamdani, dari Ibnu Mas'ud r.a.
dengan lafaz yang semisal. Hal yang sama diriwayatkan pula bukan hanya oleh seorang perawi saja mengenai
asbabun nuzul ayat ini, antara lain seperti Mujahid, Ata, Asy-Sya'bi, Ibnu Abu
Laila, dan Qatadah; bukan pula hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan ulama
Khalaf.
Waki' ibnul Jarrah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hisyam (murid
Ad-Dustiwa-i), dari Hammad, dari Ibrahim yang telah mengatakan bahwa Siti Aisyah
r.a. pernah mengatakan, "Sesungguhnya aku tidak suka bila harta anak yatim yang
ada dalam pemeliharaanku dipisahkan secara menyendiri, melainkan aku
mencampurkan makanannya dengan makananku dan minumannya dengan minumanku."
**************
Firman Allah Swt.:
{قُلْ
إِصْلاحٌ لَهُمْ خَيْرٌ}
Katakanlah, "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik.”
(Al-Baqarah: 220)
Makna yang dimaksud ialah memisahkannya secara menyendiri.
{وَإِنْ
تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ}
Dan jika kalian bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudara
kalian. (Al-Baqarah: 220)
Artinya, bila kamu mencampurkan makananmu dengan makanan mereka, begitu pula
minumanmu dengan minuman mereka, tidaklah mengapa kamu melakukannya, sebab
mereka adalah saudara-saudara seagama kalian. Karena itulah dalam firman
berikutnya disebutkan:
{وَاللَّهُ
يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ}
Dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan
perbaikan. (Al-Baqarah: 220)
Yakni Allah mengetahui tujuan dan niat yang sebenarnya, apakah hendak membuat
kerusakan atau perbaikan.
**************
Firman-Nya:
{وَلَوْ
شَاءَ اللَّهُ لأعْنَتَكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ}
Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan
kepada kalian. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
(Al-Baqarah: 220)
Yaitu seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia akan mempersulit kalian dan
mempersempit kalian. Tetapi ternyata Dia meluaskan kalian dan meringankan beban
kalian, serta memperbolehkan kalian bergaul dan bercampur dengan mereka
(anak-anak yatim) dengan cara yang lebih baik.
Allah Swt. telah berfirman:
وَلا
تَقْرَبُوا مالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
Dan janganlah kalian dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang
lebih bermanfaat. (Al-An'am: 152)
Bahkan Allah memperbolehkan bagi orang yang miskin memakan sebagian dari
harta anak yatim dengan cara yang makruf, yaitu adakalanya dengan jaminan akan
menggantinya bagi orang yang mudah untuk menggantinya atau secara gratis.
Seperti yang akan dijelaskan keterangannya dalam tafsir surat An-Nisa
nanti.
Tafsir Ibnu Katsir
0 Response to "Al-Baqoroh Ayat 219-220"
Posting Komentar