Al-Baqoroh Ayat 256
Selasa, 15 Mei 2018
Add Comment
{لَا
إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ
بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى
لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (256) }
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah.
Karena itu, barang siapa yang ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan
putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Firman Allah Swt.:
{لَا
إِكْرَاهَ فِي الدِّين}
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). (Al-Baqarah:
256)
Yakni janganlah kalian memaksa seseorang untuk masuk agama Islam, karena
sesungguhnya agama Islam itu sudah jelas, terang, dan gamblang dalil-dalil dan
bukti-buktinya. Untuk itu, tidak perlu memaksakan seseorang agar memeluknya.
Bahkan Allah-lah yang memberinya hidayah untuk masuk Islam, melapangkan dadanya,
dan menerangi hatinya hingga ia masuk Islam dengan suka rela dan penuh
kesadaran. Barang siapa yang hatinya dibutakan oleh Allah, pendengaran dan
pandangannya dikunci mati oleh-Nya, sesungguhnya tidak ada gunanya bila
mendesaknya untuk masuk Islam secara paksa.
Mereka menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan suatu kaum dari
kalangan Ansar, sekalipun hukum yang terkandung di dalamnya bersifat umum. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Yasar, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abu Addi, dari Syu'bah, dari Abu Bisyr, dari Sa'id
ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu ada seorang wanita
yang selalu mengalami kematian anaknya, maka ia bersumpah kepada dirinya
sendiri, "Jika anakku hidup kelak, aku akan menjadikannya seorang Yahudi".
Ketika Bani Nadir diusir dari Madinah, di antara mereka ada anak-anak dari
kalangan Ansar. Lalu mereka berkata, "Kami tidak akan menyeru anak-anak kami
(untuk masuk Islam)." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Tidak ada
paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang salah. (Al-Baqarah: 256)
Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkan pula hadis ini, kedua-duanya
meriwayatkannya dari Bandar dengan lafaz yang sama. Sedangkan dari jalur-jalur
yang lain diriwayatkan hal yang semakna, dari Syu'bah. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Hibban di dalam
kitab sahihnya melalui hadis Syu'bah dengan lafaz yang sama. Hal yang sama
disebutkan oleh Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Asy-Sya'bi, dan Al-Hasan Al-Basri
serta lain-lainnya, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa
tersebut.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad Al-Jarasyi,
dari Zaid ibnu Sabit, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan firman-Nya: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(Islam). (Al-Baqarah: 256). Ibnu Abbas menceritakan: Ayat ini diturunkan
berkenaan dengan seorang lelaki Ansar dari kalangan Bani Salim ibnu Auf yang
dikenal dengan panggilan Al-Husaini. Dia mempunyai dua orang anak lelaki yang
memeluk agama Nasrani, sedangkan dia sendiri adalah seorang muslim. Maka ia
bertanya kepada Nabi Saw., "Bolehkah aku memaksa keduanya (untuk masuk Islam)?
Karena sesungguhnya keduanya telah membangkang dan tidak mau kecuali hanya agama
Nasrani." Maka Allah menurunkan ayat ini berkenaan dengan peristiwa
tersebut.
Hadis diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. As-Saddi meriwayatkan pula hal yang
semakna, tetapi di dalam riwayatnya ditambahkan seperti berikut: Keduanya telah
masuk agama Nasrani di tangan para pedagang yang datang dari negeri Syam membawa
zabib (anggur kering). Ketika keduanya bertekad untuk ikut bersama para pedagang
Syam itu, maka ayah keduanya bermaksud memaksa keduanya (untuk masuk Islam) dan
meminta kepada Rasulullah Saw. agar mengutus dirinya untuk menyusul keduanya
agar pulang kembali. Maka turunlah ayat ini.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Amr ibnu Auf, telah menceritakan kepada kami Syarik,
dari Abu Hilal, dari Asbaq yang menceritakan, "Pada mulanya aku memeluk agama
mereka sebagai seorang Nasrani yang menjadi budak Umar ibnul Khajtab, dan ia
selalu menawarkan untuk masuk Islam kepadaku, tetapi aku menolak. Maka ia
membacakan firman-Nya: 'Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(Islam).' (Al-Baqarah: 256). Ia mengatakan, 'Hai Asbaq, seandainya kamu
masuk Islam, niscaya aku akan mengangkatmu sebagai pegawai untuk mengurusi
sebagian urusan kaum muslim'."
Golongan yang cukup banyak dari kalangan ulama berpendapat bahwa ayat ini
diinterpretasikan dengan pengertian tertuju kepada kaum Ahli Kitab dan
orang-orang yang termasuk ke dalam kategori mereka sebelum (mengetahui adanya)
pe-nasakh-an dan penggantian, tetapi dengan syarat bila mereka membayar
jizyah.
Ulama lain mengatakan bahwa ayat ini di-mansukh oleh ayat qital
(perang). Wajib menyeru semua umat untuk memasuki agama Al-Hanif, yaitu agama
Islam. Jika ada seseorang di antara mereka menolak untuk masuk ke dalam agama
Islam serta tidak mau tunduk kepada peraturannya atau tidak mau membayar jizyah,
maka ia diperangi hingga titik darah penghabisan. Yang demikian itulah makna
ikrah, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
سَتُدْعَوْنَ
إِلى قَوْمٍ أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ تُقاتِلُونَهُمْ أَوْ
يُسْلِمُونَ
Kalian akan diajak untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang
besar, kalian akan memerangi mereka atau mereka menyerah (masuk Islam).
(Al-Fath: 16)
Dalam ayat yang lain Allah Swt berfirman:
يَا
أَيُّهَا النَّبِيُّ جاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنافِقِينَ وَاغْلُظْ
عَلَيْهِمْ
Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik
itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. (At-Taubah: 73)
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ
وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang ada di
sekitar kalian itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripada kalian; dan
ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (At-Taubah:
123)
Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan:
«عَجِبَ
رَبُّكَ مِنْ قَوْمٍ يُقَادُونَ إِلَى الْجَنَّةِ فِي السَّلَاسِلِ»
Tuhanmu kagum kepada suatu kaum yang digiring masuk ke surga dalam keadaan
dirantai.
Makna yang dimaksud ialah para tawanan yang didatangkan ke negeri Islam dalam
keadaan terikat oleh rantai dan belenggu. Sesudah itu mereka masuk Islam dan
memperbaiki amal perbuatan serta hati mereka. Maka mereka kelak termasuk ahli
surga.
Adapun mengenai hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, yaitu:
حَدَّثَنَا
يَحْيَى عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ لِرَجُلٍ: "أَسْلِمْ" قَالَ: إِنِّي أَجِدُنِي كَارِهًا. قَالَ:
"وَإِنْ كُنْتَ كَارِهًا"
telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Humaid, dari sahabat Abas r.a.
yang menceritakan: Bahwa Rasulullah Saw. pernah berkata kepada seorang lelaki,
"Masuk Islamlah kamu!" Lelaki itu menjawab, "Sesungguhnya masih belum
menyukainya." Nabi Saw. bersabda, "Sekalipun kamu belum menyukainya."
Hadis ini merupakan salah satu dari hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang,
tetapi sahih. Hanya saja tidak termasuk ke dalam bab ini karena pada
kenyataannya Nabi Saw. tidak memaksanya untuk masuk Islam, melainkan beliau
menyerunya untuk masuk Islam, lalu lelaki itu menjawab bahwa ia masih belum mau
menerimanya, bahkan masih tidak suka untuk masuk Islam. Maka Rasulullah Saw.
bersabda kepadanya, "Masuk Islamlah, sekalipun hatimu tidak suka, karena
sesungguhnya Allah pasti akan menganugerahimu niat yang baik dan
ikhlas."
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَمَنْ
يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ
الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ}
Karena itu, barang siapa yang ingkar kepada tagut dan beriman kepada
Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat
yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
(Al-Baqarah: 256)
Yakni barang siapa yang melepaskan semua tandingan dan berhala-berhala serta
segala sesuatu yang diserukan oleh setan berupa penyembahan kepada selain Allah,
lalu ia menauhidkan Allah dan menyembah-Nya semata serta bersaksi bahwa tidak
ada Tuhan selain Dia, berarti ia seperti yang diungkapkan oleh firman-Nya:
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat.
(Al-Baqarah: 256)
Yaitu berarti perkaranya telah mapan dan berjalan lurus di atas tuntunan yang
baik dan jalan yang lurus. Abul Qasim Al-Bagawi meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Rauh
Al-Baladi, telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas (yaitu Salam ibnu Salim),
dari Abu Ishaq, dari Hassan (yaitu Ibnu Qaid Al-Absi) yang menceritakan bahwa
Umar r.a. pernah mengatakan, "Sesungguhnya al-jibt adalah sihir, dan
tagut adalah setan. Sesungguhnya sifat berani dan sifat pengecut ada di
dalam diri kaum lelaki; orang yang pemberani berperang membela orang yang tidak
dikenalnya, sedangkan orang yang pengecut lari tidak dapat membela ibunya
sendiri. Sesungguhnya kehormatan seorang lelaki itu terletak pada agamanya,
sedangkan kedudukannya terletak pada akhlaknya, sekalipun ia seorang Persia atau
seorang Nabat."
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim melalui
riwayat As-Sauri, dari Abu Ishaq, dari Hassan ibnu Qaid Al-Abdi, dari Umar. Makna ucapan Umar tentang tagut —bahwa tagut adalah setan— sangat kuat,
karena sesungguhnya pengertian tersebut mencakup semua bentuk kejahatan yang
biasa dilakukan oleh ahli Jahiliah, seperti menyembah berhala dan meminta
keputusan hukum kepadanya serta membelanya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَقَدِ
اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى}
Maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang
tidak akan putus. (Al-Baqarah: 256)
Yakni sesungguhnya ia telah berpegang kepada agama dengan sarana yang sangat
kuat. Hal itu diserupakan dengan buhul tali yang kuat lagi tak dapat putus. Pada
kenyataannya tali tersebut dipintal dengan sangat rapi, kuat lagi halus,
sedangkan ikatannya pun sangat kuat. Karena itu, disebutkan oleh firman-Nya:
Maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang . amat kuat yang
tidak akan putus. (Al-Baqarah: 256)
Mujahid mengatakan bahwa al-'urwatil wusqa artinya iman. Menurut
As-Saddi artinya agama Islam, sedangkan menurut Sa'id ibnu Jubair dan Ad-Dahhak
artinya ialah kalimah "Tidak ada Tuhan selain Allah." ' Menurut sahabat Anas ibnu Malik, al-'urwatul wusqa artinya Al-Qur'an.
Menurut riwayat yang bersumber dari Salim ibnu Abul Ja'd, yang dimaksud adalah
cinta karena Allah dan benci karena Allah.
Semua pendapat di atas benar, satu sama lainnya tidak bertentangan.
Sahabat Mu'az ibnu Jabal mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
yang tidak akan putus. (Al-Baqarah: 256), Bahwa yang dimaksud dengan
terputus ialah tidak dapat masuk surga.
Mujahid dan Sa'id ibnu Jubair sehubungan dengan pengertian yang ada di dalam
firman-Nya: maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat
kuat yang tidak akan putus. (Al-Baqarah: 256), Kemudian membacakan ayat
berikut, yaitu firman-Nya:
إِنَّ
اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا
بِأَنْفُسِهِمْ
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Ar-Ra'd: 11)
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا ابْنُ عَوْنٍ
عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ قَيْسِ بْنِ عَبَّادٍ قَالَ: كُنْتُ فِي الْمَسْجِدِ فَجَاءَ
رَجُلٌ فِي وَجْهِهِ أَثَرٌ مِنْ خُشُوعٍ، فَدَخَلَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ أَوْجَزَ
فِيهِمَا فَقَالَ الْقَوْمُ: هَذَا رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ. فَلَمَّا خَرَجَ
اتَّبَعْتُهُ حَتَّى دَخَلَ مَنْزِلَهُ فَدَخَلْتُ مَعَهُ فَحَدَّثْتُهُ فَلَمَّا
اسْتَأْنَسَ قُلْتُ لَهُ: إِنَّ الْقَوْمَ لَمَّا دَخَلْتَ قَبْلُ الْمَسْجِدَ
قَالُوا كَذَا وَكَذَا. قَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ مَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ أَنْ
يَقُولَ مَا لَا يَعْلَمُ وَسَأُحَدِّثُكَ لِمَ: إِنِّي رَأَيْتُ رُؤْيَا عَلَى
عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم فَقَصَصْتُهَا عَلَيْهِ:
رَأَيْتُ كَأَنِّي فِي رَوْضَةٍ خَضْرَاءَ -قَالَ ابْنُ عَوْنٍ: فَذَكَرَ مِنْ
خُضْرَتِهَا وَسِعَتِهَا-وَسَطُهَا عَمُودُ حَدِيدٍ أَسْفَلُهُ فِي الْأَرْضِ
وَأَعْلَاهُ فِي السَّمَاءِ فِي أَعْلَاهُ عُرْوَةٌ، فَقِيلَ لِيَ: اصْعَدْ
عَلَيْهِ فَقُلْتُ: لَا أَسْتَطِيعُ. فَجَاءَنِي مِنْصَف -قَالَ ابْنُ عَوْنٍ: هُوَ
الْوَصِيفُ -فَرَفَعَ ثِيَابِي مِنْ خَلْفِي، فَقَالَ: اصْعَدْ. فَصَعِدْتُ حَتَّى
أَخَذْتُ بِالْعُرْوَةِ فَقَالَ: اسْتَمْسِكْ بِالْعُرْوَةِ. فَاسْتَيْقَظْتُ
وَإِنَّهَا لَفِي يَدِي فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَصَصْتُهَا عَلَيْهِ. فَقَالَ: "أَمَّا الرَّوْضَةُ فَرَوْضَةُ
الْإِسْلَامِ وَأَمَّا الْعَمُودُ فَعَمُودُ الْإِسْلَامِ وَأَمَّا الْعُرْوَةُ
فَهِيَ الْعُرْوَةُ الْوُثْقَى، أَنْتَ عَلَى الْإِسْلَامِ حَتَّى
تَمُوتَ"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Yusuf, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Auf, dari Muhammad ibnu Qais ibnu Ubadah yang
menceritakan bahwa ketika ia berada di dalam masjid, datanglah seorang lelaki
yang pada roman mukanya ada bekas kekhusyukan. Lalu lelaki itu salat dua rakaat
dengan singkat. Maka kaum yang ada di dalam masjid itu berkata, "Lelaki ini
termasuk ahli surga." Ketika lelaki itu keluar (dari masjid), maka aku (Muhammad
ibnu Qais ibnu Ubadah) mengikutinya hingga ia memasuki rumahnya. Aku ikut masuk
bersamanya, dan aku mengobrol dengannya. Setelah kami saling berkenalan, aku
katakan kepadanya, "Sesungguhnya kaum yang ada di masjid tadi ketika engkau
masuk ke dalam masjid, mereka mengatakan anu dan anu." Lelaki itu menjawab,
"Mahasuci Allah, tidak layak bagi seseorang mengatakan apa yang tidak
diketahuinya. Aku akan menceritakan kepadamu mengapa demikian. Sesungguhnya aku
pernah bermimpi sesuatu di masa Rasulullah, lalu aku ceritakan mimpi itu
kepadanya. Aku melihat diriku berada di sebuah taman yang hijau —Ibnu Aun
mengatakan bahwa lelaki itu menggambarkan suasana kesuburan taman dan luasnya—.
Di tengah-tengah kebun itu terdapat sebuah tiang besi yang bagian bawahnya
berada di bumi, sedangkan bagian atasnya berada di langit, dan pada bagian
atasnya ada buhul tali-nya. Kemudian dikatakan kepadaku, 'Naiklah ke tiang itu.'
Aku menjawab, 'Aku tidak dapat.' Lalu datanglah seorang yang memberi nasihat
kepadaku —Ibnu Aun mengatakan bahwa orang tersebut adalah penjaga taman
tersebut—. Orang itu mengangkat bajuku dari belakang seraya berkata, 'Naiklah!'
Maka aku naik hingga dapat memegang tali tersebut. Orang tersebut berkata,
'Berpeganglah kepada tali ini.' Aku terbangun, dan sesungguhnya tali itu
benar-benar masih berada dalam pegangan kedua tanganku. Aku datang kepada
Rasulullah Saw., lalu kuceritakan kepadanya mimpi tersebut. Maka beliau
bersabda: 'Adapun taman tersebut adalah. taman Islam, sedangkan tiang
tersebut adalah tiang Islam; dan tali itu adalah tali yang kuat, artinya engkau
tetap berada dalam agama Islam hingga mati'."
Perawi mengatakan bahwa lelaki tersebut adalah sahabat Abdullah ibnu
Salam.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab Sahihain
melalui riwayat Abdullah ibnu Aun, maka aku (perawi) berdiri menghormatinya.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari melalui jalur lain, dari Muhammad
ibnu Sirin dengan lafaz yang sama.
Jalur yang lain dan teks yang lain:
قَالَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى وَعَفَّانُ قَالَا حَدَّثَنَا
حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ بَهْدَلَةَ عَنِ الْمُسَيَّبِ بْنِ
رَافِعٍ عَنْ خَرَشَةَ بْنِ الحُرِّ قَالَ: قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ فَجَلَسْتُ إِلَى
مَشْيَخَةٍ فِي مَسْجِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَجَاءَ
شَيْخٌ يَتَوَكَّأُ عَلَى عَصًا لَهُ فَقَالَ الْقَوْمُ: مَنْ سَرَّهُ أَنَّ
يَنْظُرَ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى هَذَا. فَقَامَ
خَلْفَ سَارِيَةٍ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ فَقُمْتُ إِلَيْهِ، فَقُلْتُ لَهُ: قَالَ
بَعْضُ الْقَوْمِ: كَذَا وَكَذَا. فَقَالَ: الْجَنَّةُ لِلَّهِ يُدخلها مَنْ
يَشَاءُ وَإِنِّي رَأَيْتُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ رُؤْيَا، رَأَيْتُ كَأَنَّ رَجُلًا أَتَانِي فَقَالَ: انْطَلِقْ.
فَذَهَبْتُ مَعَهُ فَسَلَكَ بِي مَنْهَجًا عَظِيمًا فَعَرَضَتْ لِي طَرِيقٌ عَنْ
يَسَارِي، فَأَرَدْتُ أَنْ أَسْلُكَهَا. فَقَالَ: إِنَّكَ لَسْتَ مِنْ أَهْلِهَا.
ثُمَّ عَرَضَتْ لِي طريق عن يَمِينِي
فَسَلَكْتُهَا حَتَّى انْتَهَتْ إِلَى جَبَلٍ زَلَقٍ فَأَخَذَ بِيَدِي فَزَجَلَ
فَإِذَا أَنَا عَلَى ذُرْوَتِهِ، فَلَمْ أَتَقَارَّ وَلَمْ أَتَمَاسَكْ فَإِذَا
عَمُودُ حَدِيدٍ فِي ذُرْوَتِهِ حَلْقَةٌ مِنْ ذَهَبٍ فَأَخَذَ بِيَدِي فَزَجَلَ
حَتَّى أَخَذْتُ بِالْعُرْوَةِ فَقَالَ: اسْتَمْسِكْ. فَقُلْتُ: نَعَمْ. فَضَرَبَ
الْعَمُودَ بِرِجْلِهِ فَاسْتَمْسَكْتُ بِالْعُرْوَةِ، فَقَصَصْتُهَا على رسول الله
صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: "رَأَيْتَ خَيْرًا أَمَّا الْمَنْهَجُ الْعَظِيمُ
فَالْمَحْشَرُ، وَأَمَّا الطَّرِيقُ الَّتِي عَرَضَتْ عَنْ يَسَارِكَ فَطَرِيقُ
أَهْلِ النَّارِ، وَلَسْتَ مِنْ أَهْلِهَا، وَأَمَّا الطَّرِيقُ الَّتِي عَرَضَتْ
عَنْ يَمِينِكَ فَطَرِيقُ أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَأَمَّا الْجَبَلُ الزَّلَقُ
فَمَنْزِلُ الشُّهَدَاءِ، وَأَمَّا الْعُرْوَةُ الَّتِي اسْتَمْسَكْتَ بِهَا
فَعُرْوَةُ الْإِسْلَامِ فَاسْتَمْسِكْ بِهَا حَتَّى تَمُوتَ". قَالَ: فَإِنَّمَا
أَرْجُو أَنْ أَكُونَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ. قَالَ: وَإِذَا هُوَ عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ سَلَامٍ
Imam Ahmad berkata: telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa dan Usman.
Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari
Asim ibnu Bahdalah, dari Al-Musayyab ibnu Rafi', dari Kharsyah ibnul Hur yang
menceritakan hadis berikut: Aku tiba di Madinah, lalu aku duduk (bergabung)
dengan halqah salah seorang guru di Masjid Nabawi. Lalu datanglah seorang syekh
(guru) yang bertopang pada sebilah tongkat, maka kaum yang ada berkata, "Barang
siapa yang ingin melihat seorang lelaki dari kalangan ahli surga, hendaklah ia
memandang syekh ini." Kemudian syekh itu berdiri di belakang sebuah tiang dan
melakukan salat dua rakaat. Lalu aku berkata kepadanya, "Sebagian dari kaum
mengatakan anu dan anu." Maka ia menjawab, "Surga adalah milik Allah, Dia
memasukkan ke dalamnya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya aku pernah
mengalami sebuah mimpi di zaman Rasulullah Saw. Aku melihat dalam mimpiku itu
seakan-akan ada seorang lelaki datang kepadaku, lalu lelaki itu berkata,
'Berangkatlah.' Maka aku berangkat bersamanya, dan ia menempuh sebuah jalan yang
besar bersamaku. Lalu ada sebuah jalan di sebelah kiriku; ketika aku hendak
menempuhnya, lelaki itu berkata, 'Sesungguhnya kamu bukan termasuk ahlinya.'
Kemudian tampak sebuah jalan di sebelah kananku, dan aku langsung menempuhnya
hingga sampai di sebuah bukit yang licin. Lalu ia memegang tanganku dan
mendorongku, tiba-tiba diriku telah berada di puncak bukit tersebut; aku merasa
diriku tidak tetap dan tiada pegangan. Kemudian muncullah sebuah tiang besi yang
di puncaknya terdapat tali emas. Maka ia memegang tanganku dan mendorongku
hingga aku dapat memegang tali tersebut, lalu ia berkata, 'Berpeganglah.' Aku
menjawab, 'Ya.' Lalu ia memanjatkan kakinya ke tiang tersebut, dan aku berpegang
dengan tali itu. Lalu aku kisahkan hal tersebut kepada Rasulullah Saw. Maka
beliau menjawab: 'Kamu telah melihat kebaikan; adapun jalan yang besar itu
adalah padang mahsyar, adapun jalan yang tampak di sebelah kirimu adalah jalan
ahli neraka, sedangkan kamu bukan termasuk ahlinya. Dan adapun jalan yang tampak
di sebelah kananmu adalah jalan ahli surga, dan adapun mengenai bukit yang licin
itu adalah kedudukan para syuhada, sedangkan tali yang menjadi peganganmu itu
adalah tali Islam. Maka berpeganglah kepadanya hingga kamu mati.' Lalu Syekh
itu berkata, 'Sesungguhnya aku hanya berharap semoga diriku ini termasuk ahli
surga'." Perawi mengatakan, ternyata Syekh itu adalah Abdullah ibnu Salam.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasai, dari Ahmad ibnu Sulaiman, dari
Affan dan Ibnu Majah, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Al-Hasan ibnu Musa
Al-Asyyab. Keduanya meriwayatkannya pula dari Hammad ibnu Salimah dengan lafaz
yang semisal. Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab sahihnya melalui hadis
Al-A'masy, dari Sulaiman ibnu Mishar, dari Kharsyah ibnul Hur Al-Fazari dengan
lafaz yang sama.
Tafsir Ibnu Katsir
0 Response to "Al-Baqoroh Ayat 256"
Posting Komentar