Al-Baqoroh Ayat 198
Selasa, 15 Mei 2018
Add Comment
{لَيْسَ
عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلا مِنْ رَبِّكُمْ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ
عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ وَاذْكُرُوهُ كَمَا
هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ (198)
}
Tidak ada dosa bagi kalian untuk mencari
karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhan kalian. Maka apabila kalian telah
bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy'aril Haram. Dan
berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang di-tunjukkan-Nya kepada
kalian; dan sesungguhnya kalian sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang
yang sesat.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah
menceritakan kepadaku Ibnu Uyaynah, dari Amr, dari Ibnu Abbas yang menceritakan
bahwa di masa Jahiliah, Ukaz, Majinnah, dan Zul-Majaz merupakan pasar-pasar
tahunan; mereka merasa berdosa bila melakukan perniagaan dalam musim haji. Maka
turunlah firman-Nya: Tidak ada dosa bagi kalian untuk mencari karunia (rezeki
hasil perniagaan) dari Tuhan kalian. (Al-Baqarah: 198) Yaitu dalam musim
haji.
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Abdur Razzaq dan Sa'id ibnu Mansur serta
lain-lainnya yang bukan hanya satu orang, dari Sufyan ibnu Uyaynah dengan lafaz
yang sama. Menurut sebagian di antara mereka, setelah Islam datang, mereka masih tetap
merasa berdosa bila melakukan perniagaan (dalam musim haji), lalu mereka
bertanya kepada Rasulullah Saw. mengenai hal tersebut, lalu Allah Swt.
menurunkan ayat ini.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Juraij, dari Amr ibnu Dinar, dari Ibnu
Abbas yang menceritakan bahwa di masa Jahiliah, tempat perniagaan orang-orang
berada di Ukaz, Majinnah, dan Zul-Majaz. Setelah Islam datang, mereka tidak
menyukai hal tersebut. Maka turunlah ayat ini.
Imam Abu Daud dan lain-lainnya meriwayatkan melalui hadis Yazid ibnu Abu
Ziyad, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa mereka selalu
menghindarkan dirinya dari melakukan perniagaan dalam musim haji, dan mereka
mengatakan bahwa musim haji adalah hari-hari zikir. Maka Allah Swt. menurunkan
firman-Nya: Tidak ada dosa bagi kalian untuk mencari karunia (rezeki hasil
perniagaan) dari Tuhan kalian. (Al-Baqarah: 198)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim, telah
menceritakan kepada kami Hisyam, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, dari
Ata, dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: Tidak ada dosa bagi kalian untuk mencari karunia (rezeki hasil
perniagaan) dari Tuhan kalian. (Al-Baqarah: 198) Yakni dalam musim haji.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
makna ayat ini: "Tidak ada dosa bagi kalian dalam melakukan transaksi jual
beli, sebelum dan sesudah ihram." Hal yang sama diriwayatkan oleh Al-Aufi,
dari Ibnu Abbas.
Waki' mengatakan, telah menceritakan kepada kami Talhah ibnu Amr Al-Hadrami,
dari Ata, dari ibnu Abbas, bahwa ia membacakan firman-Nya: Tidak ada dosa
bagi kalian untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhan
kalian. (Al-Baqarah: 198) dalam musim haji.
Abdurrahman mengatakan dari Ibnu Uyaynah, dari Abdullah ibnu Abu Yazid, "Aku
pernah mendengar Ibnu Zubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
'Tidak ada dosa bagi kalian untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan)
dari Tuhan kalian' (Al-Baqarah: 198). dalam musim haji."
Tafsir yang sama dikemukakan pula oleh Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah,
Mansuf ibnul Mu'tamir, Qatadah, Ibrahim An-Nakha'i, dan Ar-Rabi' ibnu Anas
serta lain-lainnya. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Arafah,
telah menceritakan kepada kami Syababah ibnu Siwar, telah menceritakan kepada
kami Syu'bah, dari Abu Umaimah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar dari
Ibnu Umar ketika Ibnu Umar ditanya mengenai perihal seorang lelaki yang
menunaikan ibadah haji dengan membawa barang dagangannya. Lalu Ibnu Umar
membacakan firman-Nya: Tidak ada dosa bagi kalian untuk mencari karunia
(rezeki hasil perniagaan) dari Tuhan kalian. (Al-Baqarah: 198) Maka Nabi
Saw. memanggilnya dan bersabda kepadanya.
Predikat asar ini mauquf, tetapi sanadnya kuat dan baik. Sesungguhnya asar
ini telah diriwayatkan pula secara marfu'. Ahmad telah meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Asbat, telah
menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Amr Al-Faqimi, dari Abu Umamah At-Taimi
yang menceritakan bahwa ia pernah berkata kepada Ibnu Umar, "Sesungguhnya kami
biasa melakukan transaksi kira (sewa-menyewa), maka apakah kami beroleh ibadah
haji?" Ibnu Umar balik bertanya, "Bukankah kamu telah melakukan tawaf di
Baitullah, datang ke Arafah, melempar jumrah, dan mencukur rambutmu?" Lelaki itu
menjawab, "Tentu saja." Ibnu Umar berkata bahwa pernah ada seorang lelaki datang
kepada Nabi Saw., lalu bertanya kepadanya tentang masalah seperti apa yang kamu
tanyakan kepadaku, maka beliau tidak menjawab hingga Malaikat Jibril turun
membawa ayat ini, yaitu firman-Nya: Kalian adalah jamaah haji.
Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ai-Sauri, dari
Al-Ala ibnul Musayyab, dari seorang lelaki Bani Tamim yang menceritakan bahwa
seorang lelaki datang kepada Abdullah ib-nu Umar, lalu berkata, "Hai Abu Abdur
Rahman, sesungguhnya kami adalah dari kaum yang berprofesi sewa-menyewa, dan
mereka menduga bahwa kami tidak akan mendapat haji (karena berbisnis)." Ibnu
Umar menjawab, "Bukankah kalian telah berihram seperti mereka berihram, dan
kalian bertawaf seperti mereka bertawaf, serta melempar jumrah seperti yang
dilakukan oleh jamaah haji lainnya?" Lelaki itu menjawab, "Memang benar." Ibnu
Umar berkata, "Kalau demikian, kamu beroleh haji." Kemudian Ibnu Umar
mengemukakan hadis berikut: Seorang lelaki datang kepada Nabi Saw., lalu ia
bertanya kepadanya seperti pertanyaan yang kamu ajukan kepadaku ini, maka
turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: "Tidak ada dosa bagi kalian untuk
mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhan kalian." (Al-Baqarah:
198)
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Abdu ibnu Humaid di dalam kitab tafsirnya
melalui Abdur Razzaq dengan lafaz yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan
pula oleh Abu Huzaifah, dari As-Sauri secara marfu', dan telah diriwayatkan pula
melalui jalur lainnya secara marfu'.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu
Arafah, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnul Awwam, dari Al-Ala ibnul
Musayyab, dari Abu Umamah At-Taimi yang menceritakan bahwa ia pernah berkata
kepada Ibnu Umar, "Sesungguhnya kami adalah kaum yang suka berniaga kira ke arah
ini —yakni ke Mekah— dan sesungguhnya ada segolongan orang yang menduga bahwa
kami tidak akan memperoleh pahala haji. Bagaimanakah menurutmu, apakah kami
memperoleh pahala haji?" Ibnu Umar bertanya, "Bukankah kalian berihram, bertawaf
di Baitullah, dan menunaikan semua manasik?" Ia menjawab, "Memang benar." Ibnu
Umar berkata, "Kalau demikian, kalian adalah orang-orang yang telah berhaji."
Selanjutnya Ibnu Umar mengatakan: Seorang lelaki datang kepada Nabi Saw., lalu
bertanya kepad-nya mengenai pertanyaan seperti yang kamu ajukan itu, maka Nabi
Saw. tidak mengetahui apa yang harus ia katakan kepada-nya —atau beliau tidak
menjawab sepatah kata pun— hingga turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: "Tidak
ada dosa bagi kalian untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhan
kalian" (Al-Baqarah: 198). Maka beliau memanggil lelaki itu dan membacakan
ayat ini kepadanya, lalu bersabda, "Kalian adalah orang-orang yang telah
berhaji."
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Mas'ud ibnu Sa'd dan Abdul Wahid ibnu
Ziyad serta Syarik Al-Qadi, dari Al-Ala ibnul Musayyab dengan lafaz yang sama
secara marfu'. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Taliq ibnu Muhammad
Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Asbat (yaitu Ibnu Muhammad), telah
menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Umar (yaitu Al-Faqimi), dari Abu Umamah
At-Taimi yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Umar,
"Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang suka sewa-menyewakan. Apakah kami
beroleh pahala haji?" Ibnu Umar bertanya, "Bukankah kalian tawaf di Baitullah,
datang di Arafah, melempar jumrah, dan mencukur rambut kalian?" Kami menjawab,
"Memang benar." Ibnu Umar menjawab dengan mengemukakan hadis berikut: Seorang
lelaki datang kepada Nabi Saw., lalu bertanya kepadanya seperti pertanyaan yang
kamu ajukan kepadaku, maka beliau tidak mengetahui apa yang harus beliau katakan
kepadanya, hingga turunlah Jibril a.s. membawa firman-Nya, "Tidak ada dosa
bagi kalian untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhan
kalian" (Al-Baqarah: 198), hingga akhir ayat. Dan Nabi Saw. bersabda,
"Kalian adalah orang-orang yang berhaji."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnu Ishaq, telah
menceritakan kepada kami Abu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Gundar, dari
Abdur Rahman ibnul Muhajir, dari Abu Saleh maula Umar yang menceritakan bahwa ia
pernah bertanya kepada Khalifah Umar, "Wahai Amirul Muminin, mengapa kalian
berdagang dalam musim haji?" Umar r.a. menjawab, "Karena tiada lain penghidupan
mereka hanyalah dari hasil perniagaan dalam musim haji."
********
Firman Allah Swt.:
{فَإِذَا
أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ
الْحَرَامِ}
Maka apabila kalian telah bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah
di Masy'aril Haram. (Al-Baqarah: 198)
Sesungguhnya lafaz arafah di-fathah-kan, sekalipun ia sebagai alam
yang muannas, karena pada asalnya berbentuk jamak seperti muslimat
dan muminat, kemudian dijadikan nama untuk suatu daerah tertentu, maka
bentuk asalnya ini dipelihara hingga ia menerima tanwin. Pendapat inilah
yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Arafah merupakan tempat wuquf dalam ibadah haji dan sebagai tiang dari semua
pekerjaan haji. Karena itu, Imam Ahmad dan pemilik kitab-kitab sunan
meriwayatkan sebuah hadis yang sahih sanad-nya:
عَنِ
الثَّوْرِيِّ، عَنْ بُكَيْرِ بْنِ عَطَاءٍ، عن عبد الرحمن بن يَعْمر
الديَلي، قَالَ:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "الْحَجُّ
عَرَفَاتٌ -ثَلَاثًا -فَمَنْ أَدْرَكَ عَرَفَةَ قَبْلَ أَنْ يَطْلُعَ الْفَجْرُ،
فَقَدْ أَدْرَكَ. وَأَيَّامُ مِنًى ثَلَاثَةٌ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ
فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ، وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ"
dari As-Sauri, dari Bukair bin Ata, dari Abdur Rahman ibnu Ya'mur Ad-Daili
yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Haji
itu hanyalah di Arafah —sebanyak tiga kali—. Barang siapa yang menjumpai
(hari) Arafah sebelum fajar menyingsing, berarti dia telah menjumpai haji. Dan
hari-hari Mina itu adalah tiga hari, karenanya barang siapa yang ingin cepat
berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barang
siapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak
ada dosa baginya.
Waktu wuquf itu dimulai dari tergelincirnya matahari (dari pertengahan
langit) di hari Arafah sampai dengan munculnya fajar yang kedua dari hari
Kurban, karena Nabi Saw. melakukan wuqufnya dalam haji wada' sesudah salat Lohor
sampai dengan matahari terbenam, lalu beliau bersabda:
"لتأخُذوا
عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ"
Ambillah (contoh) manasik-manasik kalian dariku.
Dalam hadis ini Nabi Saw. bersabda pula: Barang siapa yang menjumpai
(hari) Arafah sebelum fajar menyingsing, berarti dia telah menjumpai haji.
Demikianlah menurut mazhab Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Syafii.
Imam Ahmad berpendapat bahwa waktu wuquf dimulai dari permulaan hari Arafah.
Ia dan para pengikutnya mengatakan demikian dengan berdalilkan sebuah hadis dari
Asy-Sya'bi, dari Urwah ibnu Midras ibnu Harisah ibnu Lamut Ta-i yang
menceritakan:
أَتَيْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمُزْدَلِفَةِ، حِينَ
خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي جِئْتُ مِنْ
جَبَليْ طَيْئٍ، أَكْلَلْتُ رَاحِلَتِي، وَأَتْعَبْتُ نَفْسِي، وَاللَّهِ مَا
تَرَكْتُ مِنْ جَبَلٍ إِلَّا وَقَفْتُ عَلَيْهِ، فَهَلْ لِي مِنْ حَج؟ فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "من شَهِد صَلَاتَنَا هَذِهِ،
فَوَقَفَ مَعَنَا حَتَّى نَدْفَعَ، وَقَدْ وَقَفَ بِعَرَفَةَ قَبْلَ ذَلِكَ لَيْلًا
أَوْ نَهَارًا، فَقَدْ تَمَّ حَجّه، وَقَضَى تَفَثَه".
Aku datang kepada Rasulullah Saw. di Muzdalifah ketika beliau berangkat untuk
menunaikan salat. Maka aku bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku datang
dari Pegunungan Ta-i, unta kendaraanku telah lelah dan juga diriku. Demi Allah,
tiada suatu bukit pun yang aku tinggalkan melainkan aku berwuqufpa-danya. Maka
apakah aku memperoleh haji?" Rasulullah Saw. menjawab, "Barang siapa yang
mengikuti salat kami ini dan wuquf bersama kami hingga kami berangkat, sedang
sebelum itu ia telah wuquf di Arafah di malam. atau siang hari, maka
sesungguhnya hajinya telah lengkap dan keperluannya telah dipenuhinya."
Hadis riwayat Imam Ahmad dan As-Habus Sunan dinilai sahih oleh Imam
Turmuzi.
Kemudian dikatakan bahwa sesungguhnya tempat wuquf itu dinamakan Arafah
karena ada sebuah riwayat yang diketengahkan oleh Abdur Razzaq, telah
menceritakan kepadaku Ibnu Juraij yang menceritakan bahwa Ibnul Musayyab pernah
menceritakan kisah yang pernah dikatakan oleh Ali ibnu Abu Talib seperti
berikut: Allah Swt. mengutus Jibril a.s. kepada Nabi Ibrahim a.s., lalu
menuntunnya menunaikan ibadah haji. Dan ketika sampai di Arafah, Nabi Ibrahim
berkata, "Aku telah kenal daerah ini," sebelum itu Nabi Ibrahim pernah
mendatanginya sekali. Karena itulah maka tempat wuquf dinamakan Arafah.
Ibnul Mubarak meriwayatkan dari Abul Malik ibnu Abu Sulaiman, dari Ata yang
menceritakan bahwa sesungguhnya tempat wuquf dinamakan Arafah, karena ketika
Malaikat Jibril memperlihatkan kepada Nabi Ibrahim a.s. tempat-tempat manasik,
Nabi Ibrahim berkata, "Aku telah mengenal ini" (yang dalam bahasa Arabnya
disebut 'Araftu), kemudian dinamakanlah Arafah.
Telah diriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan Abu
Mijlaz.
Arafah dinamakan pula dengan sebutan Al-Masy'aril Haram,
Al-Masy'aril Aqsa, dan Hal, sama wazannya dengan Hilal.
Bukit yang ada di tengah-tengahnya dinamakan Jabal Rahmah. Sehubungan dengan hal
ini Abu Talib pernah mengatakan dalam salah satu syairnya yang terkenal,
yaitu:
وَبِالْمَشْعَرِ الْأَقْصَى إِذَا قَصَدُوا لَهُ ... إِلَالُ إِلَى تِلْكَ الشِّرَاجِ
الْقَوَابِلِ
Apabila mereka hendak melakukan wuquf
maka mereka berada di Al-Masy'aril Aqsa, yaitu dikenal pula dengan sebutan Hal
sebagai kata persamaannya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnul Hasan
ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepada kami Abu Amir, dari Zam'ah (yaitu Ibnu
Saleh), dari Salamah ibnu Wahram, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang
menceritakan bahwa orang-orang Jahiliah melakukan wuqufnya di Arafah. Manakala
matahari berada di atas bukit seakan-akan seperti kain sorban di atas kepala
laki-laki, maka mereka berangkat. Karena itu, maka Rasululluh Saw. menangguhkan
keberangkatan dari Arafah hingga matahari tenggelam.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Murdawaih melalui Zam'ah ibnu Saleh,
dan menambahkan, "Kemudian Rasulullah Saw. berhenti di Muzdalifah, lalu
melakukan salat Subuh di pagi buta. Manakala segala sesuatu tampak kuning dan
berada di akhir waktu Subuh, barulah beliau bertolak." Hadis ini lebih baik
sanadnya.
قَالَ
ابْنُ جُرَيْج، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنِ المسْوَر بْنِ مَخْرَمة قَالَ:
خَطَبنا رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وهو بِعَرَفَاتٍ،
فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ. ثُمَّ قَالَ: "أَمَّا بَعْدُ -وَكَانَ إِذَا
خَطَبَ خُطْبَةً قَالَ: أَمَّا بَعْدُ -فَإِنَّ هَذَا الْيَوْمَ الحجَ الْأَكْبَرَ،
أَلَا وَإِنَّ أهلَ الشِّرْكِ وَالْأَوْثَانِ كَانُوا يَدْفَعُونَ فِي هَذَا
الْيَوْمِ قَبْلَ أَنْ تَغِيبَ الشَّمْسُ، إِذَا كَانَتِ الشَّمْسُ فِي رُؤُوسِ
الْجِبَالِ، كَأَنَّهَا عَمَائِمُ الرِّجَالِ فِي وُجُوهِهَا، وَإِنَّا نَدْفَعُ
بَعْدَ أَنْ تَغِيبَ الشَّمْسُ، وَكَانُوا يَدْفَعُونَ مِنَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ
بَعْدَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ، إِذَا كَانَتِ الشَّمْسُ فِي رُؤُوسِ الْجِبَالِ
كَأَنَّهَا عَمَائِمُ الرِّجَالِ فِي وُجُوهِهَا وَإِنَّا نَدْفَعُ قَبْلَ أَنْ
تَطْلُعَ الشَّمْسُ، مُخَالفاً هَدْيُنَا هَدْي أَهْلِ الشِّرْكِ".
Ibnu Juraij meriwayatkan dari Muhammad ibnu Qais, dari Al-Miswar ibnu
Makhramah yang menceritakan hadis berikut: Ketika Rasulullah Saw. berada di
Arafah, beliau berkhotbah kepada kami. Untuk itu beliau mengucapkan hamdalah,
puja serta puji kepada Allah Swt., setelah itu baru beliau bersabda, "Amma
Ba'du, - dan memang kebiasaan beliau apabila berkhotbah selalu mengucapkan
kalimat amma ba'du pada permulaannya- . Sesungguhnya hari ini adalah hari
haji akbar. Ingatlah, sesungguhnya orang-orang musyrik dan para penyembah
berhala berangkat pada hari ini sebelum matahari tenggelam. Yaitu bila
matahari berada di atas bukil-bukit seakan-akan seperti kain sorban laki-laki
yang berlengger di kepalanya. Sesungguhnya kami bertolak sesudah matahari
tenggelam. Dahulu mereka bertolak dari Masy'aril Haram sesudah matahari terbit,
yaitu bila matahari (kelihatan) berada di atas bukit seakan-akan kain sorban
laki-laki yang berlengger di kepalanya. Sesungguhnya kami bertolak sebelum
matahari terbit agar petunjuk kita berbeda dengan petunjuk kaum
musyrik.”
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih, dan hadis ini
berdasarkan lafaz darinya; Imam Hakim meriwayatkannya pula di dalam kitab
Mustadrak-nya, kedua-duanya melalui hadis Abdur Rahman ibnul Mubarak Al-Aisyi,
dari Abdul Waris ibnu Sa'id, dari Ibnu Juraij. Imam Hakim mengatakan bahwa hadis
ini berpredikat sahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak
mengetengahkannya.
Sesungguhnya terbukti dengan benar apa yang telah kami sebutkan di atas yang
menyatakan bahwa Al-Miswar benar-benar mendengar langsung dari Rasulullah Saw.
Tidak seperti apa yang diduga oleh segolongan teman-teman kami yang mengatakan
bahwa Al-Miswar termasuk orang yang hanya pernah melihat Nabi Saw., tetapi tidak
pernah mendengar hadis darinya.
Waki' meriwayatkan dari Syu'bah, dari Ismail ibnu Raja Az-Zubaidi, dari
Al-Ma'rur ibnu Suwaid yang menceritakan bahwa ia pernah melihat sahabat Umar
r.a. ketika bertolak dari Arafah, seakan-akan ia melihatnya seperti lelaki yang
botak dengan mengendarai untanya seraya bertolak dan berkata, "Sesungguhnya kami
menemukan cara berifadah (bertolak) ialah dengan langkah-langkah yang
cepat."
Di dalam hadis Jabir ibnu Abdullah yang cukup panjang yang berada pada kitab
Sahih Muslim disebutkan di dalamnya bahwa Nabi Saw. masih tetap berwuquf, yakni
di Arafah, hingga matahari tenggelam dan awan kuning mulai tampak sedikit,
hingga bulatan matahari benar-benar tenggelam. Nabi Saw. memboncengkan Usamah di
belakangnya, lalu beliau bertolak seraya mengencangkan tali kendali qaswa unta
kendaraannya, sehingga kepala unta kendaraannya hampir menyentuh bagian depan
rahl (pelana)nya, seraya mengisyaratkan dengan tangannya seakan-akan
mengatakan:
"أَيُّهَا
النَّاسُ، السَّكِينَةَ السَّكِينَةَ"
Hai manusia, tenanglah, tenanglah.
Manakala menaiki bukit, beliau mengendurkan tali kendalinya sedikit agar
qaswa dapat naik dengan mudah, hingga sampailah di Muzdalifah, lalu salat Magrib
dan Isya padanya dengan sekali azan dan dua kali iqamah, tidak membaca tasbih
apa pun di antara keduanya.
Kemudian beliau berbaring hingga fajar terbit, lalu salat Subuh ketika fajar
Subuh telah tampak baginya dengan sekali azan dan sekali iqamah. Sesudah itu
beliau mengendarai qaswa dan berangkat hingga sampai di Masy'aril Haram, lalu
menghadap ke arah kiblat dan berdoa kepada Allah seraya bertakbir, bertahlil,
dan menauhidkan-Nya. Beliau Saw. masih tetap dalam keadaan wuquf hingga cahaya
pagi kelihatan kuning sekali. Kemudian beliau bertolak sebelum matahari
terbit.
Di dalam kitab Sahihain, dari Usamah ibnu Zaid disebutkan bahwa ia pernah
ditanya mengenai kecepatan kendaraan Rasulullah Saw. ketika bertolak (dari
Muzdalifah ke Masy'aril Haram). Maka Usamah menjawab bahwa beliau Saw. memacu
kendaraannya dengan langkah-langkah yang sedang; dan apabila menjumpai tanah
yang legok, maka beliau memacunya dengan langkah yang lebih lebar lagi.
Ibnu Abu Hatim menceritakan, telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad
(anak lelaki dari anak perempuan Imam Syafii) dalam surat yang ditujukannya
kepadaku. Ia menceritakannya dari ayahnya atau dari pamannya, dari Sufyan ibnu
Uyaynah sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: Maka apabila kalian telah
bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy'aril Haram.
(Al-Baqarah: 198) Yang dimaksud dengan zikir dalam ayat ini ialah menjamak dua
salat.
Abu Ishaq As-Subai'i meriwayatkan dari Ainr ibnu Maimun, bahwa ia pernah
bertanya kepada Abdullah ibnu Amr tentang Masy'aril Haram. Maka Ibnu Amr diam,
tidak menjawab. Tetapi ketika kaki depan unta kendaraan kami mulai mengambil
jalan menurun di Muzdalifah, ia bertanya, "Ke manakah orang yang tadi bertanya
tentang Masy'aril Haram? Inilah Masy'aril Haram."
Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari
Az-Zuhri, dari Salim yang mengatakan bahwa Ibnu Umar pernah berkata, "Masy'aril
Haram adalah seluruh Muzdalifah."
Hisyam meriwayatkan dari Hajjaj, dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa ia pernah
ditanya mengenai makna firman-Nya: Berzikirlah kepada Allah di Masy'aril
Haram. (Al-Baqarah: 198) Maka Ibnu Umar menjawab bahwa Masy'aril Haram ialah
bukit ini dan daerah sekitarnya.
Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari
Al-Mugirah, dari Ibrahim, bahwa Ibnu Umar melihat mereka berkumpul di Quzah.
Maka ia berkata, "Mengapa mereka berkumpul di suatu tempat, padahal semua
kawasan ini adalah Masy'aril Haram."
Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah, Mujahid,
As-Saddi, Ar-Rabi' ibnu Anas, Al-Hasan, dan Qatadah, bahwa mereka pernah
mengatakan, "Masy'aril Haram itu terletak di antara kedua buah bukit."
Ibnu Juraij mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ata letak Muzdalifah, maka Ata menjawab, "Apabila kamu bertolak dari kedua ma'zam 'Arafah yang menuju
ke arah lembah Muhassar, dan bukan kedua ma'zam 'Arafah itu termasuk bagian dari
Muzdalifah, melainkan jalan menuju ke arah keduanya; maka berhentilah kamu di
antara keduanya jika kamu suka. Aku suka bila kamu berhenti sebelum Quzah.
Sekarang marilah bersamaku untuk memberi kesempatan kepada jalan yang dilalui
oleh orang banyak."
Menurut kami, tempat-tempat untuk menunaikan haji merupakan rambu-rambu yang
sudah jelas, dan sesungguhnya Muzdalifah dinamakan Masy'aril Haram hanyalah
karena masih termasuk bagian dari Tanah Suci. Tetapi apakah melakukan wuquf di
Muzdalifah merupakan rukun haji; bila tidak dilakukan, hajinya tidak sah?
Seperti yang dikatakan oleh segolongan ulama Salaf dan sebagian murid-murid Imam
Syafii, antara lain Al-Qaffal dan Ibnu Khuzaimah, berdasarkan kepada hadis Urwah
ibnu Midras. Ataukah hukumnya wajib, seperti yang dikatakan oleh salah satu dari
dua pendapat Imam Syafii yang mengatakan jika ditinggalkan dapat ditambal dengan
membayar dam Ataukah hukumnya sunat; dengan kata lain, tidak ada sanksi apa pun
bila ditinggalkan, seperti yang dikatakan oleh selainnya? Sehubungan dengan
masalah ini ada tiga pendapat di kalangan para ulama, pembahasannya secara
panjang lebar terdapat dalam kitab lain.
Abdullah ibnul Mubarak meriwayatkan dari Sufyan As-Sauri, dari Zaid ibnu
Aslam, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"عَرَفَةُ
كُلُّهَا مَوْقِفٌ، وَارْفَعُوا عَنْ عُرَنة، وجَمْع كُلُّهَا مَوقف إِلَّا
مُحَسرًا"
Arafah semuanya adalah tempat wuquf, tetapi tinggalkanlah oleh kalian
(lembah Arafah). Dan Jam'un (Arafah) seluruhnya adalah tempat wuquf kecuali
lembah Muhassar.
Hadis ini mursal.
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ
عَبْدِ الْعَزِيزِ، حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ مُوسَى، عَنْ جُبَيْرِ بْنِ
مُطْعِمٍ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَالَ: "كُلُّ
عَرَفَاتٍ مَوْقِفٌ، وَارْفَعُوا عَنْ عُرَنة. وَكُلُّ مُزْدَلِفَةَ مَوْقِفٌ
وَارْفَعُوا عَنْ مُحَسِّر، وَكُلُّ فِجَاجِ مَكَّةَ مَنْحر، وَكُلُّ أَيَّامِ
التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ"
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah
menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepadaku
Sulaiman ibnu Musa, dari Jubair ibnu Mut'im, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:
Semua kawasan Arafah adalah tempat wuquf dan tinggalkanlah oleh kalian
(lembah) Arafah. Muzdalifah seluruhnya adalah tempat wuquf, tetapi tinggalkanlah
oleh kalian lembah Muhassar. Dan seluruh pelosok Mekah adalah tempat
penyembelihan kurban. Dan seluruh hari-hari tasyriq adalah hari-hari
penyembelihan kurban.
Hadis ini pun munqati', karena sesungguhnya Sulaiman ibnu Musa yang dikenal
dengan sebutan Al-Asydaq tidak menjumpai masa Jubair ibnu Mut'im.
Akan tetapi, hadis ini diriwayatkan oleh Al-Walid ibnu Muslim dan Suwaid ibnu
Abdul Aziz, dari Sa’id ibnu Abdul Aziz, dari Sulaiman; dan Al-Walid mengatakan
dari Jubair ibnu Mut'im, dari ayahnya. Sedangkan Suwaid mengatakan dari Nafi'
ibnu Jubair, dari ayahnya, dari Nabi Saw., lalu ia mengetengahkannya.
************
Firman Allah Swt.:
{وَاذْكُرُوهُ
كَمَا هَدَاكُمْ}
Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang di-tunjukkan-Nya
kepada kalian. (Al-Baqarah: 198)
Ayat ini mengingatkan mereka akan limpahan nikmat yang telah diberikan Allah
kepada mereka, yaitu berupa hidayah, keterangan, dan bimbingan kepada masya'irul
hajji. Hal ini sesuai dengan hidayah yang telah ditunjukkan oleh Allah kepada
Nabi Ibrahim a.s. Karena itulah sesudahnya disebutkan:
{وَإِنْ
كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ}
dan sesungguhnya kalian sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang
sesat. (Al-Baqarah: 198)
Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan sebelum itu ialah sebelum adanya
petunjuk tersebut. Menurut pendapat yang lain, sebelum adanya Al-Qur'an; dan
menurut pendapat yang lainnya lagi sebelum adanya Rasul Saw. Akan tetapi, pada
prinsipnya masing-masing pendapat berdekatan pengertiannya, saling mengukuhkan
dan benar.
Tafsir Ibnu Katsir
0 Response to "Al-Baqoroh Ayat 198"
Posting Komentar