Al-Baqoroh Ayat 217-218
Selasa, 15 Mei 2018
Add Comment
{يَسْأَلُونَكَ
عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ وَصَدٌّ عَنْ
سَبِيلِ اللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ
مِنْهُ أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ وَلا
يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا
وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ
حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ
هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (217) إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا
وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَةَ اللَّهِ وَاللَّهُ
غَفُورٌ رَحِيمٌ (218) }
Mereka bertanya kepadamu tentang berperang
pada bulan Haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar;
tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi
masuk) Masjidil Haram, dan mengusir penduduknya dari sekitarnya lebih besar
(dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada
membunuh." Mereka tidak henti-hentinya memerangi kalian sampai mereka (dapat)
mengembalikan kalian dari agama kalian (kepada kekafiran), seandainya mereka
sanggup. Barang siapa yang murtad di antara kalian dari agamanya, lalu dia mati
dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di
akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah, dan berjihad
di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Bakar Al-Maqdami, telah menceritakan
kepada kami Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman, dari ayahnya, telah menceritakan kepadaku
Al-Hadrami, dari Abus Siwar, dari Jundub ibnu Abdullah yang telah menceritakan
hadis berikut: Rasulullah Saw. mengirimkan utusan yang terdiri atas sejumlah
orang, dan mereka mengangkat Abu Ubaidah ibnul Jarrah sebagai pemimpin. Ketika
Abu Ubaidah hendak berangkat menunaikan tugasnya, tiba-tiba ia menangis karena
rindu kepada Rasulullah Saw. hingga terhentilah ia dari perjalanannya. Maka
Rasulullah Saw. menggantinya dengan Abdullah ibnu Jahsy dan menulis sepucuk
surat buatnya dengan instruksi ia tidak boleh membaca surat tersebut sebelum
tiba di tempat tertentu. Nabi Saw. bersabda kepadanya: Jangan sekali-kali
kamu memaksa seseorang dari kalangan teman-temanmu untuk berangkat
bersamamu. Ketika ia membaca surat tersebut, ia mengucapkan istirja' (inna
lillahi wa inna ilaihi raji'una), lalu mengatakan, "Aku tunduk dan taat kepada
perintah Allah dan Rasul-Nya." Kemudian Abdullah ibnu Jahsy menceritakan kepada
mereka dan membacakan surat Nabi Saw. itu kepada mereka. Maka ada dua orang
lelaki dari kalangan mereka yang kembali, sedangkan sisanya tetap bersama
Abdullah ibnu Jahsy. Kemudian mereka bersua dengan Ibnul Hadrami, lalu mereka
membunuhnya, sedangkan mereka tidak mengetahui apakah bulan itu adalah bulan
Rajab atau bulan Jumadi. Maka orang-orang musyrik berkata kepada orang-orang
muslim, "Kalian telah melakukan pembunuhan dalam bulan Haram." Lalu Allah
menurunkan firman-Nya: Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan
Haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar."
(Al-Baqarah: 217), hingga akhir ayat.
As-Saddi mengatakan dari Abu Malik, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, dari
Murrah, dari Ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka bertanya
kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan
itu adalah dosa besar." (Al-Baqarah: 217), hingga akhir ayat. Pada mulanya
Rasulullah Saw. mengirimkan sejumlah pasukan rahasia yang terdiri atas tujuh
orang, di bawah pimpinan Abdullah ibnu Jahsy Al-Asadi. Mereka semuanya adalah
Ammar ibnu Yasir, Abu Huzaifah ibnu Atabah ibnu Rabi'ah, Sa'id ibnu Abu Waqqas,
Atabah ibnu Gazwan As-Sulami (teman sepakta Bani Naufal), Suhail ibnu Baida,
Amir ibnu Fuhairah, dan Waqid ibnu Abdullah Al-Yarbu'i (teman sepakta Umar ibnul
Khattab). Nabi Saw. menulis sepucuk surat buat Ibnu Jahsy dan berpesan kepadanya
agar janganlah ia membaca surat tersebut sebelum turun di Lembah Nakhlah. Ketika
ia turun di Lembah Nakhlah, ia membuka surat itu dan ternyata di dalamnya
terdapat perintah: "Berjalanlah terus sampai kamu turun di Lembah
Nakhlah". Maka Ibnu Jahsy berkata kepada teman-temannya, "Barang siapa yang
ingin mati, hendaklah ia maju terus dan berwasiatlah, karena sesungguhnya aku
sendiri akan berwasiat dan maju melakukan perintah Rasulullah Saw." Ibnu Jahsy
maju, dan yang tidak ikut dengannya adaiah Sa'd ibnu Abu Waqqas serta Atabah;
keduanya kehilangan unta kendaraannya. Karena itulah ia tidak ikut serta, sebab
mencari unta kendaraannya masing-masing. Ibnu Jahsy terus berjalan menuju ke
tengah Lembah Nakhlah. Tiba-tiba ia bersua dengan Al-Hakam ibnu Kaisan dan Usman
ibnu Abdullah ibnul Mugirah. Bulan Jumada telah berakhir, lalu Amr terbunuh; ia
dibunuh oleh Waqid ibnu Abdullah. Perang ini merupakan perang pertama yang
menghasilkan ganimah bagi sahabat Rasulullah Saw. Ketika mereka kembali ke
Madinah dengan membawa dua orang tawanan perang dan harta ganimah, maka penduduk
Mekah berkeinginan untuk menebus kedua tawanannya itu. Mereka mengatakan,
"Sesungguhnya Muhammad menduga bahwa dia taat kepada Allah, tetapi dia
sendirilah orang yang mula-mula menghalalkan bulan Haram dan membunuh teman kami
dalam bulan Rajab." Maka kaum muslim menjawab, "Sesungguhnya kami hanya
membunuhnya dalam bulan Jumada, dan ia terbunuh pada permulaan malam Rajab dan
akhir malam Jumada." Lalu kaum muslim menyarungkan pedang mereka ketika bulan
Rajab masuk, dan Allah menurunkan firman-Nya mencela penduduk Mekah, yaitu:
Mereka bertanya kepadamu tentang berperang dalam bulan Haram. Katakanlah,
"Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar." (Al-Baqarah: 217) Yaitu tidak
halal. Apa yang telah kalian lakukan, hai kaum musyrik, lebih besar daripada
melakukan pembunuhan dalam bulan Haram, karena kalian kafir kepada Allah dan
menghalang-halangi Muhammad Saw. dan sahabat-sahabatnya. Mengusir ahli Masjidil
Haram darinya ketika mereka mengusir Muhammad Saw. dan sahabat-sahabatnya
merupakan perbuatan yang lebih besar dosanya di sisi Allah daripada melakukan
pembunuhan.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
Mereka bertanya kepadamu tentang perang pada bulan Haram. Katakanlah,
"Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar" (Al-Baqarah: 217) Pada mulanya
kaum musyrik menghalang-halangi Rasulullah Saw. (untuk sampai ke Masjidil Haram)
dan menolaknya masuk, hal ini terjadi pada bulan Haram. Maka Allah memberikan
kemenangan kepada Nabi-Nya pada bulan Haram, juga tahun berikutnya. Lalu
orang-orang musyrik mencela Rasulullah Saw. karena melakukan perang dalam bulan
Haram. Allah Swt. berfirman: tetapi menghalang-halangi (manusia) dari jalan
Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram, dan mengusir
penduduknya dari sekitarnya lebih besar (dosanya) di sisi Allah.
(Al-Baqarah: 217) Yakni daripada melakukan peperangan di dalam bulan Haram.
Selanjutnya Nabi Muhammad Saw. mengirimkan suatu pasukan khusus, lalu mereka
bersua dengan Amr ibnul Hadrami yang sedang dalam perjalanannya dari Taif pada
akhir malam Jumada dan permulaan malam bulan Rajab. Sedangkan sahabat Nabi Saw.
menduga bahwa malam itu masih termasuk bulan Jumada, padahal malam tersebut
merupakan permulaan malam bulan Rajab, tetapi mereka tidak menyadarinya. Maka
Amr ibnul Hadrami terbunuh oleh seseorang dari pasukan khusus tersebut dan
mereka merampas semua barang bawaannya (sebagai ganimah). Lalu kaum musyrik
mengirimkan utusannya, mencela Nabi Saw. yang telah melakukan demikian (dalam
bulan Haram). Maka Allah Swt. berfirman: Mereka bertanya kepadamu tentang
berperang dalam bulan Haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu adalah dosa
besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah,
(menghalangi masuk) Masjidil Haram, dan mengusir penduduknya dari
sekitarnya.'" (Al-Baqarah: 217) Yaitu mengusir ahli Masjidil Haram lebih
besar dosanya daripada apa yang telah dilakukan oleh sahabat Nabi Saw., dan dosa
yang lebih besar lagi daripada semuanya ialah mempersekutukan Tuhan.
Demikianlah menurut riwayat Abu Sa'id Al-Baqqal, dari Ikrimah, dari Ibnu
Abbas, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan pasukan rahasia yang dipimpin
oleh Abdullah ibnu Jahsy dan terbunuhnya Amr ibnul Hadrami.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnus
Saib Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa firman
berikut diturunkan berkenaan dengan terbunuhnya Amr ibnul Hadrami dari peristiwa
yang berkaitan dengannya, yaitu: Mereka bertanya kepadamu tentang berperang
pada bulan Haram. (Al-Baqarah: 217), hingga akhir ayat. Abdul Malik ibnu
Hisyam (seorang perawi Sirah) meriwayatkan dari Ziyad ibnu Abdullah, dari
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar Al-Madani di dalam Kitabus Sirah-nya, bahwa
Rasulullah Saw. pernah mengutus Abdullah ibnu Jahsy ibnu Rabbab Al-Asadi dalam
bulan Rajab, sekembalinya beliau dari Badar pertama. Beliau pun mengutus pula
bersama Ibnu Jahsy delapan orang lainnya yang semuanya dari kalangan Muhajirin
tanpa ada seorang Ansar pun untuk membantunya. Nabi Saw. menulis sepucuk surat
buat Ibnu Jahsy seraya berpesan bahwa janganlah Ibnu Jahsy membuka surat
tersebut sebelum berjalan selama dua hari. Ibnu Jahsy berangkat seperti apa yang
diperintahkan kepadanya dan tidak memaksa seorang pun di antara teman-temannya
untuk ikut bersamanya. Teman-teman Abdullah ibnu Jahsy dalam misi tersebut
terdiri atas kalangan Muhajirin, mereka dari Bani Abdusy Syams ibnu Abdu Manaf,
yaitu Abu Huzaifah ibnu Atabah ibnu Rabi'ah ibnu Abdusy Syams ibnu Abdu Manaf;
teman sepakta mereka adalah Abdullah ibnu Jahsy yang menjadi pemimpin mereka.
Lalu Ukasyah ibnu Mihsan (seorang dari kalangan Bani Asad ibnu Khuzaimah, teman
sepakta mereka), dan dari kalangan Bani Naufal ibnu Abdu Manaf ialah Atabah ibnu
Gazwan ibnu Jabir, teman sepakta mereka. Dari kalangan Bani Zuhrah ibnu Kilab
ialah Sa'd ibnu Abu Waqqas, dan dari Bani Ka'b ialah Addi ibnu Amir ibnu
Rabi'ah, teman sepakta mereka. Sedangkan dari luar kalangan mereka ialah Ibnu
Wail dan Waqid ibnu Abdullah ibnu Abdu Manaf ibnu Urs ibnu Sa'labah ibnu Yarbu',
salah seorang dari kalangan Bani Tamim, teman sepakta mereka; juga Khalid ibnul
Bukair (salah seorang dari Bani Sa'd ibnu Lais, teman sepakta mereka), sedangkan
dari kalangan Banil Haris ibnu Fihr ialah Suhail ibnu Baida. Ketika Abdullah
ibnu Jahsy telah berjalan selama dua hari, ia membuka surat tersebut, lalu ia
membacanya. Ternyata di dalamnya berisikan kalimat berikut: Apabila kamu
membaca suratku ini di tempat yang dimaksud, maka lanjutkanlah perjalananmu
hingga kamu istirahat di Nakhlah yang terletak antara Mekah dan Taif untuk
mengintai orang-orang Quraisy dan kamu sampaikan kepada kami berita tentang
(gerak-gerik) mereka. Setelah isi surat itu dibaca oleh Abdullah ibnu
Jahsy, ia berkata, "Kami tunduk dan patuh." Kemudian ia berkata kepada
teman-temannya, "Sesungguhnya Rasulullah Saw. telah memerintahkan kepadaku untuk
berangkat ke Nakhlah guna mengintai orang-orang Quraisy, lalu aku sampaikan
beritanya kepada beliau Saw. Sesungguhnya Nabi Saw. melarangku memaksa seseorang
dari kalian untuk ikut bersamaku. Maka barang siapa yang ingin mati syahid di
antara kalian dan menyukainya, hendaklah ia berangkat bersamaku. Barang siapa
yang tidak suka, ia boleh kembali. Adapun saya sendiri akan terus berangkat
melaksanakan perintah Rasulullah Saw." Maka Ibnu Jahsy berangkat bersama
teman-temannya, tiada seorang pun di antara mereka yang tertinggal. Ibnu Jahsy
menempuh jalan Pegunungan Hijaz. Ketika ia sampai di suatu tambang yang terletak
di atas bukit yang dikenal dengan nama Najran, Sa'd ibnu Abu Waqqas dan Atabah
ibnu Gazwan kehilangan unta cadangannya, maka keduanya tertinggal karena mencari
unta tersebut. Sedangkan Abdullah ibnu Jahsy dan teman-temannya tetap
melanjutkan perjalanannya hingga sampai di Nakhlah. Kemudian lewatlah kafilah
orang-orang Quraisy membawa muatan berupa minyak, lauk-pauk, dan barang dagangan
milik mereka. Kafilah tersebut dikawal oleh Amr ibnul Hadrami (nama aslinya
ialah Abdullah ibnu Abbad, salah seorang pengawal bayaran), Usman ibnu Abdullah
ibnul Mugirah dan saudaranya (yaitu Naufal ibnu Abdullah), keduanya dari Bani
Makhzum; juga Al-Hakam ibnu Kaisan maula Hisyam ibnul Mugirah. Ketika mereka
melihat Abdullah ibnu Jahsy dan kawan-kawannya yang sedang beristirahat di dekat
tempat mereka, maka rasa takut merayap di dalam hati mereka. Selanjutnya Ukasyah
ibnu Mihsan menampakkan dirinya, yang saat itu Ukasyah telah mencukur rambutnya.
Ketika mereka melihatnya, mereka tidak memeranginya dan membiarkannya dalam
keadaan aman, dan mereka mengatakan, "Ammar termasuk salah seorang dari kaum."
Kemudian kaum (pasukan kaum muslim) bermusyawarah di antara sesama mereka
mengenai langkah yang akan mereka lakukan terhadap kafilah Quraisy itu. Hal
tersebut terjadi pada akhir bulan Rajab. Lalu kaum berkata, "Demi Allah,
seandainya kita membiarkan mereka malam ini, niscaya mereka berada di dalam
bulan Haram, dan mereka akan selamat dari tangan kalian. Tetapi jika kalian
memerangi mereka, berarti kalian berperang dengan mereka dalam bulan Haram."
Pasukan kaum muslim ragu-ragu dan enggan memerangi mereka, tetapi pada akhirnya
mereka membulatkan tekad untuk memerangi kafilah Quraisy dan sepakat untuk
membunuh orang-orang yang dapat mereka kejar dari rombongan kafilah itu serta
mengambil barang yang dibawanya. Kemudian Waqid ibnu Abdullah At-Tamimi
melepaskan anak panahnya ke arah Amr ibnul Hadrami dan tepat mengenainya hingga
ia mati, sedangkan Usman ibnu Abdullah dan Al-Hakam ibnu Kaisan mereka tawan. Di
antara rombongan kafilah yang selamat ialah Naufal ibnu Abdullah, ia melarikan
diri dan tidak dapat dikejar lagi oleh pasukan kaum muslim. Selanjutnya Abdullah
ibnu Jahsy dan teman-temannya kembali membawa kafilah tersebut dan dua orang
tawanan, hingga datang kepada Rasulullah Saw. di Madinah.
Ibnu Ishaq melanjutkan kisahnya, bahwa salah seorang keluarga Abdullah ibnu
Jahsy ada yang menuturkan bahwa Abdullah berkata kepada teman-temannya,
"Sesungguhnya Rasulullah Saw. mempunyai bagian dari ganimah yang kita hasilkan
ini sebanyak seperlimanya." Demikian itu sebelum ada perintah dari Allah yang
memfardukan seperlimanya buat Rasulullah Saw. (yakni seperlima ganimah). Lalu
seperlima dari ganimah dipisahkan khusus buat Rasulullah Saw., sedangkan sisanya
dibagi-bagikan kepada pasukan kaum muslim yang ikut dalam misi tersebut, yaitu
Abdullah ibnu Jahsy dan teman-teman-nya.
Ibnu Ishaq melanjutkan kisahnya, bahwa setelah mereka datang di hadapan
Rasulullah Saw., maka bersabdalah beliau Saw., "Aku tidak memerintahkan
kalian melakukan perang dalam bulan Haram." Akhirnya kafilah itu dan kedua
tawanan tersebut didiamkan dan beliau tidak berani mengambil sesuatu pun
darinya. Ketika Rasulullah Saw. bersabda demikian, maka semua kaum yang terlibat
merasa takut dan mereka menduga bahwa dirinya akan binasa, terlebih lagi
saudara-saudara mereka dari kalangan kaum muslim lainnya ikut mengecam perbuatan
mereka itu. Di lain pihak orang-orang Quraisy mengatakan bahwa Muhammad dan
sahabat-sahabatnya telah menghalalkan bulan Haram, mengalirkan darah, dan
merampas harta benda serta menahan orang-orang dalam bulan tersebut. Lalu orang
yang menjawab ucapan mereka (dari kalangan kaum muslim) yang ada di Mekah
mengatakan, "Sesungguhnya apa yang telah mereka lakukan itu hanya terjadi dalam
bulan Sya'ban." Sedangkan pihak orang-orang Yahudi mengaitkan hal tersebut
kepada Rasulullah Saw. dan bahwa Amr ibnul Hadrami dibunuh oleh Waqid ibnu
Abdullah. Mereka mengemukakan ramalannya bahwa amr artinya ramai (yakni perang
mulai ramai), sedangkan al-hadrami artinya perang telah tiba masanya, dan waqid
artinya perang telah berkobar. Maka Allah membalikkan kenyataan tersebut menimpa
diri orang-orang Yahudi, bukan orang-orang muslim. Tatkala peristiwa tersebut
ramai dibicarakan oleh orang-orang, maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya kepada
Rasulullah Saw., yaitu: Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan
Haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi
menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk)
Masjidil Haram, dan mengusir penduduknya dari sekitarnya lebih besar (dosanya)
di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh."
(Al-Baqarah: 217) Dengan kata lain, jika kalian melakukan peperangan dalam bulan
Haram, sesungguhnya mereka telah menghalang-halangi kalian dari jalan Allah
karena kekufuran mereka kepada-Nya; mereka juga telah mengusir kalian dari
Masjidil Haram dan menghalang-halangi kalian darinya, padahal kalian adalah
penduduknya. lebih besar dosanya di sisi Allah. (Al-Baqarah: 217) Yaitu
daripada kalian membunuh seseorang di antara mereka. Dan berbuat fitnah lebih
besar dosanya daripada membunuh. (Al-Baqarah: 217) Yakni sebelum itu mereka
telah memfitnah orang muslim dalam agamanya agar mereka mengembalikannya kepada
kekufuran sesudah ia beriman. Perbuatan tersebut jauh lebih besar dosanya
menurut Allah daripada membunuh. Sebagaimana yang disebutkan di dalam firman
berikutnya: Mereka tidak henti-hentinya memerangi kalian sampai mereka
(dapat) mengembalikan kalian dari agama kalian (kepada kekafiran), seandainya
mereka sanggup. (Al-Baqarah: 217) Kemudian mereka tetap melakukan hal
tersebut, bahkan yang lebih kotor dan lebih besar lagi tanpa henti-hentinya dan
tanpa merasa jenuh.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa ketika Al-Qur'an menurunkan keterangan ini, maka
legalah hati kaum muslim, dan kini mereka merasa terbebas dari apa yang selama
ini mengungkung hati mereka. Akhirnya Rasulullah Saw. menerima ganimah kafilah
itu berikut kedua tawanannya. Selanjutnya orang-orang Quraisy mengirimkan
sejumlah harta kepada Nabi Saw. untuk menebus Usman ibnu Abdullah dan Al-Hakam
ibnu Kaisan. Tetapi Rasulullah Saw. menjawab: Kami tidak mau menerima tebusan
kedua orang ini dari kalian sebelum kedua sahabat kami datang (dengan
selamat). Yang dimaksud dengan kedua sahabat itu adalah Sa'd ibnu Abu Waqqas dan
Atabah ibnu Gazwan. Selanjutnya Nabi Saw. bersabda: Karena sesungguhnya kami
merasa khawatir kalian berbuat apa-apa terhadap kedua sahabatku itu. Jika kalian
membunuh keduanya, maka kami akan membunuh kedua teman kalian ini.
Ternyata Sa'd dan Atabah datang dengan selamat, maka Rasulullah Saw. baru
mau menerima tebusan kedua tawanan itu dari mereka. Adapun Al-Hakam ibnu Kaisan,
ia masuk Islam dan berbuat baik dalam masa Islamnya. Ia berada di dekat
Rasulullah Saw. hingga gugur sebagai syahid dalam Perang Bi-r Ma'unah.
Sedangkan Usman ibnu Abdullah bergabung di Mekah dan mati dalam keadaan kafir di
Mekah.
Ibnu Ishaq melanjutkan kisahnya, bahwa setelah Abdullah ibnu Jahsy dan
kawan-kawannya merasa lega dari apa yang selama itu mengungkungnya berkat adanya
keterangan dari Al-Qur'an yang baru diturunkan, maka mereka merasa kehausan akan
pahala, lalu mereka berkata, "Wahai Rasulullah, apakah engkau menginginkan agar
kami maju berperang lagi, karena kami menginginkan perolehan. pahala orang-orang
yang berjihad?" Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya
orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah, dan berjihad di jalan
Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (Al-Baqarah: 218) Akhirnya Allah Swt. memenuhi keinginan mereka
dengan pemenuhan yang mernuaskan.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa hadis mengenai hal ini dari Az-Zuhri dan Yazid
ibnu Rauman, dari Urwah. Yunus ibnu Bukair meriwayatkan hal yang hampir sama
konteksnya dengan hadis ini, dari Muhammad ibnu Ishaq, dari Yazid ibnu Rauman,
dari Urwah ibnuz Zubair. Musa ibnu Uqbah telah meriwayatkan pula hal yang
semisal dari Az-Zuhri sendiri.
Syu'aib ibnu Abu Hamzah meriwayatkannya dari Az-Zuhri, dari Urwah ibnuz
Zubair hal yang semisal dengan hadis ini, tetapi di dalamnya disebutkan bahwa
Ibnul Hadrami merupakan korban pertama dalam perang yang terjadi antara kaum
muslim dan kaum musyrik. Kemudian sejumlah orang kafir Quraisy sebagai utusan
mereka, memacu kendaraannya menuju Madinah, hingga tibalah mereka di hadapan
Rasulullah Saw., lalu mereka berkata, "Apakah dihalalkan melakukan peperangan
dalam bulan Haram?" Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Mereka bertanya
kepadamu tentang berperang dalam bulan Haram. (Al-Baqarah: 217), hingga
akhir ayat.
Hal ini telah diteliti oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi di dalam kitab
Dalailun Nubuwwah-nya.
Kemudian Ibnu Hisyam mengatakan dari Ziyad, dari Ibnu Ishaq, bahwa salah
seorang keluarga Ibnu Jahsy menceritakan bahwa harta fai' dibagi-bagikan di
antara keluarganya, empat perlimanya diberikan kepada orang-orang yang terlibat
dalam perang tersebut, sedangkan yang seperlimanya dikhususkan buat Allah dan
Rasul-Nya. Maka ketentuan tersebut tetap berlaku seperti apa yang telah
dilakukan oleh Abdullah ibnu Jahsy terhadap kafilah tersebut.
Ibnu Hisyam mengatakan bahwa kafilah tersebut merupakan harta ganimah yang
mula-mula didapat oleh kaum muslim, dan Amr ibnul Hadrami adalah orang yang
mula-mula terbunuh oleh kaum muslim, sedangkan Usman ibnu Abdullah serta
Al-Hakam ibnu Kaisan merupakan orang yang mula-mula ditawan oleh kaum
muslim.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa setelah peristiwa perang yang dialami oleh
Abdullah ibnu Jahsy tersebut, sahabat Abu Bakar mengucapan syair berikut. Tetapi menurut pendapat lain, yang mengatakannya justru Abdullah ibnu Jahsy
sendiri. Yaitu ketika orang-orang Quraisy mengatakan, "Sesungguhnya Muhammad dan
sahabat-sahabatnya telah menghalalkan bulan Haram. Maka mereka mengalirkan darah
padanya, merampas harta, dan menahan orang-orang."
Ibnu Hisyam mengatakan bahwa bait-bait berikut adalah mihk Abdullah ibnu
Jahsy sendiri, yaitu:
تَعُدُّونَ قَتْلًا فِي الْحَرَامِ عَظِيمَةً ... وَأَعْظَمُ مِنْهُ لَوْ يَرَى الرُّشْدَ
رَاشِدُ
صُدُودُكُمُ عَمَّا يَقُولُ مُحَمَّدٌ ...
وَكُفْرٌ بِهِ وَاللَّهُ رَاءٍ وَشَاهِدُ
وَإِخْرَاجُكُمْ مِنْ مَسْجِدِ اللَّهِ أَهْلَهُ ... لِئَلَّا يُرَى لِلَّهِ فِي الْبَيْتِ
سَاجِدُ
فَإِنَّا وَإِنْ عَيَّرْتُمُونَا بِقَتْلِهِ ... وَأَرْجَفَ بِالْإِسْلَامِ بَاغٍ
وَحَاسِدُ
سَقَيْنَا مِنَ ابْنِ الْحَضْرَمِيِّ رِمَاحَنَا ... بِنَخْلَةَ لَمَّا أَوْقَدَ الْحَرْبَ
وَاقِدُ
دَمًا وَابْنُ عَبْدِ اللَّهِ عُثْمَانُ بَيْنَنَا ... يُنَازِعُهُ غلّ من القدّ عائد
Kalian menganggap
pembunuhan
dalam bulan Haram
merupakan dosa besar, padahal ada yang lebih besar lagi dosanya daripada itu
sekiranya orang yang berakal mau menggunakan pikirannya. Yaitu kalian telah
menghalang-halangi apa yang dikatakan oleh Muhammad dan ingkar kepadanya, Allah
melihat dan menyaksikan hal itu. Dan kalian telah mengusir penduduk Masjidil
Haram dari tempat tinggalnya agar tidak terlihat lagi di rumah-Nya orang yang
bersujud (kepada-Nya). Dan sesungguhnya kami —sekalipun kalian mencela kami karena
telah membunuhnya (Ibnul Hadrami)— hanyalah untuk menghajar orang yang
kelewat batas dan orang yang dengki terhadap Islam. Kami telah membasahi tombak
kami dengan darah Ibnul Hadrami di Nakhlah, yaitu ketika Waqid menyalakan
peperangan. Dan Ibnu Abdullah —yaitu Usman— berada di antara kami dalam keadaan
terbelenggu oleh rantai akan dikembalikan.
Tafsir Ibnu Katsir
0 Response to "Al-Baqoroh Ayat 217-218"
Posting Komentar