Al Baqoroh 45-46
Minggu, 13 Mei 2018
Add Comment
{وَاسْتَعِينُوا
بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلا عَلَى الْخَاشِعِينَ (45)
الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
(46) }
Jadikanlah sabar dan salat sebagai
penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu amal berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusyuk, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan
menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.
Allah Swt. berfirman seraya memerintahkan hamba-hamba-Nya agar mereka dapat
meraih kebaikan dunia dan akhirat yang mereka dambakan, yaitu menjadikan sabar
dan salat sebagai sarananya. Demikian yang dikatakan oleh Muqatil Ibnu Hayyan
dalam tafsir ayat ini, yaitu: "Minta tolonglah kalian untuk memperoleh kebaikan
akhirat dengan cara menjadikan sabar dalam mengerjakan amal-amal fardu dan salat
sebagai sarananya."
Pengertian sabar menurut suatu pendapat yang dimaksud adalah puasa, menurut
apa yang di-nas-kan oleh Mujahid. Al-Qurtubi dan lain-lainnya mengatakan, karena
itulah maka bulan Ramadan dinamakan "bulan sabar", seperti yang disebutkan oleh
salah satu hadis.
قَالَ
سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ جُرَيّ بْنِ كُليب، عَنْ
رَجُلٍ مِنْ بَنِي سَلِيمٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: "الصَّوْمُ نِصْفُ الصَّبْرِ".
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Jaryu ibnu Kulaib, dari
seorang lelaki Bani Tamim, dari Nabi Saw., bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
Puasa adalah separo dari kesabaran.
Menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan sabar ialah menahan diri terhadap
perbuatan-perbuatan maksiat. Karena itu, dalam ayat ini dibarengi dengan
menunaikan amal-amal ibadah; dan amal ibadah yang paling tinggi ialah salat.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ubay, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Hamzah ibnu Ismail, telah menceritakan
kepada kami Ishaq ibnu Sulaiman, dari Abu Sinan, dari Umar ibnul Khattab r.a.
yang mengatakan bahwa sabar itu ada dua macam, yaitu sabar di saat musibah; hal
ini baik. Dan yang lebih baik daripada itu ialah sabar terhadap hal-hal yang
diharamkan oleh Allah. Hal yang semisal diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri
dengan perkataan Umar r.a.
Ibnul Mubarak meriwayatkan dari Ibnu Luhai'ah, dari Malik ibnu Dinar dari
Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan, "Sabar itu merupakan pengakuan seorang hamba
kepada Allah bahwa musibah yang menimpanya itu dari Allah dengan mengharapkan
rida Allah dan pahala yang ada di sisi-Nya. Adakalanya seseorang mengeluh,
padahal ia tetap tegar dan tak terlihat darinya kecuali hanya sabar belaka."
Abul Aliyah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Jadikanlah sabar dan
salat sebagai penolong kalian. (Al-Baqarah: 45) Yang dimaksud dengan sabar
ialah dalam melakukan hal-hal yang diridai oleh Allah, dan ketahuilah baliwa
salat itu merupakan amal taat kepada Allah.
Mengenai firman-Nya, "Was salati (dan salat)," karena sesungguhnya
salat merupakan penolong yang paling besar untuk memperteguh diri dalam
melakukan suatu perkara, seperti yang diungkapkan oleh ayat lainnya, yaitu
firman-Nya:
{اتْلُ
مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى
عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ}
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur'an),
dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan)
keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih
besar (keutamaannya daripada ibadah-ibadah yang lain). (Al-Ankabut 45)
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
زَكَرِيَّا بْنِ أَبِي زَائِدَةَ، عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ عَمَّارٍ، عَنْ مُحَمَّدِ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الدُّؤَلِيِّ، قَالَ: قَالَ عَبْدُ الْعَزِيزِ أَخُو
حُذَيْفَةَ، قَالَ حُذَيْفَةُ، يَعْنِي ابْنَ الْيَمَانِ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ صَلَّى.
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnul Walid,
telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Zakaria ibnu Abu Zaidah, dari Ikrimah
ibnu Ammar, dari Muhammad ibnu Abdullah Ad-Du-ali yang menceritakan bahwa Abdul
Aziz (saudara Huzaifah) mengatakan bahwa Huzaifah ibnul Yaman r.a. pernah
mengatakan: Rasulullah Saw. bila mengalami suatu perkara (cobaan), maka
beliau selalu salat.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, dari Muhammad ibnu Isa, dari Yahya
ibnu Zakaria, dari Ikrimah ibnu Ammar, seperti yang akan disebutkan nanti.
وَقَدْ
رَوَاهُ ابْنُ جَرِيرٍ، مِنْ حَدِيثِ ابْنِ جُرَيج، عَنْ عِكْرِمة بْنِ عَمَّارٍ،
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُبَيْدِ بْنِ أَبِي قُدَامَةَ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ
الْيَمَانِ، عَنْ حُذَيْفَةَ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ فَزِعَ إِلَى الصَّلَاةِ
Ibnu Jarir meriwayatkan melalui hadis Ibnu Juraij, dari Ikrimah ibnu Ammar,
dari Muhammad ibnu Abu Ubaid ibnu Abu Qudamah, dari Abdul Aziz ibnul Yaman, dari
Huzaifah yang menceritakan: Rasulullah Saw. bila mengalami suatu perkara,
maka beliau bersegera melakukan salat.
Sebagian dari mereka meriwayatkan hadis ini dari Abdul Aziz —anak saudara
lelaki Huzaifah, dan dikatakan saudara Huzaifah— secara mursal dari Nabi
Saw.
Muhammad ibnu Nasr Al-Marwazi meriwayatkan di dalam Kitabus Salat:
حَدَّثَنَا
سَهْلُ بْنُ عُثْمَانَ أَبُو مَسْعُودٍ الْعَسْكَرِيُّ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
زَكَرِيَّا بْنِ أَبِي زَائِدَةَ قَالَ: قَالَ عِكْرِمَةُ بْنُ عَمَّارٍ: قَالَ
مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الدُّؤَلِيُّ: قَالَ عَبْدُ الْعَزِيزِ: قَالَ
حُذَيْفَةُ: رَجَعْتُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةَ
الْأَحْزَابِ وَهُوَ مُشْتَمِلٌ فِي شَمْلَةٍ يُصَلِّي، وَكَانَ إِذَا حَزَبَهُ
أَمْرٌ صَلَّى .
telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Usman Al-Askari, telah menceritakan
kepada kami Yahya ibnu Zakaria ibnu Abu Zaidah yang mengatakan bahwa Ikrimah
ibnu Ammar, Muhammad ibnu Abdullah Ad-Du-ali, dan Abdul Aziz semuanya
menceritakan bahwa Huzaifah telah menceritakan hadis berikut: Aku kembali
kepada Nabi Saw. pada malam (Perang) Ahzab, sedangkan Nabi Saw. ketika itu
menyelimuti dirinya dengan jubah tebal dalam keadaan melakukan salat. Dan
beliau bila menghadapi suatu perkara (besar) selalu salat.
وَحَدَّثَنَا
عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي
إِسْحَاقَ سَمِعَ حَارِثَةَ بْنَ مُضَرِّبٍ سَمِعَ عَلِيًّا يَقُولُ: لَقَدْ
رَأَيْتَنَا لَيْلَةَ بَدْرٍ وَمَا فِينَا إِلَّا نَائِمٌ غَيْرَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي ويدعو حتى أصبح
Telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Mu'az, telah menceritakan kepada
kami Ubay, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Ishaq yang pernah
mendengar dari Hariqah ibnu Mudarrib, bahwa ia pernah mendengar sahabat Ali r.a.
menceritakan hadis berikut: Sesungguhnya aku di malam Perang Badar melihat
kami semua (pasukan kaum muslim) tiada seorang pun melainkan tertidur kecuali
Rasulullah Saw. yang selalu salat dan berdoa hingga subuh.
Ibnu Jarir mengatakan, telah diriwayatkan dari Rasulullah Saw. bahwa beliau
bersua dengan Abu Hurairah yang sedang tengkurap di atas perutnya, lalu beliau
bersabda, "Apakah perutmu sakit?" Abu Hurairah menjawab, "Ya." Maka Nabi
Saw. bersabda:
"قُمْ
فَصَلِّ فَإِنَّ الصَّلَاةَ شِفَاءٌ"
Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Fadl
dan Ya'qub ibnu Ibrahim; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Uyaynah ibnu Abdur Rahman, dari
ayahnya, bahwa Ibnu Abbas mendapat berita belasungkawa atas kematian saudaranya
yang bernama Qasim, sedangkan ketika itu ia dalam suatu perjalanan. Maka ia
mengucapkan kalimah istirja' (inna lillahi wa inna ilaihi raji'un),
kemudian menjauh dari jalan dan mengistirahatkan unta kendaraannya, lalu salat
dua rakaat. Dalam salatnya itu ia melakukan duduk dalam waktu yang cukup lama,
kemudian bangkit dan berjalan menuju unta kendaraannya, lalu membacakan
firman-Nya: Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolong kalian. Dan
sesungguhnya yang demikian itu amat berat, kecuali bagi orang-orang yang
khusyuk. (Al-Baqarah: 45)
Sunaid telah mengatakan dari Hajjaj, dari Ibnu Juraij, mengenai firman-Nya:
Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolong kalian. (Al-Baqarah: 45)
Kedua hal tersebut merupakan sarana untuk memperoleh rahmat Allah, sedangkan
damir yang terkandung di dalam firman-Nya, “In-naha lakabirah" kembali
kepada salat, yakni sesungguhnya salat itu berat kecuali bagi orang-orang yang
khusyuk. Demikian yang di-nas-kan oleh Mujahid dan dipilih oleh Ibnu Jarir. Akan tetapi, dapat pula diinterpretasikan bahwa damir tersebut kembali kepada
apa yang ditunjukkan oleh konteks kalimat, yaitu wasiat akan hal tersebut.
Perihalnya sama dengan firman Allah Swt. dalam kisah Qarun, yaitu:
{وَقَالَ
الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِمَنْ آمَنَ
وَعَمِلَ صَالِحًا وَلا يُلَقَّاهَا إِلا الصَّابِرُونَ}
Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu, "Kecelakaan yang besarlah
bagi kalian, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan
beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang
sabar.'''' (Al-Qashash: 80)
Demikian pula dalam firman Allah Swt.:
{وَلا
تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا
الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ * وَمَا
يُلَقَّاهَا إِلا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا ذُو حَظٍّ
عَظِيمٍ}
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan
cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada
permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang
baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak
dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang
besar. (Fushshilat 34-35)
Maksudnya, tiada yang layak menerima wasiat ini kecuali orang-orang yang
sabar, dan tiada yang dianugerahi dan diilhaminya kecuali orang-orang yang
mempunyai keberuntungan yang besar. Berdasarkan kedua hipotesis tersebut, maka firman Allah Swt.”Innaha
lakabirah" artinya sesungguhnya hal itu benar-benar merupakan masyaqat yang
besar.”Illa 'alal khasyi'in" artinya kecuali bagi orang-orang yang
khusyuk. Ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan
khasyi'in ialah orang-orang yang percaya kepada Al-Kitab yang diturunkan
oleh Allah Swt. Menurut Mujahid, artinya orang-orang yang benar-benar beriman.
Menurut Abul Aliyah, arti 'kecuali bagi orang-orang yang khusyuk' ialah
orang-orang yang takut. Muqatil ibnu Hayyan mengatakan, makna 'kecuali bagi orang-orang yang khusyuk'
ialah orang-orang yang rendah diri.
Ad-Dahhak mengatakan, makna firman-Nya, "Innaha lakabirah," ialah
sesungguhnya hal tersebut benar-benar berat kecuali bagi orang-orang yang
tunduk, patuh, taat kepada-Nya, takut kepada pembalasan-Nya, serta percaya
kepada janji dan ancaman-Nya. Pengertian yang terkandung di dalam ayat ini mirip dengan apa yang disebutkan
di dalam salah satu hadis, yaitu:
"لَقَدْ
سَأَلْتَ عَنْ عَظِيمٍ، وَإِنَّهُ لَيَسِيرٌ عَلَى مَنْ يَسَّرَهُ اللَّهُ
عَلَيْهِ"
Ibnu Jarir mengatakan, makna ayat ialah 'hai para ulama ahli kitab (Yahudi),
jadikanlah sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan sebagai penolong
kalian; dirikanlah salat, mengingat salat dapat mencegah diri dari perbuatan
keji dan mungkar, mendekatkan diri kepada rida Allah, dan berat dikerjakannya
kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, yaitu orang-orang yang rendah diri,
berpegang teguh kepada ketaatan, dan merasa hina karena takut kepada-Nya.
Demikian menurut Ibnu Jarir. Akan tetapi, menurut pengertian lahiriah ayat,
sekalipun sebagai suatu khitab dalam konteks peringatan yang ditujukan kepada
kaum Bani Israil, sesungguhnya khitab ini bukan hanya ditujukan kepada mereka
secara khusus, melainkan pengertiannya umum mencakup pula selain mereka.
***********
Firman Allah Swt.:
{الَّذِينَ
يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ
رَاجِعُونَ}
(yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan
bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (Al-Baqarah: 46)
Ayat ini merupakan kelengkapan dari makna yang terkandung pada ayat
sebelumnya yang menyatakan bahwa salat atau wasiat ini benar-benar berat kecuali
bagi orang-orang yang khusyuk, yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan
menemui Tuhannya. (Al-Baqarah: 45-46)
Artinya, mereka meyakini bahwa mereka pasti dihimpun dan dihadapkan
kepada-Nya di hari kiamat kelak.
وَأَنَّهُمْ
إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (Al-Baqarah: 46)
Yakni semua urusan mereka kembali kepada kehendak-Nya. Dia memutuskannya
menurut apa yang dikehendaki-Nya dengan adil. Mengingat mereka percaya dan yakin
kepada adanya hari kemudian dan hari pembalasan, maka mudahlah bagi mereka
melakukan amal-amal ketaatan dan meninggalkan hal-hal yang mungkar.
{يَظُنُّونَ
أَنَّهُمْ مُلاقُو رَبِّهِمْ}
yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya. (Al-Baqarah: 46)
Ibnu Jarir mengatakan bahwa orang-orang Arab itu adakalanya menamakan dengan
sebutan zan (dugaan), dan syak (ragu) dengan sebutan zan
pula. Perihalnya sama dengan istilah zulmah (kegelapan) yang adakalanya
mereka sebut dengan istilah sidfah, dan diya (terang) disebut pula
sidfah; serta al-mugis (penolong) disebut sarikh, dan
mustagis (orang yang minta tolong) disebut pula dengan istilah
sarikh. Masih banyak contoh lain yang serupa, yaitu isim-isim yang
digunakan untuk nama sesuatu dan juga sebagai nama lawannya, seperti yang
dikatakan oleh Duraid ibnus Simmah:
فَقُلْتُ
لَهُمْ ظُنُّوا بِأَلْفَيْ مُدَجَّجٍ ...
سَرَاتُهُم فِي الفَارسِيِّ المُسَرَّدِ
Maka kukatakan kepada mereka bahwa
mereka merasa yakin akan kedatangan dua ribu personel pasukan yang bersenjata
lengkap, orang-orang yang berkecukupan dari kalangan pasukan berada dalam
barisan pasukan berkuda yang lengkap peralatannya.
Makna yang dimaksud ialah bahwa mereka merasa yakin kalian akan kedatangan
dua ribu personel pasukan yang bersenjatakan lengkap. Umair ibnu Tariq
mengatakan:
بِأنْ
يَعْتَزُوا قَوْمِي وأقعُدَ فِيكُمُ ... وأجعلَ
مِنِّي الظنَّ غَيْبًا مُرَجَّمَا
Maka jika mereka mengambil pelajaran
dari kaumku, dan aku duduk di antara kalian, niscaya aku jadikan suatu hal yang
yakin sebagai perkara gaib yang tiada kenyataannya.
Yakni aku anggap perkara yang yakin sebagai perkara gaib berdasarkan dugaan
belaka. Ibnu Jarir mengatakan bahwa syawahid (bukti-bukti) tersebut diambil dari
syair-syair orang-orang Arab dan pembicaraan mereka. Hal tersebut menunjukkan
bahwa lafaz zan (dugaan) banyak dipakai di kalangan mereka untuk
menunjukkan pengertian yakin dalam jumlah yang tak terhitung banyaknya. Dan
keterangan yang telah kami sebutkan di atas sudah cukup bagi orang yang diberi
taufik untuk memahaminya; di antaranya ada pula firman Allah Swt.:
{وَرَأَى
الْمُجْرِمُونَ النَّارَ فَظَنُّوا أَنَّهُمْ مُوَاقِعُوهَا}
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad
ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abu Asim, telah menceritakan
kepada kami Sufyan, dari Jabir, dari Mujahid, bahwa semua lafaz zan yang
ada di dalam Al-Qur'an menunjukkan makna yakin, misalnya zanantu dan
zannu (aku yakin dan mereka yakin). Telah menceritakan kepadaku
Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami
Abu Daud Al-Jabari, dari Sufyan, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid yang
mengatakan bahwa semua lafaz zan di dalam Al-Qur'an menunjukkan makna
ilmu (pengetahuan/yakin). Sanad riwayat ini berpredikat sahih.
Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah,
sehubungan dengan makna firman-Nya: (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa
mereka akan menemui Tuhannya. (Al-Baqarah: 46) Menurutnya, lafaz zan
di sini menunjukkan makna yakin. Ibnu Abu Hatim mengatakan, hal yang semisal dengan perkataan Abul Aliyah
telah diriwayatkan dari Mujahid, As-Saddi, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Qatadah. Sunaid meriwayatkan dari Hajjaj, dari ibnu Juraij, mengenai makna firman-Nya:
(yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya.
(Al-Baqarah: 46) Yakni mereka yakin bahwa mereka pasti akan menemui Tuhan
mereka. Perihalnya sama dengan makna yang terdapat pada ayat lain, yaitu
firman-Nya:
{إِنِّي
ظَنَنْتُ أَنِّي مُلاقٍ حِسَابِيَهْ}
Sesungguhnya aku yakin bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap
diriku. (Al-Haqqah: 20)
Maksudnya, dia merasa yakin akan hal tersebut. Hal yang sama dikatakan pula
oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Menurut kami, di dalam kitab sahih disebutkan sebuah hadis yang mengatakan:
"أَنَّ
اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: أَلَمْ أُزَوِّجْكَ،
أَلَمْ أُكْرِمْكَ، أَلَمْ أُسَخِّرْ لَكَ الْخَيْلَ وَالْإِبِلَ، وَأَذَرْكَ
تَرْأَسُ وَتَرَبَّعُ؟ فَيَقُولُ: بَلَى. فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: أَفَظَنَنْتَ
أَنَّكَ مُلَاقِيَّ؟ فَيَقُولُ: لَا. فَيَقُولُ اللَّهُ: الْيَوْمَ أَنْسَاكَ كَمَا
نَسِيتَنِي".
bahwa di hari kiamat kelak Allah Swt. berfirman kepada seorang hamba:
"Bukankah Aku telah mengawinkanmu, bukankah Aku telah memuliakanmu, bukankah
Aku telah menundukkan bagimu kuda dan unta, dan Aku biarkan kamu memimpin dan
berkuasa?" Hamba itu berkata, "Memang benar." Allah Swt. berfirman, "Apakah
engkau meyakini bahwa engkau akan menemui-Ku?" Hamba tersebut menjawab, "Tidak."
Maka Allah berfirman, "Pada hari ini Aku melupakanmu seperti kamu dahulu
melupakan-Ku."
Pembahasan ini akan diketengahkan dengan panjang lebar, insya Allah, dalam
membahas tafsir firman-Nya:
{نَسُوا
اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ}
Tafsir Ibnu Katsir
0 Response to "Al Baqoroh 45-46"
Posting Komentar